Manjakani Itu dari Cinta Turun ke Musik

Melirik Kiprah Anak Muda Pontianak di Dunia Seni (Bagian 1)

PANDANGAN MATA. Penampilan Manjakani saat mengisi Loop Music, Sabtu (24/9), di eks Nineteen Kafe, Untan, Jalan Ahmad Yani, Pontianak. Lihatlah tatapan penuh makna pasangan Taufan (kiri) dan Nabila (kanan) itu. Vkids for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Menyaksikan permainan musik Muhammad Taufan dan Nabila Syafani di atas panggung tak ubahnya menyaksikan tayangan film romantis. Berbekal gitar akustik di tangan masing-masing, suara lantunan lagu-lagu syahdu berirama lembut dengan lirik yang dalam, keduanya menghadirkan chemistry sepasang kekasih kepada semua yang menonton.

 

Iman Santosa, Pontianak

 

Seperti setiap kali mereka menyanyikan lagu andalan “Asam Pedas”. Berkisah tentang seorang kepala keluarga yang baru pulang bekerja dan bersiap hendak makan malam bersama istri dan anak-anaknya itu mampu membuat semua yang mendengarkan hanyut.

Bermula dari cinta turun ke musik, mungkin demikian Manjakani, duo asal Pontianak, ini menyebut bagaimana perjalanan mereka mengolah nada dan lirik lagu hingga kini mulai mendapat tempat di kancah musik Pontianak.

Pada awalnya, sepasang belahan jiwa ini membentuk sebuah project musik bersama yang keterusan, sekarang telah berjalan lebih dari satu setengah tahun. Event kampus “Tribute to Peter Pan” besutan mahasiswa Prodi Kesenian FKIP Untan, tempat Taufan dan Nabila menimba ilmu, merupakan panggung pertama mereka.

“Masih belum menggunakan nama Manjakani, masih pakai nama Taufan and Nabila,” kenang Taufan. Medio Maret 2015 tersebut, keduanya hanya membawakan lagu-lagu Peter Pan. “Konsepnya pun belum seperti sekarang, waktu itu saya main gitar, Nabila yang nyanyi,” kisahnya.

Selepas dari sana lah, mereka mulai serius menghadirkan musik yang lebih terkonsep. Nabila yang hanya mengisi vokal ikut memetik gitar. Pada 5 Juni 2015, tampil sebagai opening act launching album salah satu band indie (independen) lokal Pontianak, Lima Pagi. Sejak itu, mereka mulai dikenal sebagai Manjakani.

Rentang setahun, nama mereka semakin sering wara-wiri di berbagai event yang diselenggarakan di Pontianak. Lagu-lagu Asam Pedas, Hanyut, atau Asmaraweda, mulai dikenal kawula muda Kota Khatulistiwa.

Sebenarnya, di atas panggung, Manjakani memberikan aksi tak berlebihan. Ya, musiknya kalem, mendayu-dayu, hanya menuntut Taufan dan Nabila duduk manis sambil memainkan gitar masing-masing. Dan, tentunya menyanyi. Hanya saja, sesekali, mereka saling lirik dan lempar senyum penuh arti yang membuat semua pasangan di sisi audiens iri.

“Saya masih sering gugup di atas panggung, beda dengan Nabila, dia lebih pengalaman di panggung,” beber Taufan sembari tertawa.

Kadang, kata dia, jika manggung masih sering bingung saat harus ngobrol ketika pergantian lagu atau menyapa penonton. Sedangkan Nabila yang sedari belia sudah sering mengikuti berbagai festival musik mengaku lebih santai.

Di sisi lain, kesan tidak profesional karena menggabungkan hubungan pribadi dengan pekerjaan tak mengganggu keduanya. Mereka memilih mengambil sisi positif saja. Taufan misalnya, menyebut yang dilakukannya merupakan tipe memadu kasih secara produktif.

“Pacaran sering mendatangkan hal-hal negatif. Kalau kita, malah jadi suatu yang menghasilkan. Karya,” ungkapnya.

Nabila pun demikian, ia menganggap kehadiran Manjakani justru berdampak baik pada hubungan asmara keduanya. “Kadang kan namanya pasangan pasti ada saja berantemnya, tapi begitu naik panggung dan nyanyi, selesai. Baikan lagi, sudah mood lagi, berantemnya hilang,” beber gadis berhijab itu.

Meski begitu, Nabila tidak menampik sesekali persoalan pribadi terbawa-bawa masuk ke Manjakani. Misalnya, kalau lagi berantem, jadi nggak mood buat latihan.

“Ketemu saja malas,” tukasnya.

Tapi, pada lembaran inilah, menurut dia, peran tim manajemen Manjakani. “Temen-temen inilah (tim manajemen) yang selalu mengingatkan kita untuk tetap fokus dan konsisten,” papar Taufan.

Menurut dia, kehadiran tim manajemen bagi seorang musisi adalah sebuah kebutuhan, meski di ranah musik indie sekalipun. Bagi Taufan, sudah bukan jamannya musisi hanya mengandalkan kemampuan sendiri jika ingin profesional di dunia musik. Perjalanan Manjakani, diakuinya, sampai sekarang tidak lepas dari peran besar tim di belakang mereka.

“Kita pernah manggung ndak ditemani sound engineer, hasilnya kacau,” terangnya.

Karena itu, tiap kali Manjakani naik panggung, tim selalu menyertai. Mulai dari mengurusi hal teknis seperti sound, hingga dokumentasi dan marketing.

“Kami udah seperti keluarga. Nggak ada mereka, ya nggak ada Manjakani,” tutur Nabila.

Lanjut dia, banyak obsesi yang ingin diwujudkan keduanya bersama Manjakani. “Musisi ndak lengkap kalau ndak ada album, pengennya akhir tahun kita sudah keluarin album,” cetusnya.

Setakat ini, sejumlah lagu sedang digarap dan ditabung untuk kumpulan lagu yang mereka idamkan itu. “Belum album penuh, mini album dulu,” ujarnya. (*/bersambung)