eQuator.co.id – TARAKAN-RK. Jajaran Polda Kaltara berhasil mengungkap praktik prostitusi online yang melibatkan oknum mahasiswi di Tarakan. Diungkapkan Dirkrimsus Polda Kaltara Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra, praktik prostitusi online berhasil diungkap pihaknya di salah satu hotel yang ada di Kota Tarakan pada Sabtu (23/2), sekitar pukul 23.40 Wita.
Polisi yang langsung melakukan pengembangan, baru merilis pengungkapan kasus tersebut kepada awak media akhir pekan lalu. Dijelaskannya, dalam kasus ini, polisi mengamankan ND, oknum mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Tarakan yang menjadi penjaja kenikmatan, beserta muncikarinya DP. Untuk sekali kencan, mucikari mematok tarif Rp 1.750.000 yang harus ditebus pria hidung belang.
Keduanya diamankan saat hendak melakukan transaksi di salah satu hotel tersebut dengan seorang pria pencari kenikmatan. Dijelaskan Helmi, pengungkapan berawal dari informasi yang diterima pihaknya. Kemudian dilakukan penyelidikan hingga berhasil mengungkapnya. “Prostitusi online ini melalui media sosial seperti WhatsApp dan Line,” ungkapnya.
Setelah kesepakatan harga dan tempat telah ditentukan, sang mucikari akan mengantarkan ayamnya kepada calon pelanggannya. “Seperti itu modus operandinya. DP ini kita amankan saat bertransaksi. Dalam kasus ini, DP mendapat imbalan Rp 750 ribu, sementara Rp 1 juta untuk mahasiswinya,” jelas Helmi.
Selain mengamankan kedua pelaku, polisi juga mengamankan barang bukti lainnya, di antaranya sejumlah uang tunai, baju dan bra yang digunakan pelaku. Dari hasil pemeriksaan, DP mengaku sudah cukup lama menjalankan bisnisnya. Bahkan bukan cuma satu wanita saja yang jadi ‘peliharaannya’. “Banyaknya belum kita ketahui karena masih dalam pengembangan.
Untuk mahasiswi berinisial ND ini, masih mahasiswi aktif. Dari keterangannya, memang dia yang minta dicarikan pelanggan. “Tapi ini masih kita kembangkan, apakah dari kalangan mahasiswi saja, atau juga melibatkan pelajar yang masuk jaringan prostitusi online si muncikari,” bebernya. Sementara untuk para pengguna jasa kenikmatannya, rata-rata pria yang telah berumur.
Selama proses pemeriksaan, kedua pelaku dinilai kooperatif, sehingga pihaknya tidak melakukan penahanan selama proses pemeriksaan. Kedua pelaku masih dikenakan wajib lapor. “Pertimbangan penyidik belum perlu dilakukan penahanan,” ujarnya.
Walau tidak ditahan, keduanya terancam dijerat Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. “Ancaman hukumannya 6 tahun penjara,” pungkasnya. (jpnn)