Lina: PSK itu Pilihan Hidup

Himpitan Ekonomi, Buntutnya Menjajakan Seks

PSK TERAPUNG. Lina ketika ditemui di salah satu losmen terapung Kota Putussibau, Kapuas Hulu, Kamis (25/2). ANDREAS

Himpitan ekonomi dalam keluarga menjadi alasan Penjaja Seks Komersial (PSK) atau Wanita Tuna Susila (WTS) menjual dirinya di tempat-tempat khusus, seperti lokalisasi, cafe hingga losmen.

Oleh: Andreas, Putussibau

Selain itu, keputusan menjadi WTS atau PSK juga dibarengi dengan masalah keluarga yang berantakan (broken home), seperti cerai dengan suami, kurang mendapat perhatian orangtua dan sebagainya. Seperti Lina, asal Indramayu, Jawa Barat.

Perjalanan hidup Lina, sudah sekian tahun melayani pria hidung belang. Hingga dia terdampar di Kapuas Hulu menjalani hidup yang sama.

Lina dibesarkan dalam keluarga yang sangat sederhana. Gadis kelahiran Indramayu 1991 silam ini memiliki empat saudara. Dia mulai melayani pria hidung belang yang ingin menyalurkan hasrat biologisnya sejak usia 18 tahun. Dari situlah Lina menjadi terbiasa hingga merantau ke beberapa provinsi di Indonesia.

“Saya di Kapuas Hulu sudah dua tahun, sebelumnya pernah di Surabaya, Bandung dan Bali. Hidup beginian sudah pilihan, karena di tempat saya susah cari pekerjaan, sementara kebutuhan hidup semakin meningkat,” tuturnya ditemui di salah satu losmen terapung Sungai Kapuas, Putussibau, Kamis (25/2).

Lina yang sudah menginjak usia 25 tahun, mestinya sudah layak membangun bahtera rumah tangga. Namun karena alasan membantu keluarga memenuhi kebutuhan hidup, dia rela melepas mahkota berharga, dan setia melayani lelaki yang haus hawa nafsu.

“Keluarga saya tahu saya merantau kerja beginian. Bapak masih ada, kalau mama sudah meninggal. Hasil saya ini setiap bulan dikirim untuk keluarga di Indramayu,” kata Lina.

Gadis ramping berkulit putih ini mengaku, saat ini sudah hamil, memasuki usia empat bulan kandungan. Sebetulnya Lina tidaklah menyandang status lajang, di daerah asalnya, ada pria yang siap menikahi dia ketika sudah waktunya.

“Itu pacar saya, kami sudah lima tahun pacaran. Dia tahu saya di sini, sering kami teleponan,” ucap Lina.

Lalu mengapa Lina betah menjalani hidup di Kapuas Hulu? Alasannya hanya satu, penghasilan yang didapat dari pekerjaannya tersebut cukup menjanjikan. Bahkan dalam sebulan, dia bisa mendapatkan uang Rp15 juta hasil bayaran pria penikmat WTS atau PSK.

“Uang kamar palingan Rp60 ribu. Hasil sehari tergantung situasi, kalau lagi ramai, dapat Rp1 juta lebih. Tarifnya Rp200 ribu hingga Rp250 ribu, kadang ada pelanggan yang nawar,” jelas Lina.

Kemudian bagaimana dengan kesehatan ketika melayani pelanggan. Lina berprinsip, kesehatan adalah hal utama. Setiap kali berhubungan, pelanggannya wajib menggunakan kondom. “Kesehatan harus diperhatikan,” kata dia.

Lina yang mengenyam pendidikan akhir di Sekolah Dasar (SD) mengaku lagi berusaha melepaskan diri dari pekerjaannya. Hanya saja dia belum menemukan waktu yang tepat. “Pengen tobat, sapi mau bagaimana lagi,” demikian Lina mengakhiri pembicaraan. (*)