Bagi Susi, merawat orangutan tak ubahnya merawat anak sendiri. Ibu dua anak ini, sudah lima tahun mengabdikan dirinya sebagai babysitter satwa dilindungi itu. Tentu ada suka dukanya.
Ocsya Ade CP, Ketapang
eQuator.co.id – Rakyat Kalbar menjadi satu dari dua media yang mengikuti media visit ke Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) atau International Animal Rescue (IAR) Indonesia. Selama dua hari. Sejak 9-10 Juli 2019.
Di sana, dapat menyaksikan langsung secara singkat bagaimana proses rehabilitasi puluhan orangutan hasil penyelamatan pasca perburuan dan pedagangan serta penyerahan dari masyarakat. Mulai dari langkah pertama yang dilakukan saat orangutan diselamatkan, sampai pelepasliaran.
Dari data yang tertulis di papan pengumuman, terdapat 97 orangutan hasil penyelamatan dari perburuan dan perdagangan serya penyerahan dari warga, yang direhabilitasi di sana. Jantan ada 56 ekor, betina 41 ekor. Nama yang diberikan pun beragam. Cinta, salah satunya.
“Itu jumlahnya sampai saat ini,” kata drh. Temia Twin Pangesti, Dokter Hewan IAR Indonesia saat mendampingi peserta media visit.
Sayangnya, awak media tidak bisa mendekat ke kandang orangutan yang sedang dalam perawatan. Bisa pun, pengunjung (awak media) harus diperiksa kesehatannya terlebih dahulu. Itu agar si pengunjung tidak terjangkit virus orang utan, atau sebaliknya. TBC terutama. Ini sudah menjadi aturan baku selama di sana.
“Bisa mendekat (ke kandang), tapi cek kesehatan dulu,” timpal drh. Temia.
Bahkan, sebelum masuk ke lokasi rehabilitasi yang terletak di Jalan Ketapang-Tanjungpura, Dusun Pematang Merbau, Desa Sungai Awan Kiri, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang ini, setiap pengunjung harus mengisi data dan melapor di pos penjagaan.
Dari pos depan, perjalanan ke titik kandang rehabilitasi cukup jauh. Lebih dari 500 meter. Perjalanan dari titik kandang satu ke titik lainnya sudah dilewati. Sampailah pada titik kandang terakhir.
Di titik ini, ada 16 kandang. Semua terisi orangutan orang sedang menjalani masa rehabilitasi. Namun, orangutan ini tak bakal dilepasliarkan nantinya. Karena kata drh. Temia, secara fisik satwa itu tak memungkinkan untuk dilepasliarkan.
Di titik kandang ini, ditemui pula seorang perempuan 34 tahun. Nama panggilannya, Susi. Ibu dua anak ini merupakan babysitter orang utan. Selama lima tahun dia mengabdi sebagai pengasuh orangutan di IAR. Tentu ada suka dukanya bagi Susi.
“Sukanya ya macam inilah (berinteraksi dengan satwa, red). Dukanya, kadang ada (orangutan) yang galak, takut juga kan. Agak rawan, karena (orangutan) banyak yang tak suka cewek,” jelasnya.
Susi mengaku, dari semua orangutan yang diasuhnya, ada satu yang sangat disayangi. Orangutan itu diberi nama Ucil. “Itu disana, Ucil paling saya sayangi. Karena dari kecil saya rawat. Kalau yang lain sudah dewasa,” ucapnya.
Bahkan, Susi menganggap orangutan yang dirawatnya ini sudah sebagai anaknya. Ada firasat ketika satwa yang dirawatnya itu jatuh sakit. “Seperti biasalah. Seperti dengan anak sendiri kan. Orangutan ini kalau sakit, badannya panas dan cenderung diam. Kayak manusia juga,” ujarnya.
Pantauan di lapangan, orangutan yang dirawat Susi dan temannya ini terlihat aktif. Bahkan orangutan tersebut terus berontak memukuli kandangnya saat melihat orang yang asing.
Tak banyak informasi yang dapat digali lebih dalam dari Susi. Karena, dia terlihat sibuk memberi orangutan kacang hijau dan kelapa sebagai sarana enrichment atau alat pengayaan yang diperkenalkan selama proses rehabilitasi. Untuk mendukung pengembangan keterampilan dasar yang kelak dibutuhkan untuk hidup di hutan.
Media visit ke pusat rehabilitasi ini merupakan rangkaian dari kegiatan peresmian Pusat Pembelajaran Sir Michael Uren.
Pusat pembelajaran bagi masyarakat umum didirikan IAR Indonesia sebagai upaya untuk terus meningkatkan edukasi dan penyadartahuan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup bagi masyarakat.
Pendirian pusat pembelajaran ini berhasil terwujud berkat kedermawanan seorang filantropis dari Inggris, Sir Michael Uren yang telah lebih dari sepuluh tahun mendukung kegiatan IAR dan memiliki kepedulian tinggi akan pembangunan berkelanjutan dalam hal lingkungan hidup di Indonesia. Terutama di Kalimantan.
Pusat pembelajaran ini diresmikan pada Rabu, 10 Juli 2019 yang dihadiri oleh Alexander Rombonang, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalbar yang mewakili Gubernur Kalbar; Farhan, Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang; Hadi Pranata S, Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem; Marius Marcelus TJ, mantan Kadishut Provinsi Kalbar, serta para pejabat daerah lainnya. Lalu, hadir mewakili Sir Michael Uren, adalah Alan Knight OBE, Chief Executive dari IAR Inggris. (*/bersambung)