eQuator – Kaum terdidik merupakan perintis berdirinya Republik Indonesia (RI). Mereka merupakan generasi baru di zamannya yang merasakan pengajaran, pendidikan dan pencerahan. Mereka sangat sadar atas manfaat langsung pendidikan.
Kurang lebih demikianlah pernyataan Menteri Pendidikan Dasar, Menengah dan Kebudayaan RI, Anies Baswedan ketika Peringatan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ke-70, kemarin.
Masih menurutnya, atas kesadaran akan manfaat langsung pendidikan itulah, mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi suatu amanah yang harus ditunaikan bangsa ini. “Sebuah pesan tegas bahwa kunci kemajuan bangsa ini ada pada kualitas manusianya,” kata Anies.
Pernyataan mantan Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) ini tentunya tidak dapat dimungkiri. Semua sepakat, kalau mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan kunci kemajuan bangsa.
Semua juga sepakat, untuk mencerdaskan bangsa ini mesti melalui pendidikan. Secara otomatis, garda terdepannya merupakan guru. Tetapi banyak yang menyayangkan, sebagai garda terdepan, jumlah guru sangat tidak memadai alias selalu kekurangan.
Mengapa jumlah guru sampai kurang? Padahal semua elemen menyadari arti penting guru bagi kemajuan bangsa. Tidak mungkin dikarenakan sedikit yang berminat. Lantaran hingga kini, masih banyak yang ingin menjadi guru.
Usut punya usut, bukan guru secara keseluruhan yang disebut kurang. Melain guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang jumlahnya sangat sedikit. Pasalnya, kalau “dihitung-hitung” bersama dengan guru yang masih honorer, sudah dipastikan jumlahnya melimpah.
Bertolak dari hal tersebut, permasalahan kekurangan guru saat ini, bukan pada jumlahnya. Lebih lebih pada perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa tesebut.
Soal kualitas, itu berkaitan dengan kompetensinya, apakah layak atau tidak disebut guru. Ini sangat mungkin menjadi problem baru. (mordiadi)
