Kontribusi Fiskal PLN Capai Rp307 Triliun

CEK JARINGAN. Tampak petugas PLN tengah berada di ketinggian di salah satu gardu induk untuk mengecek jaringan listrik. PLN selama empat tahun ini mencatatkan kontribusi fiskal cukup memuaskan.

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Selama 2014-2018, PLN berhasil memberikan kontribusi fiskal kepada negara sebesar Rp307,4 triliun. Terdiri dari peningkatan pajak dan dividen sebesar Rp122,4 triliun dan penghematan subsidi sebesar Rp183,9 triliun.

“Reportase itu mengutip pernyataan dari Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara yang mengatakan bahwa pemangkasan kompensasi listrik itu diperlukan untuk mengurangi beban keuangan negara,” kata Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, dalam rilis humas PLN Kalbar, Senin (1/7).

Hanya saja, alasan yang dikemukakan Suahasil adalah adanya peningkatan nilai subsidi dari tahun ke tahun. Bukan peningkatan nilai kompensasi. Lebih lanjut Ketua BKF mengatakan bahwa sejak 2016 pembayaran subsidi listrik realisasinya selalu lebih tinggi dari yang dianggarkan dalam APBN.

Kendati antara kompensasi dan subsidi serupa, tetapi sesungguhnya berbeda. Persamaannya, kompensasi dan subsidi merupakan ‘cash transfer’ dari pemerintah kepada PLN lantaran adanya selisih biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang lebih tinggi dibanding tarif listrik ditetapkan.

“Bedanya, pemberian kompensasi diberlakukan untuk tarif semua golongan pelanggan listrik, sedangkan subsidi diberlakukan hanya untuk pelanggan listrik kategori rakyat miskin pada semua pelanggan 450 VA dan sebagian pelanggan 900 VA, yang dikategorikan rentan miskin,” terangnya

Berdasarkan laporan keuangan PLN 2018 yang diunggah ke situs Bursa Efek Indonesia (BEI) dijelaskan bahwa pendapatan kompensasi merupakan pendapatan dari pemerintah atas penggantian BPP tenaga listrik lantaran tarif penjualan tenaga listrik lebih rendah dibandingkan BPP.

“Namun, pendapatan kompensasi itu belum diperhitungkan dalam subsidi, yang diakui sebagai pendapatan kompensasi atas dasar akrual. Berdasarkan akrual basis, pendapatan kompensasi yang belum dibayarkan pemerintah dibukukan sebagai piutang dalam Laporan Neraca dan sebagai pendapatan lainnya dalam Laporan Laba Rugi tahun berjalan,” sebutnya.

Pemberian kompensasi tarif listrik yang diterapkan sejak 2018 sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif semua golongan hingga akhir 2019. Sehingga PLN tidak lagi memberlakukan penyesuaian tarif otomatis (automatic adjustment) sejak awal Januari 2017.

Pada 2018, pemerintah mengucurkan total kompensasi dan subsidi kepada PLN sebesar Rp23,17 triliun, untuk kompensasi sebesar Rp7,45 triliun dan subsidi sebesar Rp15,72 triliun. Sebagai pendapatan lainnya, kompensasi sebesar itu bukan menaikkan secara langsung laba bersih yang mencapai Rp11,6 triliun. Tetapi menaikkan pendapatan yang mencapai Rp263,5 triliun, itu pun hanya sebesar 0,02 persen dari total pendapatan PLN pada 2018.

“Memang Laba Bersih 2018 sebesar Rp11,6 triliun mengalami peningkatan sebesar 162 persen dibanding Laba Bersih 2017 yang mencapai Rp4,4 triliun. Peningkatan laba bersih itu ditopang peningkatan pendapatan usaha dan pendapatan lainnya, serta penurunan biaya operasional, termasuk penguatan kurs mata uang rupiah terhadap mata uang US Dollar,” paparnya.

Peningkatan pendapatan diperoleh dari kenaikan penjualan setrum yang meningkat sebesar 6,85 persen dari Rp246,6 triliun pada 2017 naik menjadi Rp263,5 triliun pada 2018. Kenaikan penjualan setrum itu lebih dipicu oleh kenaikan pelanggan yang didukung oleh penambahan pembangkit dan transmisi selama empa tahun terakhir ini, pada periode 2014-2018.

“ Jumlah pelanggan mengalami kenaikan dari 57,5 juta pelanggan pada 2014 menjaadi 71,9 juta pelanggan pada 2018. Peningkatan jumlah pelanggan itu seiring dengan capaian rasio elektrifikasi yang sudah mencapai 98,3% pada Desember 2018,” katanya.

Peningkatan jumlah pelanggan itu menaikkan konsumsi listrik per kapita, yang menjadi salah satu indikator perekonomian Indonesia. Pada 2014, konsumsi listrik per kapita mencapai sebesar 878 kWh meningkat menjadi 1.064 kWh per kapita pada 2018.  Demikian juga dengan volume penjualan listrik mengalami kenaikan 198.602 kWh senilai Rp186,63 triliun pada 2014 menjadi 234.618 kWh senilai Rp264,52 triliun.

Peningkatan penjualan listrik itu didukung oleh keberhasilan PLN dalam menambah kapasitas pembangkit, gardu induk dan jaringan transmisi. Selama periode 2014-2018, penambahan pembangkit sebesar 10.121,3 MW, penambahan Gardu Induk sebesar 57.913 MVA, dan jaringan transmisi sepanjang 14.833 kms. Kondisi kelistrikan juga semakin handal, yang parameter perhitungan pemadaman listrik SAIDI (System Average Interruption Duration Index) dan SAIFI (System Average Interruption Frequency Index).

“Pada 2016 tercatat per pelanggan bisa mengalami rata-rata 1,53 menit pemadaman, turun menjadi 1,16 menit per pelanggan pada 2017, terus berangsur turun pada 2018 dengan lama pemadaman 0,96 menit per pelanggan,” paparnya.

 

Laporan : Nova Sari

Editor : Andriadi Perdana Putra