Komunitas Salsa Surabaya, Padukan Keakraban dan Keserasian

eQuator.co.id – Gerak salsa memang cocok dilakukan berpasang-pasangan. Iramanya membuat hubungan makin manis. Tengok saja pengalaman Komunitas Salsa Surabaya.

Pemandangan itu tersaji di salah satu ruang kafe di Jalan Ngagel. Beberapa pasang manusia menari mengikuti irama lagu khas salsa nan rancak. Bak sejoli-sejoli dimabuk cinta, mereka, anggota Komunitas Salsa Surabaya, beraksi di ruangan tersebut.

Tentunya, pasangan tersebut terdiri atas laki-laki dan perempuan. Keduanya berhadapan dengan tangan saling menggenggam. Gerakan kaki mereka rapi mengikuti alunan musik. Sesekali tangan sang lelaki mengarah ke atas. Itu pertanda pasangan perempuan harus berputar dan kembali berhadapan.

Variasi gerakan tarian asal Cuba itu enak ditonton. Tidak jarang, beberapa tamu di Café De Oak, yang semula asal nimbrung, ikut bergabung dengan komunitas tersebut. ’’Kami sangat terbuka,” ujar Yus Santos, senior di komunitas itu.

Siapa pun boleh bergabung. Banyak anggota komunitas itu yang memulai dari nol dan akhirnya mahir. Bukan modal kursus, tapi karena aktif ikut di komunitas tersebut.

Yus mengatakan, Komunitas Salsa memang bukan lembaga kursus. Dia lebih senang disebut komunitas keakraban. Sebab, di komunitas tersebut, unsur kekerabatan sangat tinggi. Semua saling mengenal pribadi masing-masing. ”Dari keakraban itu, terbentuk gerakan serasi setiap pasangan,’’ ujarnya.

Memang banyak komunitas tari di Surabaya. Namun, Yus yang mengaku sudah malang-melintang di banyak komunitas merasakan keakraban ketika masuk komunitas salsa. Ada feel yang membuat dia nyaman ketika berada di komunitas tersebut.

Bukan hanya antaranggota komunitas. Tapi, juga kepada pasangan sah di komunitas tersebut. Karena itu, setiap kumpul banyak anggota yang mengajak istri atau suaminya. Mereka sangat terbuka dan cepat akrab.

Keakraban itu tidak hanya di internal komunitas salsa. Dengan sesama penghobi salsa di luar Surabaya, mereka juga akrab. Misalnya, ketika Yus berada di Jogjakarta. Melalui akun Facebook-nya, Yus menulis status ’’Ada teman salsa di Jogjakarta?’’ Tidak lama muncul tanggapan dari penghobi salsa di kota tersebut. Mereka mempersilakan mampir dan menyambut dengan baik. Padahal, Yus belum pernah bertemu sama sekali dengan mereka.

Bisa jadi, sambung Yus, keakraban itu muncul dari asal-usul tari tersebut. Salsa merupakan tradisi para budak yang menghibur diri pada malam. Mereka menari dengan sesama kaumnya berpasang-pasangan. Iramanya pun didominasi musik akapela. ’’Karena merasa senasib, tarian ini lebih menekankan perasaan antar-pasangan,’’ imbuhnya.

Arga Nuswantoro, anggota komunitas salsa lainnya, menceritakan, komunitas tersebut berdiri pada akhir Januari 2012. Pencetus pertama adalah Freddy Pangke. Dia kerap ke luar negeri. ’’Banyak tarian salsa yang dilihatnya,’’ ucapnya.

Bersama dua rekan lainnya, Joyce Sidarta dan Daniela, pria yang berprofesi sebagai pengusaha itu mulai merintis komunitas tersebut. Kebetulan, Daniela merupakan mahasiswa pertukaran asal Colombia. Dia sangat mahir mempraktikkan gerakan-gerakan salsa.

Awalnya, mereka kongko-kongko di Hotel Sheraton. Anggota yang ikut lima orang. Perlahan jumlah anggota bertambah dan kini lebih dari 10 pasang. Sampai saat ini terus bertambah,’’ imbuh Arga. (jpg)