-ads-
Home Nasional Kepemilikan Hashim dan Luhut Dibantah

Kepemilikan Hashim dan Luhut Dibantah

Tanah di Ibu Kota Baru Hampir Sepenuhnya Punya Negara

IBU KOTA BARU. Foto Udara perbatasan PPU-Kukar, Senin (26/8). Yang jadi pilihan presiden untuk Ibu Kota yang baru. Kaltim Post Photo

eQuator.co.id – JAKARTA –RK. Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Sofyan Djalil menyatakan bahwa 90 persen dari 180 ribu hektar lahan bakal Ibu Kota Negara (IKN) baru dikuasai negara. Hanya sebagian diantaranya yang masih berstatus dikonsesikan pada swasta berupa Hutan Tanaman Industri (HTI).

Sofyan juga menyebut tidak ada tanah yang sementara ini dikuasai oleh politikus dan pengusaha Hashim Djojohadikusumo maupun Luhut Binsar Panjaitan sebagaimana yang ramai disebutkan. “Sepanjang yang saya tahu tidak ada (milik,Red) dari nama-nama yang anda sebut,” kata Sofyan menjawab pertanyaan wartawan kemarin (27/8).

Meski ada sebagian lahan HTI yang masih dikonsesikan pada swasta, Sofyan menyebut negara masih punya banyak pilihan. Lagipula, tidak akan semerta merta dalam waktu singkat seluruh 180 ribu hektar terpakai.

-ads-

“Misalnya untuk awal 30 ribu dulu. Itu luas loh, jakarta aja cuma 60 hektar,” katanya.

Sisanya kata Sofyan, baru akan terisi dalam jangka 10 sampai 20 tahun lagi. Jadi masih bisa menunggu sampai selesainya masa konsesi. Kalaupun mendesak, secara aturan kata Sofyan konsesi bisa dibicarakan, dirubah, ataupun dibatalkan. “Kalau ada kepentingan negara,” jelasnya.

Saat ini kata Sofyan, pihak ATR/BPN tengah melakukan proses IP4T atau  Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah untuk mendapatkan gambaran menyeluruh. Namun untuk lokasi awal 30 ribu hektar kata Sofyan relatif tidak ada masalah.

“Persoalan tanah di sini relatif tidak rumit. Pembebasannya minimum. Paling ya pembebasan untuk akses keluar masuknya saja,” katanya.

Untuk pembangunan infrastruktur dasar tahun 2020, IKN juga memerlukan proses penentuan lokasi (penlok). Sofyan mengatakan ini akan dilakukan setelah proses IP4T selesai. Namun semua akan mengacu pada desain dari Kementerian PUPR.

“Jadi terserah menteri PUPR nanti, jalannya butuh luas berapa, danaunya, pemukimannya,” katanya.

Masalah hutan, Sofyan mengatakan tidak perlu khawatir. Memang ada beberapa yang masuk kawasan taman hutan lindung. Keberadaan hutan tersebut nantinya justru akan membuat ibukota sangat indah dengan kualitas udara yang bagus.

Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah, Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang mengatakan setelah selesai dengan desain Ibukota, maka pemerintah akan memetakan kebutuhan lahan. Setelah itu, tim ATR/BPN akan mulai memetakan dan merencanakan tata ruang untuk menentukan mana daerah pemukiman, perkantoran, ruang terbuka hijau, serta kawasan mana yang tetap sebagai hutan lindung.

“Baru nanti akan diintegrasikan pada RUU Ibukota baru ini,” jelasnya.

PERBANYAK GANDENG SWASTA

Sekretaris Jenderal DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengungkapkan, REI sudah diajak berdiskusi mengenai pemindahan IKN oleh pemerintah sejak tahun lalu. Ada beberapa calon IKN yang dibahas, yakni Lampung, Kalteng, dan Kaltim.

Dalam proses kajian tersebut, REI aktif berdiskusi dengan pemerintah mengenai daerah-daerah yang layak menjadi IKN. Hingga akhirnya, pemerintah menetapkan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kaltim untuk menjadi IKN.

REI juga sudah mendapatkan penjelasan dari pemerintah terkait rancangan pembangunan IKN. Namun, rancangan tersebut hanya bersifat makro.

“Nah sekarang kami butuh rancangan pembangunan kota yang pinggiran atau kota satelit di sekitar IKN. Sama rancangan detail RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) di dalam wilayah IKN itu sendiri,” ujarnya.

Rancangan itu diharapkan bisa memberi gambaran detail kepada pengembang mengenai kebutuhan perumahan, shopping mall, rumah sakit dan lain-lain. Jadi, tidak sebatas gedung pemerintahan saja. “Ya tentunya kami berharap diajak lagi berkomunikasi dengan pemerintah, supaya kami juga punya gambaran nanti kami di sana bisa bangun apa saja, desainnya seperti apa,” ucapnya.

Menurut dia, saat ini sudah ada beberapa pengembang yang menjajaki kemungkinan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk membangun rumah dan fasilitas lainnya di IKN.

KPBU adalah istilah lain dari skema Public Private Partnership (PPP). Kerja sama ini terkait penyediaan infrastruktur yang bermanfaat untuk publik misalnya rumah sakit, perumahan rakyat dan lain-lain. Pola kerja sama ini mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1998 atau pasca krisis moneter. KPBU bukan merupakan pinjaman atau utang pemerintah kepada swasta, juga bukan merupakan privatisasi aset.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan, dari kebutuhan pendanaan IKN yang sebesar Rp 466 triliun, porsi pendanaan dengan skema KPBU ditargetkan sebanyak 54,6 persen, atau yang paling banyak berkontribusi dalam pembiayaan pemindahan IKN. Sisanya akan didanai oleh swasta (26,2 persen) dan APBN (19,2 persen). Alokasi dana dari KPBU bakal digunakan untuk gedung eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu juga untuk sarana pendidikan, kesehatan, museum dan lembaga pemasyarakatan (LP).

Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, pemerintah memang sebaiknya memperbanyak KPBU dalam pemindahan IKN. “Itu lebih baik daripada kita memperbanyak utang. Selain itu juga dunia usaha bisa tumbuh. Properti, perbankan, perusahaan investasi, ritel, bisa ekspansi dengan adanya kesempatan ini,” katanya.

Namun menurut David, ada kelemahan dari KPBU ini, yakni kurangnya sosialisasi kepada pihak swasta. Jika swasta sudah banyak mendapatkan informasi, tentu kerja sama ini akan banyak peminatnya.

David bilang, selain KPBU, ada juga alternatif skema pembiayaan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Antara lain KPBU dual contract, konsorsium BUMN dan swasta, penerbitan obligasi daerah dari pemkot IKN baru, serta sekuritisasi infrastruktur yang sudah existing. Beberapa alternatif pembiayaan yang memungkinkan dan  mudah dilakukan adalah KPBU dual contract serta konsorsium BUMN dan swasta.

KPBU dual contract adalah kerja sama dengan syarat. Swasta dapat membangun proyek yang financially feasible, seperti proyek perumahan. Namun swasta juga harus bersedia mengerjakan proyek yang financially kurang feasible, contohnya gedung kementerian. Hal ini membuat target penyediaan infrastruktur di IKN akan lebih cepat tercapai.

“Konsorsium BUMN dan swasta saya kira juga salah satu yang paling menarik,” sambung David.

Mengenai alternatif obligasi daerah, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai hal itu bisa dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Meski tak lagi menjadi IKN, namun tentu saja Pemprov DKI Jakarta akan terus melakukan pembangunan karena kebutuhan infrastrukturnya akan terus bertambah. Selain itu, menteri yang kerap disapa Ani itu nanti juga akan mengupayakan agar pemerintah pusat tak perlu mencari utang untuk pemindahan IKN.

“Kami lihat keseluruhan kemungkinan pembiayaan, dan kami harapkan bisa seminimal mungkin (menggunakan utang, Red) untuk generasi yang akan datang,” ucapnya.

WARGA SEPAKU BELUM

NIKMATI AIR PDAM

MESKI disambut antusias oleh warga Kaltim, pemindahan ibu kota negara di PPU dan Kukar membawa kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat di kawasan yang digadang-gadang menjadi lokasi ibu kota baru. Senin (26/8), setelah diumumkan Presiden Joko Widodo, awak Kaltim Post menyambangi Desa Semoi II, Kecamatan Sepaku, PPU. Akses ke desa itu lebih dekat melalui simpang tiga Kilometer 38, Jalan Soekarno-Hatta menuju Bukit Bangkirai, yang masuk wilayah Kecamatan Samboja, Kukar.

“Iya sudah tahu dari televisi,” kata warga RT 23, Desa Semoi II, Bambang.

Pria 35 tahun itu lahir di Semoi II. Orangtuanya merupakan pendatang dari Tuban, Jawa Timur. Mendengar ibu kota negara pindah ke Kaltim bukan perkara baru yang dia dengar. Bahkan, dia mengaku sudah melihat peta di mana kira-kira lokasinya berada. “Lihat di handphone-nya teman. Kalau dilihat menyentuh daerah sini juga,” kata bapak satu anak itu.

Bambang menyebut secara keseluruhan, desanya memiliki 23 rukun tetangga (RT). Warganya punya pekerjaan utama sebagai petani. Karet dan merica menjadi dua komoditas unggulan. Kemudian, sekitar 2004, PT Palma Asia Lestari Mandiri (PALMA) disusul PT Sagita Agro Kencana (SAK) menancapkan bisnisnya di PPU. “Terjadi peralihan ketika banyak yang menjadi petani plasma,” ungkapnya.

Namun, bertani merica tidak ditinggalkan. Rempah itu terbukti membawa berkah pada 2016. Ketika harganya meroket di angka Rp 170 ribu per kilogram. Ekonomi masyarakat ikut meningkat. Bentuk dan kondisi rumah-rumah di Semoi II kini lebih banyak menunjukkan simbol kemapanan. Tak sulit menemukan warga yang memiliki kendaraan roda empat. “Tetapi setelah itu kondisi harganya terus merosot. Sekarang hanya Rp 39 ribu per kilogram,” ucapnya.

Selain bekerja di pertanian, ada warga yang menjadi karyawan PT ITCI Hutani Manunggal (PT IHM)–perusahaan patungan PT ITCI Kartika Utama dan PT Inhutani I (Persero). Dia salah satunya. Setiap pagi, dia menempuh perjalanan 34 kilometer atau sekitar 1 jam untuk sampai ke lokasi kerjanya di desa tetangga, Desa Bukit Harapan, Sepaku. “Saya kerjanya menanam pohon akasia,” ungkapnya.

Selain itu, ada warga yang menjadi pekerja di sektor pertambangan batu bara. Semoi II disebutnya tidak memiliki tambang batu bara. Warga menjadi pekerja di lokasi dekat kawasan Bukit Bangkirai. Bisa dilihat secara kasatmata di sisi kiri jalan jika berkendara menuju Sepaku. “Alhamdulillah kondisi warga di sini bisa dikatakan cukup secara ekonomi,” ungkapnya.

Soal infrastruktur, kondisi Jalan Semoi II sudah dicor. Meski ada beberapa titik masih dilakukan pekerjaan, namun kondisi ini sangat berbeda jika dibandingkan sebelum 2015. Ketika itu, kata dia, masyarakat enggan membeli mobil karena jalannya yang berbatu. “Yang diperlukan sekarang perbaikan jalan akses ke kebun warga buat angkut hasil panen,” ucapnya.

Soal fasilitas juga lengkap. Dari sekolah ada SMK, SMP, dan tiga SD negeri. Jadi, anak-anak tidak harus menempuh jarak yang jauh jika ingin memperoleh pendidikan wajib belajar 12 tahun. Fasilitas yang tidak kalah penting adalah berdirinya tiga tower telekomunikasi, meski satu tower milik salah satu operator disebut tidak berfungsi. Warga juga tak kesulitan mengakses internet. “Listrik sudah 24 jam,” sebutnya.

Untuk air, warga memang belum merasakan pelayanan PDAM. Mereka mengandalkan aliran dari mata air di perbukitan. Sedikitnya ada dua sumber. Secara swadaya dialirkan ke penampungan menggunakan pipa dengan bantuan gravitasi bumi. Jaraknya sekitar 300 meter dari desa. “Tak kering meski kemarau. Sisanya pakai sumur bor dan beberapa ada yang beli dari mobil tangki air,” ucapnya.

Terkait apakah ada perubahan selama rencana ibu kota negara bergulir ke Kaltim, dia mengiakan. Sejumlah orang dari luar mencari lahan untuk dibeli. Terbaru, lahan milik kakaknya yang ada di pinggir jalan dijual kepada warga Amborawang Laut, Samboja. Yang disebutnya mengetahui bahwa ibu kota baru juga bakal menyentuh Sepaku. “Tapi kemurahan jualnya, Rp 70 juta untuk kaveling tanah 15×33 meter. Seharusnya bisa di atas Rp 100 juta,” katanya.

Orangtua Bambang, Sarmani, lantas ikut dalam perbincangan. Soal tanah, pekan lalu ada seorang pembeli dari Jakarta datang untuk mencari lahan cukup luas. Untuk 2 hektare, sang pembeli menyiapkan dana Rp 800 juta. Namun nominal itu tidak membuat pemilik tanah tergiur. “Mintanya Rp 1 miliar,” ucapnya.

Sebelum ramai rencana ibu kota, Sarmani menyebut, harga tanah di desanya berkisar antara Rp 100–170 juta per hektare. Namun, lokasinya cukup jauh dari jalan. Harga tersebut sudah termasuk tanam tumbuh. “Sementara jika tanah dalam kondisi tidak ditanami, maka biasa dijual Rp 50 juta per hektare,” sebut kakek enam cucu dan satu cicit itu.

Sarmani dan Bambang menyebut, ada rasa gembira ketika Kaltim dipilih sebagai ibu kota negara. Artinya, pembangunan daerah akan semakin maju. Infrastruktur pun akan lebih lengkap dan memudahkan masyarakat dalam beraktivitas. Namun, ada kekhawatiran soal nasib desa mereka pada masa depan. “Kalau yang masuk pemodal besar. Kami khawatir usaha kami tersisih,” ucap Bambang yang memiliki toko keperluan pokok itu.

Selain itu, dengan bertambahnya penduduk, angka kriminalitas juga ikut tinggi. Hingga kini, Semoi II disebut tidak pernah memiliki kasus yang cukup menonjol. Kejahatan pencurian tergolong ringan. Seperti pencurian kotak infak dan mengambil hasil panen pohon karet.

“Tapi sekarang saja sudah mulai banyak yang mengincar rumah dan toko warga. Kami hampir saja menjadi korban kalau tidak istri saya memergoki. Padahal, setelannya rapi dan motornya bagus,” ucapnya. (Jawa Pos/JPG)

Exit mobile version