eQuator – Singkawang-RK. Kementerian Lingkungan Hidup (LH) akan memulihkan sekitar 1.000 hektar lahan yang rusak akibat Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kota Singkawang. Program reklamasi ini akan dimulai pada 2016.
“Memang sudah ada kepastiannya dari pemerintah pusat terkait pemulihan lingkungan ini,” ujar Abdul Latif, Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan dan Akses Terbuka, Kementerian Lingkungan Hidup saat Sosialiasi Peluang Pengembangan Kelembagaan Pertambangan Rakyat di Restoran Kampung Batu, Singkawang, Kamis (5/11) malam.
Untuk melaksanakan program tersebut, Kementerian LH sudah mengambil sampel penelitian berupa air di lahan eks PETI di Kelurahan Sagatani, Kecamatan Singkawang Selatan.
“Empat titik lahan yang akan dilakukan pemulihan. Di antaranya di Sagatani seluas 294 hektar, Pajintan seluas 297 hektar, Roban seluas 20 hektar dan Sedau luas 468 hektar,” ungkap Latif.
Namun untuk sementara, jelas Latif, lahan yang sudah diajukan untuk reklamasi seluas 4,9 hektar, yakni di kawasan Kandang Sapi, Kelurahan Sagatani, Kecamatan Singkawang Selatan. “Akan dilakukan pengerukan di lahan eks PETI di sana,” katanya.
Latif menjelaskan, pemulihan lingkungan ini sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Nawacita Presiden RI, bahwa negara hadir dalam pemulihan lingkungan. “Program ini merupakan program percontohan. Jadi tidak semuanya harus dibebankan ke APBN,” papar Latif.
Nantinya, kata Latif, pemulihan lingkungan ini bisa memanfaatkan Corporate Social Responsibilty (CSR) di Kota Singkawang atau pihak ketiga. “Kalau semuanya dibebankan ke APBN, tentu akan berat sekali. Jadi ini sifatnya stimulan untuk menggerakkan program pemulihan lingkungan,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Tim Peneliti Universitas Gajah Mada (UGM), Sutomo menjelaskan, lahan eks PETI di Singkawang bisa direklamasi. Sedangkan untuk yang masih ada aktivitas penambangan, bisa saja dijadikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Namun untuk mengubah areal PETI menjadi WPR, harus memenuni berbagai persyaratan yang telah diatur pemerintah. “Kalau sudah WPR, maka yang dilakukan dalam skala kecil dan memang pekerjanya sekaligus juragannya ya rakyat itu sendiri,” ujar Sutomo.
Untuk menjadikan WPR ini, menurut Sutomo, harus dibuat kelembagaan di tingkat lokal, dengan memerhatikan aspek ramah lingkungan dan dikontrol secara ketat.
“Namun kajian kami di Singkawang, para pelaku PETI kebanyakan dari luar Singkawang. Sedangkan untuk WPR ini syarat utamanya, pelaku pertambangan itu harus masyarakat setempat,” kata Sutomo.
Sementara itu, Sekretaris Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Singkawang, Drs H Karyadi MSi mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Singkawang sangat mendukung program reklamasi eks PETI ini. “Sementara ini kita sudah mengajukan sekitar hampir 5 hektare di daerah Kandang Sapi, Sagatani untuk dijadikan lahan percontohan pemulihan,” ungkapnya.
Laporan: Mordiadi