Kasus Napi Nyamar Jadi Guru, Bisa Jadi Ada Mafia Pedofil di Baliknya

Kasus Napi Nyamar Jadi Guru Minta Foto dan Video Syur Ribuan Anak

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – JAKARTA—RK. Begitu banyaknya korban grooming napi ”guru” menimbulkan tanda tanya. Apakah tersangka TR, 25, terhubung dengan mafia pedofil dalam beraksi. 1.300 foto dan video anak itu sangat potensial dijual untuk konsumsi mafia pedofil.

Wadir Dittipid Siber Bareskrim Asep Safrudin menjelaskan, memang foto dan video hasil grooming itu tersimpan di handphone pelaku. Bentuk penyimpanannya menggunakan email dan google drive.

”Dari situ sedang didalami,” paparnya, kemarin.

Kalau pengakuan dari tersangka, memang hanya untuk konsumsi hasrat seksualnya. Saat muncul hasratnya tersangka melihat kembali foto dan video.

”Atau malah mencari korban baru. Tapi, itu semua hanya pengakuan,” terangnya.

Maka, akan didalami adakah peran mafia pedofil dalam kasus yang korbannya bisa mencapai ribuan anak. Atau, malah foto dan video ini dijual untuk motif ekonomi. ”Ini kita lihat lagi,” terang mantan Kapolres Balerang tersebut.

Kanit IV Subdit I Dittipid Siber Bareskrim AKBP Rita Wulandari menuturkan, kemungkinan adanya pelaku lain dalam kasus ini terbuka. Memang keterangan tersangka untuk memiliki handphone di lapas itu dengan cara sembunyi-sembunyi. ”Karena pintar menyembunyikannya, tapi perlu dicek lagi,” ujarnya.

Bila ada pelaku lainnya, tentu akan dimintai pertanggungjawaban. Yang pasti, kasus ini tidak akan berhenti di sini. ”Kami terus mencegah anak menjadi sasaran kekerasan seksual semacam ini,” terangnya.

Hingga saat ini kesulitan terbesar dalam kasus ini adalah mengidentifikasi korban. Polri memahami bahwa para korban itu embutuhkan konseling. Namun, tidak bisa mengidentifikasi secara sembarangan. ”Misalnya dengan menyebar foto korban, itu tentu akan membuat dampak yang buruk bagi korban. walau identifikasi ini penting,” ujarnya.

Maka, keluarga memiliki peran penting. Dittipid Siber telah menyiapkan cara termudah dengan lapor ke polres masing-masing. Bila, merasa ada anaknya yang menjadi korban. ”Sehingga, upaya menyembuhkan korban bisa dilakukan. Ini bukan hanya persoalan menangkap pelaku, tapi melindungi anak juga,” ujarnya.

Asep menambahkan, sebenarnya ada yang perlu didalami soal kemampuan dari RT untuk bisa melakukan grooming. Apakah benar hanya karena memiliki handphone atau memang ada yang mengajarinya. Selama ini penjara terbukti sebagai school of crime. ”Apa yang dilakukan ini sebenarnya dengan profiling dulu, kemampuan yang bisa digunakan untuk banyak hal,” tuturnya. (Jawa Pos/JPG)