eQuator.co.id – Putussibau-RK. Banyaknya program membantu masyarakat miskin di Indonesia melalui kartu sakti yang diluncurkan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), malah membuat pusing Aparatur Sipil Negara (ASN) di instansi yang melaksanakannya.
Awalnya bernama Kartu Perlindungan Sosial (KPS) kemudian muncul terbaru di pemerintahan Presiden Jokowi yang bernama KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KKS (Kartu Keluarga Sejahtera). Program kartu sakti Jokowi ini bahkan menimbulkan polemik di masyarakat. Karena banyak warga sasaran yang layak menerima, malah tidak mendapatkan kartu tersebut. Bahkan alokasinya terpangkas, karena sistem pendataan yang masih tumpang tindih.
Kabid Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial (Disnakertransos) Kapuas Hulu, Rustini mengatakan, pendistribusian KIS, KKS dan KIP dilakukan pemerintah pusat melalui Kantor Pos. Penerima kartu masih mengacu pada Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011. “Sehingga tidak ada perubahan, maka yang meninggal dan sebagainya mendapatkannya. Namun tahun 2015 ada verifikasi dan validasi data oleh pihak ketiga yang dibiayai Kemensos. Namun sampai saat ini datanya belum clear, belum diterima Dinsos,” ujar Rustini di kantornya, Jumat (26/8).
Memang pengalokasian kartu sakti tersebut sudah terintegrasi, seperti KKS yang menjadi kewenangan Disnakertransos. Namun jumlah penerimanya masih berpatokan pada data penerima Raskin (Beras Miskin), kemudian KIP kewenangannya ada di Diknas dan KIS menjadi tufoksi BPJS. “Kalau data penerima Raskin Kapuas Hulu itu sekitar 14.000 kepala keluarga (KK),” kata dia.
Rustini mengaku bingung, karena banyaknya jumlah kartu yang memiliki tujuan mirip dan selalu berganti nama itu.
Sementara Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Oktaviantika mengatakan, untuk menentukan siapa yang berhak menerima KKS, berdasarkan data Raskin yang dikeluarkan Kemensos melalui Kantor Pos.
“Hanya perubahan nama. Penyerahan ada dua sistem dari TKSK langsung ke masyarakat di desa atau dari Kantor Pos melalui kelurahan,” kata Oktaviantika.
Hanya saja kata dia, saat perubahan nama program kartu tersebut, tidak ada disosialisasikan. Kemudian datanya juga belum diverifikasi.
Pemanfaatan KKS untuk mengambil Raskin dan kompensasi lainnya yang disalurkan pemerintah. Karena masih menggunakan data lama, akhirnya penyaluran KKS, KIP maupun KIS jadi tidak merata. Malah mendapat banyak sorotan masyarakat.
Terpisah Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kapuas Hulu, Guntur Prahara menjelaskan, tahun 2015 pihaknya sudah melakukan pemutakhiran data. Dengan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) melalui forum konsultasi publik. “Semua kita undang, baik Kades, RT, lurah. Setelah itu list keluar mana yang sudah dan belum juga didata. Untuk KIP, KIS, KKS kita sudah melakukan pemutakhiran data secara keseluruhan. Apakah dipakai atau tidak, itu di TNP2K. Karena di TNP2K pusat itu ada item, mana yang menentukan menerima KIP, KIS. Kalau kita hanya update secara keseluruhan,” jelas Guntur.
Berdasarkan pendataan terhadap rumah tangga (Ruta) terendah di Kapuas Hulu melalui PPLS tahun 2008, ada sebanyak 19.462 Ruta. Kemudian hasil PPLS tahun 2011 sebanyak 25.145 Ruta, ditambah berbagai program dari Dinsos. Selanjutnya dibawa ke level forum konsultasi publik dapatlah ada 35.781 Ruta. Namun setelah didata ke lapangan melalui PBDT, menjadi 35.972 Ruta.
“Dari total Ruta yang ada di Kapuas Hulu, TNP2K meng-cut 40 persen Ruta terendah. Sehingga dari total 35.972 Ruta hasil pendataan PBDT tahun 2015, ternyata hanya 26.579 Ruta di Kapuas Hulu yang dianggap sebagai Ruta terendah atau meningkat 1.434 Ruta (5,7 persen) dibanding tahun 2011,” ungkap Guntur.
Laporan: Andreas
Editor: Hamka Saptono