Masih ingat hingar bingar Pemilihan Presiden 2014 yang bertaburan black campaign, terutama di media sosial (Medsos)? Model kampanye hitam menjelek-jelekkan rival politik tersebut masih ada saat proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tujuh kabupaten (Sambas, Bengkayang, Sintang, Melawi, Sekadau, Kapuas Hulu, dan Ketapang) di Kalimantan Barat. Untung saja, intensitasnya jauh lebih rendah.
Pemilik Akun FB
Diinterogasi Polisi
Pontianak-Sambas-RK. Dugaan black campaign via Medsos yang dilakukan sejumlah pemilik akun Facebook (FB) sempat ditemukan di Kabupaten Sambas beberapa minggu lalu. Beruntung, Kapolres AKBP Sunario bereaksi cepat.
Temuan tersebut langsung dibawa ke Pontianak untuk dibahas di Markas Polda Kalbar dalam Rapat Khusus Pam Pilkada yang dipimpin langsung Kapolda Brigjen Pol Arief Sulystianto.
“Kita langsung sinergisitaskan permasalahan ini bersama instansi terkait dan seluruh elemen masyarakat Sambas,” terang Arief melalui Kabid Humas AKBP Arianto kepada Rakyat Kalbar, Sabtu (5/12).
Giat preventif-persuasif pun dihelat, dengan mengadakan pertemuan bersama masing-masing Tim Sukses (Timses) Pasangan Calon (Paslon) di Markas Polres Sambas. Namun, Si Pemilik Akun FB tak dibiarkan begitu saja.
“Diinterogasi. Setelah itu, sejumlah pemilik akun Facebook berjanji tidak akan mengulangi lagi dan akun-akun Facebook yang dinilai melakukan black campaign itu langsung dinonaktifkan oleh masing-masing pemiliknya,” papar Arianto.
Salah satu pemilik Akun FB yang sempat dilaporkan oleh Kapolres Sambas kepada Kapolda Kalbar dalam rapat tersebut milik seorang pria berinisial JW. Si Pemilik Akun mengklarifikasi bahwa dia hanya membuat status keluhan terhadap temannya.
“Saya hanya membuat status yang menyebutkan teman saya sekarang sombong. Menurut saya, itu tidak masuk dalam black campaign,” ujar JW.
Apa yang terjadi di Sambas, Arianto melanjutkan, masuk kategori hate speech seperti yang pernah diingatkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti melalui edarannya beberapa waktu lalu. “Kapolri dalam upaya preemtif telah mengeluarkan surat edaran terkait ujaran kebencian bernomor SE/06/X/2015 pada 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian,” tuturnya.
Dalam edaran itu, pada hakekatnya kepolisian memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait bentuk-bentuk ujaran kebencian. Kemudian tentang langkah-langkah yang dilakukan kepolisian dalam menangani ujaran kebencian.
“Tentunya, SE Kapolri ini mencegah terjadinya tindakan ujaran kebencian, termasuk saat suasana Pilkada,” ujar Arianto.
Yang diharapkan polisi, penindakan model preventif-persuasif dapat memberikan efek jera bagi kelompok-kelompok atau individu di masyarakat yang aktif melontarkan pernyataan-pernyataan mengandung kebencian dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal melalui Medsos.
“Jadi SE Kapolri ini juga mengantisipasi adanya provokator di masyarakat,” tukasnya.
Arianto mengimbau kepada seluruh masyarakat di tujuh kabupaten yang sedang melaksanakan Pilkada serentak untuk tidak terprovokasi isu-isu miring terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). “Ingat, Pemilu merupakan pesta demokrasi sehingga mempunyai nilai strategis dipandang dari sudut regional, nasional, maupun internasional. Mari, kita jadi peserta Pemilu yang cerdas, bermartabat, dan berintegritas,” ajak dia.
Terkait dengan black campaign melalui Medsos yang terjadi di Sambas, secara umum hal tersebut sudah diselesaikan. “Tidak ada permasalahan lagi,” tegas Arianto, seraya menambahkan sampai saat ini belum ada laporan kasus tindak pidana Pemilu yang masuk ke Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Terpisah, Kapolres Sambas AKBP Sunario melalui Kasat Reskrim AKP Eko Mardianto mengamini telah memanggil pembuat status provokasi, termasuk menyikapi laporan langsung dari Timses Paslon.
Terkait perkara yang sampai-sampai dibahas di tingkatan Polda Kalbar, dipaparkan Eko, bermula dari status seseorang yang menyudutkan dan memprovokasi pada Akun FB Aspirasi Masyarakat Kabupaten Sambas (AMKS) dan Akun FB Agen Perubahan Untuk Sambas (APUS).
Status tersebut menyebabkan perdebatan, bahkan salah anggota partai pengusung Paslon yang disudutkan sempat mendatangi Si Pembuat Status untuk mempertanyakan maksud dari status yang dibuatnya itu.
Menurut Eko, Polres Sambas telah mengundang semua Timses Paslon untuk mediasi di Mapolres Sambas pada 8 September lalu yang juga dihadiri Ketua Panwaslu Sambas, Iskandar.
“Dalam mediasi tersebut, ketiga tim sepakat untuk menjaga sikap, serta menjaga tingkah laku anak buahnya terutama di dalam pengelolaan media sosial,” jelasnya.
Eko menegaskan, sejak kasus tersebut hingga sekarang, pihaknya masih memantau status-status di Akun FB yang berkaitan dengan Pilkada Sambas. Terlihat banyak perubahan, karena Administrator Akun Grup FB lebih selektif. “Kita telah meminta admin grup untuk memonitor setiap isi status yang dibuat,” tandasnya.
Laporan: Achmad Mundzirin dan M. Rido
Editor: Mohamad iQbaL