Jouhari Divonis 14 Tahun Penjara

ilustrasi. net

eQuator – SINGKAWANG-RK. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Singkawang yang dipimpin Sri Hasnawati menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Jouhari Rizki, pembunuh Nanang Norman Idris alias Jupe.
“Yang memberatkan terdakwa adalah apa yang dilakukannya meresahkan masyarakat, dilakukan secara keji, dan terdakwa pernah dihukum,” kata Sri Hasnawati, Ketua Majelis Hakim PN Singkawang saat Sidang Putusan, Selasa (3/11).
Sedangkan yang meringankan Jouhari Rizki sehingga Majelis Hakim menjatuhkan vonis 14 tahun penjara, lantaran yang bersangkutan berlaku sopan selama persidangan.
Sementara itu, Kuasa Hukum Jouhari, Agus Riyanto mengungkapkan, Majelis Hakim memutuskan kalau kliennya melanggar Pasal 338 KUHP. Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjeratnya dengan Pasal 364 ayat (3) KUHP. Hal ini berarti putusan tersebut tidak terikat.
“Namun secara umum sebagai kuasa hukum terdakwa, kita menganggap vonis yang dijatuhan bersifat adil, karena 14 tahun bukanlah waktu yang
sebentar,” kata Agus yang didampingi Charly Nobel.
Terpisah, pihak keluarga Jupe justru menilai vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut terlalu ringan. Seperti yang disampaikan abang kandung Jupe, Junan. “Seharusnya dia dihukum mati,” katanya saat ditemui wartawan di halaman PN Singkawang usai persidangan.
Junan mengaku kurang puas terhadap putusan Majelis Hakim yang hanya memvonis Jouhari 14 tahun penjara. Selain dikarenakan perbuatan kejinya terhadap Jupe, sebelumnya terdakwa pernah terlibat dalam kasus kejahatan.
“Terdakwa pernah menjalani hukuman di penjara, bukannya memperbaiki diri malah melakukan kejahatan lagi. Dengan hukuman 14 tahun penjara seperti vonis hakim, berarti begitu keluar nanti, usianya 32 tahun, karena saat ini terdakwa berusia 18 tahun,” kata Junan.
Tidak ada yang bisa menjamin, kalau setelah menjalani hukuman selama 14 tahun itu, Jouhari tidak melakukan kejahatan lagi. “Alhamdulillah kalau dia bisa bertaubat, tetapi kalau tidak, siapa yang akan bertanggungjawab nanti, begitu dia keluar itu usianya masih 32 tahun,” ujar Junan.
Terpisah, orangtua Jouhari, Adang mengaku menerima dengan lapang dada atas vonis Menjelis Hakim PN Singkawang terhadap anaknya yang telah menghilangkan nyawa seseorang.
Diberitakan sebelumnya, setelah menolak “dikaraoke”, warga Jl Hansip, Kelurahan Sekiplma, Kecamatan Singkawang, Jouhari, 18, langsung menggorok leher Nanang Norman Idris alias Jupe, 28, dengan pisau dapur. Bahkan sampai tiga kali.
“Pertama dia bukan resleting celana saya, saya tutup lagi. Selanjutnya (Jupe, red) memaksa. Langung saya ambil pisau diam-diam, langsung saya gorok,” kata Jouhari ditemui di Mapolres Singkawang, Minggu (31/5) lalu.
Jouhari berkenalan dengan Jupe sejak sekitar satu bulan sebelum pembunuhan. Sejak perkenalan itu, setidaknya sudah dua kali keduanya jalan bersama-sama. Selanjutnya, pada Kamis (28/5) Jupe menghubungi Jouhari untuk jalan-jalan lagi.
Kedua pun berjanji untuk ketemuan di Tarakan. Jouhari tiba lebih dahulu diantar temannya, Dr, 17 dan menunggu di tempat Pangkas Rambut di dekat Tarakan. Tidak beberapa lama Jupe pun menghubunginya, menanyakan posisinya.
Jupe tiba ke tempat Pangkas Rambut di dekat Tarakan itu usai menjadi supporter volleyball di Mess Daerah Singkawang. Jupe mengendarai sepeda motor Yamaha Mio GT bernomor polisi KB 2429 TP.
Jouhari dan Jupe pun jalan-jalan bersama menggunakan sepeda motor Jupe menuju Jalan Kacang, Kelurahan Sekiplama, Kecamatan Singkawang Tengah. Di tempat yang lumayan jauh dari pemukiman penduduk itu, keduanya pun berhenti. “Dia (Jupe, red) yang mengajak ke Jalan Kacang,” aku Jouhari.
Keduanya mengobrol, saling bertanya apakah sudah memiliki pacar atau belum. Cukup lama dia mengobrol, bahkan hingga Jumat (29/5) sekitar pukul 03.00. Lalu Jupe ingin mencium, tetapi Jouhari menolaknya.
Selanjutnya, Jupe ingin “karaoke” dengan langsung membuka resleting, tetapi Jouhari menolaknya dan langsung menutup kembali resletingnya. Merasa ditolak Jupe pun mulai memaksa dan sudah berlutut, tepat di depan Jouhari yang setengah duduk di sepeda motor.
Di tengah “kesibukan” Jupe tersebut, Jouhari mengambil pisau dapur di belakangnya dengan tangan kiri. Hal itu dilakukan dengan sangat hati-hati, sehingga Jupe tidak menyadarinya. Apalagi kondisinya saat itu sangat gelap.
“Pisau itu memang sering saya bawa, biasa untuk mengupas asam atau jambu malam-malam ketika ngumpul sama kawan-kawan, ngambil asam atau jambu milik orang,” aku Jouhari. Tetapi belakangan, Jouhari mengaku memang sengaja mengasah dan membawa pisau tersebut untuk menghabisi nyawa Jupe.
Selanjutnya, Jouhari memindahkan pisaunya, dari tangan kiri ke kanannya, melalui belakang Jupe yang sedang berlutut tersebut. Tanpa pikir panjang, pengangguran itu pun langsung bergerak cepat ke belakang Jupe dan menggorok lehernya.
Setelah luka menganga di lehernya, Jupe masih bisa berdiri dan berlari ke arah Perumahan Kalisa seraya berkata “Kau kenapa, apakah kau kerasukan setan,” kata Jouhari menirukan ucapan Jupe.
Baru berlari sekitar sepuluh meter, Jupe langsung lemas dan bertekuk lutut. Jouhari pun menghampirinya. Tiba-tiba Jupe menggenggam mata pisau dengan kedua tangannya, berusaha merebut pisau sepanjang 28 centimeter dan lebar tidak sampai dua jari orang dewasa tersebut.
Jouhari pun berusaha keras untuk menarik pisau dari genggaman Jupe. Saling tarik pun tidak dapat dihindarkan. Saat itulah ujung mata pisau yang tidak runcing itu menusuk pipi kanan Jupe. Tetapi, tangannya yang sudah berlumuran darah itu, masih kuat menggenggam mata pisau.
Lantaran genggaman Jupe tidak kunjung terlepas, Jouhari pun memegang tangan kanan Jupe dengan tangan kirinya seraya menarik pisau tersebut dengan tangan kanan. Akibatnya lengan kiri Jouhari pun tertusuk pisau yang membutuhkan 30 jahitan.
Merasa tangan kirinya terluka, Jouhari pun menghentakkan tangannya untuk menarik pisau dari genggaman Jupe. Upaya berhasil dan kembali menggorok leher Jupe, lagi-lagi dari belakang.
Jupe yang sempoyongan dan hendak masuk parit, masih sempat menarik Jouhari. Mantan narapidana kasus cabul ini pun kembali menggorok leher Jupe untuk ketiga kalinya, hingga keduanya jatuh ke parit. Jupe jatuh tertelungkup di parit dan tidak bergerak lagi, karena nyawanya sudah melayang.
Jouhari pun naik dari parit tersebut, saat yang bersamaan terdengar kumandang azan Subuh. Dia pun memungut barang-barang Jupe seperti tas, sandal, kaca mata. Semua barang itu dimasukkannya ke tas. Setelah semuanya beres, Jouhari kembali melihat mayat Jupe yang tertelungkup sekitar beberapa menit.
Setelah dipastikannya Jupe tidak bergerak lagi di parit, barulah Jouhari pergi menggunakan sepeda motor Jupe menuju rumah temannya, Dr, di Gg Masjid, bersebelahan dengan gang tempat tinggalnya di Jalan Hansip.
Selanjutnya Jouhari menghubungi Dr via selular dan mengatakan kalau dia sudah sampai di rumah. Tidak beberapa lama, Dr pun pulang. Setibanya di rumah, Dr mendapati Jouhari dengan pakaian berlumpur dan wajahnya nampak pucat. Dia juga melihat di tangan kiri Jouhari mengalir darah segar.
Melihat Jouhari terluka itu, hari itu juga sekitar pukul 05.30, Dr pun langsung membawa Jouhari ke Rumah Sakit DKT Singkawang. Kepada dokter, Jouhari beralasan kalau luka itu didapatinya karena terjatuh. Walaupun dokter merasa curiga melihat luka tersebut, dia tetap mengobatinya.
Luka di lengan kiri Jouhari itu pun mendapatkan 30 jahitan. Sementara luka-luka kecil lainnya, baik di dekat jempot kanan maupun di belakang tangan kiri, hanya diobati biasa saja.
Tetapi, baik Jouhari maupun Dr tidak mempunyai uang untuk membayar biaya berobat tersebut. Jouhari pun menjaminkan Handphone (Hp) milik Jupe ke pihak RS DKT.
Sepulangnya dari DKT, Jouhari mengajak Dr untuk melihat mayat Jupe di Jalan Kacang. Mereka pun meluncur, dan masih melihat mayat Jupe tertelungkup di dalam parit. “Tidak singgah lagi, hanya lewat. Lalu saya bilang ke Dr, itu mayatnya,” kata Jouhari.
Kemudian Jouhari dan Dr kembali ke rumahnya masing-masing. Pada Sabtu (29/5) pagi, Jouhari menitipkan motor Jupe di parkiran Warung Internet (Warnet), tempatnya biasa main internet.
Sementara Dr mengaku hanya mengantar Jouhari untuk bertemu dengan Jupe ke tempat yang telah dijanjikan. “Saya hanya mengawankan dia menemui bencong, katanya mau jalan, tetapi tidak tahu ke mana,” kata anak yang masih di bawah umur ini.
Dr mengetahui Jouhari telah menghabisi Jupe, ketika Jouhari pulang dalam keadaan berlumuran lumpur dan tangan kirinya terluka. “Dia (Jouhari, red) cerita ke saya. Barang-barangnya diambil, katanya mau bagi dua dengan saya. Saya pun bersihkan baju dan luka dia, karena bau amis, lalu ngamankan di rumah sakit,” ceritanya.
Menurut Kasipidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Singkawang, Indra Effendi SH, Dr telah divonis tujuan penjara oleh Majelis Hakim yang terdiri atas Sri Hasnawati, Patra Sianipar dan Guntur N pada 9 Juli lalu. Majelis beranggapan Dr hanya terbukti sebagai penadah sesuai Pasal 480 KUHP.
Atas vonis ringan terhadap Dr tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan upaya banding. “Banding sudah kita sampaikan pada 13 Juli dan keputusannya Dr dijatuhi hukuman tiga tahun penjara,” kata Indra.
Sejak awal, JPU menyatakan Dr dengan dakwaan primair, Pasal 340
KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Dakwaan subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Lebih subsidair Pasal 365 ayat (3) juncto Pasal 155 ayat (1).
JPU membuktikan dakwaan lebih subsidair yakni Pasal 365 ayat (3) jucto Pasal 155 ayat (1) KUHP dan menuntut terdakwa dengan tujuh tahun potong masa tahanan. “Hakim memutuskan apa yang kita dakwaan tidak terbukti. Dr dihukum karena penadahan,” cerita Indra.
Dari fakta persidangan, kata Indra, pihaknya beranggapan Dr mempunyai peranan dalam pembunuhan terhadap Jupe. Ada kerjasama yang dilakukan antara Jouhari dengan Dr. Ada komunikasi mulai dari awal merencanakan, saat melaksanakan dan setelah melakukan perbuatan. Meski saat eksekusi Dr tidak bersama Jouhari.

Laporan: Mordiadi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.