eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai tidak tepat pemberian pertanyaan sebelum pelaksanaan debat. Menurut pria yang juga menjadi dewan pengarah tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Ma’uf Amin itu, debat dipergunakan untuk mengukur kemampuan capres-cawapres. Bukan tim sukses mereka.
JK yang berpengalaman tiga kali terlibat dalam kontestasi capres-cawapres menuturkan, pertanyaan-pertanyaan saat debat itu ditujukan untuk mengukur pengetahuan capres-cawapres. Terutama untuk persoalan-persoalan yang harus dihadapi dan diputuskan sendiri.
”Kalau itu dibuka duluan, berarti yang menjawab tim. Padahal, yang mau diuji adalah yang bersangkutan pribadi. Jadi, saya sendiri kurang pas untuk melihat itu pertanyaan,” ucap JK di kantor wakil presiden kemarin (8/1).
Maka, bila yang menjawab adalah tim sukses, tentu yang layak menjadi presiden atau wakil presiden adalah tim sukses tersebut. Padahal, dengan jawaban-jawaban dari pertanyaan dadakan yang diberikan itu, masyarakat atau publik bisa menilai secara pribadi. ”Menurut saya, itu kan menguji kemampuan supaya publik mengetahui bagaimana calon ini. Kedua belah pihak, di mana-mana begitu,” tegas mantan ketua umum Parta Golkar tersebut.
Meski begitu, JK tetap menyerahkan kepada KPU aturan main dalam berdebat. Meski, dia sebenarnya punya catatan panjang . ”Secara pribadi saya pikir jawaban itu tidak menandakan jawaban yang asli,” tegasnya.
Selain soal debat capres-cawapres, JK menilai visi-misi capres belum ditampilkan dengan baik selama masa kampanye. Padahal, sejak awal semestinya visi-misi calon itu disosialisasikan agar perdebatan yang muncul terkait visi-misi tersebut. ”Karena tidak ada bahan perdebatan, maka macam-macam lah yang dibuat isunya karena tidak ada suatu bahan yang bisa dikritik.Yang dikritik hanya perilaku,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan bahwa tidak semua sesi debat menggunakan sistem pertanyaan terbuka. ”Hanya dua segmen yang pertanyaannya diberikan. Itu adalah pertanyaan panelis,” terangnya di KPU kemarin. Selain itu, nantinya pertanyaan dari panelis saat debat berlangsung juga diacak.
Dalam kondisi tersebut, sebenarnya paslon tidak benar-benar diberi tahu pertanyaan apa yang akan diajukan alias setengah terbuka. Setelah itu, ada dua segmen yang pertanyaannya murni dari masing-masing kandidat. Dengan demikian, mereka tidak akan tahu juga apa yang akan ditanyakan lawan debatnya. ”Jadi, kami desain acara debat menjadi lebih debat,” lanjut mantan komisioner KPU Jatim tersebut.
Dia menjamin sesi panelis jauh berbeda dari sekadar memberikan soal untuk ujian. Soal ujian, jelas dia, ketika peserta sudah menjawab, ujian dinyatakan selesai. ’’Tapi, kalau debat, selesai jawab, saya akan tanya, kenapa kok kamu jawabnya begitu,’’ tambahnya. Kemudian, peserta juga akan menanggapi, sehingga sesi berlangsung dinamis. ’’Itulah debatnya,’’ pungkasnya. (Jawa Pos/JPG)