Infrastruktur Kelistrikan Meningkatkan Sektor Industri

SEMINAR. Machnizon Masri memberikan materi dalam acara seminar nasional yang diadakan oleh Fakultas Teknik Untan Pontianak, Rabu (19/12). Nova Sari-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Infrastruktur kelistrikan yang tercukupi dapat menggeliatkan pertumbuhan ekonomi. Namun dibutuhkan pembangunan infrastruktur serta kehandalan listriknya.

“Seperti penggunaan energi bersih harus menciptakan multiplier effect ekonomi dan menciptakan lapangan kerja untuk anak bangsa,” ungkap Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran, dalam acara seminar nasional yang diadakan oleh Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura (untan) Pontianak, Rabu (19/12).

Seminar yang mengusung tema ‘Percepatan Infrastruktur Kelistrikan Kalbar Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Energi Bersih’ ini menghadirkan beberapa narasumber dari Kemenristek Dikti, Bappeda, Kementerian Perindustrian, DEN dan PT PLN (Persero). Ketercukupan energi listrik memegang faktor penting dalam upaya pencapaian target pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen. Kontribusi listrik baik dari pembangkit tenaga fosil maupun non fosil memberikan kontribusi 5-15 persen dalam pertumbuhan sektor industri. Tanpa infrastruktur listrik yang cukup, handal dan berkualitas tidak mungkin industri dapat bergeliat serta memberikan efek positif pada pertumbuhan ekonomi.

Penyediaan listrik untuk industri juga mulai dituntut untuk mempertimbangkan aspek lingkungan di tengah maraknya kampanye penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diserukan internasional.

“Menanggapi isu climate change, faktor penggunaan renewable energi untuk menghasilan produk industri menjadi hal yang banyak dipertimbangkan oleh negara-negara tujuan ekspor Indonesia,” sebutnya.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, terdapat dua kawasan industri di Kalbar yang termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN). Yaitu Kawasan Industri Ketapang dan Kawasan Industri Mandor. “Kedua kawasan industri ini diprediksikan akan menyerap tenga kerja hingga 40.000 tenaga kerja dengan kebutuhan listrik masing-masing 300 MW dan 350 MW,” terangnya.

Kasubdit Pengembangan Kawasan Industri Kementerian Perindustrian, Bayu Fajar Nugroho menyampaikan, permasalahan infrastruktur, kemampuan tenaga kerja serta minat swasta merupakan isu strategis dalam pengembangan industri di luar Jawa. “Terlebih ditambah dengan belum dipersiapkannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) khususnya peruntukan kawasan industri oleh pemerintah kabupaten/kota,” tuturnya.

Direktur bisnis PLN Regional Kalimantan, Machnizon Masri menyampaikan, rencana infrastruktur kelistrikan dan prospek demand di Kalimantan. Berdasarkan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027, PLN akan membangun pembangkit dengan total kapasitas sebesar 3.869 MW di seluruh Kalimantan sampai tahun 2025.

“Tambahan pembangkit ini menggunakan bahan bakar batubara, gas dan energi terbarukan yang berasal dari biogas, biomass dan air (hydro),” katanya.

Selain infrastruktur pembangkit, PLN juga gencar membangun jaringan transmisi untuk interkoneksi sistem kelistrikan di seluruh Kalimantan. Seperti saat ini jaringan kelistrikan di Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah telah terhubung melalui jaringan transmisi dalam satu sistem interkoneksi.“PLN merencanakan Kalbar akan terhubung dalam interkoneksi ini pada tahun 2020,” sebutnya.

Dengan terhubungnya jaringan di seluruh pulau Kalimantan, maka keandalan sistem akan semakin baik dan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik per kilo watt hour (kWh) akan semakin rendah. Sesuai dengan konferensi Paris (COP-21) yang dihadiri oleh Presiden, Indonesia bersama dengan 195 negara lainnya telah sepakat untuk bersama-sama menurunkan emisi karbondioksida dan menjaga kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat celcius. Sejalan dengan realisasi komitmen ini, PLN berencana untuk meningkatkan pemanfaatan pembangkit berbahan bakar energi baru dan terbarukan di dalam RUPTL 2019-2028 sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing wilayah.

Pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) tetap memperhatikan keseimbangan supply-demand, kesiapan sistem dan keekonomian. “Pengembangan EBT juga sejalan dengan program peningkatan rasio elektrifikasi (RE) di Indonesia sebesar 99% pada tahun 2019,” katanya.

Machnizon, mengatakan realisasi rasio elektrifikasi di seluruh Indonesia saat ini sebesar 98%, namun untuk provinsi Kalbar termasuk ke dalam provinsi dengan realisasi rasio elektrifikasi yang rendah.

“Rasio elektrifikasi di Kalbar berada di angka 86,3%. Artinya dari 100 penduduk di Kalbar, masih terdapat 14 orang yang belum mendapatkan akses tenaga listrik dari sisi kesiapan infrastruktur PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik di sektor industri,” Katanya

Dalam hal ini Machnizon menyampaikan bahwa PLN selalu siap untuk menyediakan listrik di kawasan industri yang termasuk proyek strategis nasional. Keoptimisan ini dibuktikan dengan keberhasilan PLN menyelesaikan salah satu proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan kapasitas 2×50 MW yang berlokasi di Tanjung gundul Kabupaten Bengkayang.

“1 dari 2 unit pembangkit tersebut telah dioperasikan secara komersial pada bulan Desember ini. Dengan beroperasinya PLTU ini maka supply listrik di Sistem Khatulistiwa semakin andal dengan ketersediaan daya yang berlebih atau surplus,” paparnya.

Apalagi akselerasi pembangunan infrastruktur kelistrikan merupakan suatu keharusan yang tidak boleh tertunda agar setiap kawasan dapat tumbuh dan kompetitif. Berbagai stakeholder harus bersinergi dan saling mendukung, terutama pemerintah daerah yang akan memperoleh manfaat lebih besar untuk kesejahteraan rakyat di daerahnya. “Selain itu, percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan perlu diikuti scenario pemanfaatan untuk sector industry,” pungkasnya. (nov)