eQuator – Hujan bakal terus turun. Pemerintah menyatakan akan kembali mengintensifkan operasi hujan buatan dalam golden times ini. Empat pesawat terbang difokuskan untuk melakukan penyemaian awan di wilayah-wilayah tertentu. Diyakini, jumlah hotspot menurun, jarak pandang dan kualitas udara membaik secara signifikan.
”Hujan mulai merata di Sumatera dan Kalimantan di lima hari terakhir ini,” ungkap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, kemarin.
Jika sebelumnya banyak wilayah yang memiliki kualitas udara pada level berbahaya, Ahad (31/10) sore, kondisi kota di wilayah Sumatera dan Kalimantan berada pada level baik-sedang. Khususnya, untuk wilayah Riau dan Palangkaraya.
Di Pekanbaru 21,12 baik, Jambi 135,16 sedang, Palembang 222, 9 tidak sehat. Sedangkan, untuk wilayah Kalimantan, di Pontianak 57,72 sedang, Samarinda 59,19 sedang dan Palangkaraya 103,42 sedang.
”Untuk wilayah Banjarbaru alatnya sedang rusak, namun dipastikan disana kondisinya sedang,” ungkapnya.
Hujan memang terpantau di beberapa wilayah dengan intensitas rendah hingga tinggi. Di wilayah Riau hujan turun secara merata dengan intensitas tinggi. Sedangkan untuk kota Palembang memiliki intensitas sedang, di Kota Pangkal Pinang intensitas ringan hingga sedang, dan sisanya hanya mengalami hujan ringan. Begitu juga dengan wilayah Kalimantan yang memiliki intensitas hujan ringan.
Sutopo pun menjelaskan sebanyak 284,9 tin garam ditaburkan untuk intensifkan hujan buatan. ”Banyak potensi hujan dan awan-awan potensial untuk mempercepat dan meningkatkan intensitas hujan,” jelasnya.
Operasi hujan buatan ini pun dilakukan oleh 4 pesawat terbang. Yakni, 3 pesawat Casa dan 1 pesawat CN-295. Semua pesawat tersebut ditempatkan di Pekanbaru, Palembang, Pontianak, dan Palangkaraya.
Penaburan garam pun difokuskan pada beberapa titik. Di Sumatera Selatan difokuskan pada pesisir timur Banyuasin. Kalimantan Barat difokuskan di Kabupaten Kubu Raya, Landak, dan Sanggau. Kalimantan Selatan difokuskan di Kotawaringin Barat (Pangkalan Bun Area), Seruyan, Kotawaringin Timur (Sampit Area), Katingan, Pulau Pisau dan Palangkaraya. Kalimantan Tengah difokuskan di Gunung Mas.
Kualitas udara yang semakin membaik ini juga berkorelasi dengan jumlah titik panas atau hotspot yang menurun.”Kalau kemarin (30/10) Kalimantan yang sedikit, Sumatera yang meningkat, sekarang kebalikannya,” ungkapnya. Namun, data yang didasarkan pada satelit tersebut juga dipengaruhi pada kondisi awan menutupi wilayah atau tidak.
Berdasarkan pantauan satelit Terra Aqua, untuk wilayah Sumatera, hanya terdapat 46 titik yang semula jumlahnya ratusan. Di Lampung 11 titik dan Sumatera Selatan 35 titik. Sedangkan, untuk wilayah Kalimantan naik dratis menjadi 187 titik. Di Kalimantan Barat 1, Kalimantan Selatan 5, Kalimantan Tengah 25, Kalimantan Timur 155 dan Kalimantan Utara 1.
Begitu pula dengan jarak pandang, jika sebelumnya rata-rata kurang dari 500 meter, namun saat ini sudah menjauh. Di Padang 4000 meter, Pekanbaru 7000 meter, Jambi 2800 meter, Palembang 800 meter, Pontianak 2000 meter, Palangkaraya 1500 meter, dan Banjarmasin 6000 meter.
”Meski masih berasap dan beberapa daerah beberapa waktu cerah berawan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad menyebutkan bahwa perlu adanya Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perpu) yang menetapkan bencana kebakaran, banjir dan longsor tidak masuk ke dalam kategori force major. Khususnya, pada kebakaran hutan saat ini.
”Ketakutan pemerintah dalam menetapkan sebagai bencana nasional, karena takut kerugian di tanggung oleh pemerintah,” ungkapnya.
Padahal, itu disebabkan secara sengaja oleh manusia. Melalui Perpu ini tak hanya operasi penanggulangan akan terpadu namun juga memberikan efek jera dan membuat perusahaan tidak akan lepas tangan.
Terkait hal terseebut, Direktur Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyebutkan bahwa Perpu baik adanya. ”Ini menjadi usulan baik, pencegahan ini akan kita kaji kembali apa yang perlu ditambahkan di dalam Perpu tersebut,” jelasnya.
Memasuki November, curah hujan di Indonesia, khususnya wilayah kebakaran hutan semakin tinggi. Selain itu, frekuensi hujan juga semakin rapat.
“Tapi masih belum merata, karena masih awal November,” kata Kasubdit Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Hary Tirto Nugroho, di Jakarta.
Dia mencontohkan, sore kemarin, telah terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kemudian hujan juga dilaporkan terjadi di kawasan Jambi dan di Palembang.
“Di dua wilayah yang terkena kabut asap ini (Jambi dan Palembang, red), hujannya juga belum merata,” jelas dia.
Hary menjelaskan, hujan yang turun di Jambi dan Palembang intensitasnya rendah hingga sedang. Berdasarkan peta prakiraan curah hujan November, curah hujan di sebagian wilayah pulau Sumatera masuk kategori normal. Artinya, musim kemarau panjang sudah selesai. Curah hujan di November diperkirakan masih rendah atau di bawah normal untuk wilayah Lampung dan sebagian Sumatera Selatan.
Sementara, peta curah hujan November di Kalimantan juga diperkirakan sudah kembali normal. Kecuali di daerah sepanjang garis pantai bagian selatan Pulau Kalimantan yang menghadap ke Laut Jawa.
Kondisi sebaliknya terjadi di Jawa. Sebagian besar wilayah Jawa Timur, curah hujannya masih kategori di bawah normal. Sementara untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, November ini diperkirakan sudah mulai diguyur hujan. (Jawa Pos/JPG)