eQuator – Rakyat Kalbar. Dokter Rica Tri Handayani akhirnya ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Minggu (10/1) malam. Dicari sejak 30 Desember tahun lalu, Rica bersama putranya Zafran Alif Wicaksono yang heboh diberitakan hilang itu ditemukan anggota Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Senin (12/1) pagi, dari Pangkalan Bun, Rica langsung diterbangkan ke Yogyakarta. Ia dijemput Kanit Jatanras Polda DIY, AKBP Ganda Saragih, bersama seorang anggota piket pengamanan bandara Iskandar, Pangkalan Bun. Saat ditemukan, Rica berencana terbang dari Pangkalan Bun ke Semarang dengan menumpang pesawat Kalstar Aviation.
“Sudah ditemukan di Pangkalan Bun tadi malam (Minggu malam, red),” ucap singkat AKBP Anny Pudjiastuti, Kabid Humas Polda DIY, seperti dilansir JPNN.com.
Saat ini, Rica dan putranya bersama tiga orang lainnya yang hilang asal Boyolali, Jawa Tengah, sudah berada di Polda DIY untuk dimintai keterangan setelah sempat diperiksa anggota Polres Kobar.
Anny menuturkan, kondisi fisik Rica dan putranya sehat. Hanya psikisnya masih sedikit labil.
“Jadi belum bisa diwawancara,” tegasnya.
Sebelum ditemukan, Selasa 5 Januari 2016 diperoleh informasi Rica berada di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Ia diduga bergabung dengan Ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Lampung tanpa sepengetahuan suaminya.
Sembilan anggota Polda DIY yang terbagi dua tim kemudian mendatangi Polda Kalbar untuk meminta bantuan pencarian. Kapolda Kalbar, Brigjen Pol Arief Sulistyanto, mengatakan lima penyidik Polda DIY sudah diback up pihaknya.
Mereka menyusuri sejumlah wilayah di Kalbar. “Sebetulnya sebelum kedatangan penyidik Polda DIY ini, kami sudah melakukan koordinasi baik dengan para bupati dan instansi terkait lainnya terhadap pendatang-pendatang dari luar Kalbar,” ujar Arief.
Seluruh Kapolres di Kalbar kemudian memerintahkan anak buahnya untuk mendata identitas warga-warga pendatang di daerah mereka. “Ini tidak mudah. Dari Disdukcapil hingga RT dan RW kita libatkan. Karena warga pendatang ini tidak berada di satu titik saja. Mereka terpisah-pisah,” papar dia.
Gafatar Kalbar sendiri pernah berkunjung ke salah satu media cetak di Pontianak pada 2013 lalu untuk menyatakan komitmen bahwa Gafatar tidak masuk bagian dari politik. Kala itu, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gafatar kalbar, Nur Asri Ifana, menyatakan bahwa biaya operasional Gafatar juga tidak dari pemerintah melainkan iuran anggota.
Dari sejumlah sumber, diketahui Gafatar didirikan Agustus 2011 dan sudah terbentuk di 17 wilayah atau provinsi se Indonesia. Sedangkan di Kalbar dibentuk pada 1 Januari 2013 dan terus menyebar di beberapa kabupaten/kota.
Kemudian, pada 2015, Gafatar sempat melakukan audiensi dengan Pemprov Kalbar dan stasiun televisi Pontianak. Di Pulau Kalimantan, Gafatar dikabarkan telah berganti nama dengan Negara Karunia Tuhan Semesta Alam (NKSA).
Arief sendiri mendapatkan informasi dari dokumen-dokumen yang ditinggalkan Rica. Dokter asal Lampung itu disebutkan bergabung dengan kelompok-kelompok tertentu.
“Secara formal di Kalimantan Barat yang mengatasnamakan kelompok atau organisasi Gafatar itu, sudah dibubarkan. Kesbangpol sendiri tidak pernah menerbitkan surat keterangan terdaftar atas nama ormas ini,” terangnya, sehingga didapatlah kesimpulan ada yang mengatur kedatangan Rica ke Kalbar.
Beberapa kabupaten mendapat atensi khusus dari Polda Kalbar terkait warga pendatang di sana. Rata-rata pendatang dari Jawa yang masuk secara berkelompok terdapat di Kabupaten Sanggau, Mempawah, Ketapang dan Landak, sejak 2014.
“Informasi yang kita peroleh, warga-warga pendatang ini kegiatannya hanya bercocok tanam. Khusus Sanggau, sebelas KK difasilitasi instansi setempat untuk bertani di lahan seluas 11 hektar. Apakah dr. Rica bergabung dengan kelompok ini masih belum kita ketahui. Termasuk warga-warga ini menganut aliran dan ajaran lain sedang didalami,” beber Arief.
Pendalaman itu melibatkan Kanwil Kementrian Agama dan Kejaksaan Tinggi Kalbar. Dikatakan Arief, sebelum ada bukti yang menyimpulkan fakta bahwa warga-warga pendatang ini menyebarkan aliran sesat dan lain sebagainya, serta kegiatan yang dilakukan tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat, kepolisian belum bisa mengambil tindakan.
“Selama ini belum pernah ada konflik atas kegiatan mereka. Tapi tetap kita lakukan pendalaman terus. Nanti juga ada pengawas aliran kepercayaan. Tentunya ini akan dilakukan secara terkoordinir,” katanya.
Dari Ketapang, Kepala Kesbangpolimas Sahat Sirait membenarkan Gafatar tidak ada dalam daftarnya. Menurut informasi yang ia dapat, Ormas tersebut terlarang. “Sampai saat ini belum ada orang yang mencoba mendaftarkan Ormas tersebut ke Kesbangpol Ketapang,” ungkapnya, via seluler, Senin (11/1).
Namun, ia menegaskan terus melakukan pemantauan dan deteksi dini terhadap gerakan Ormas ini. “Kita juga melakukan pemantauan terhadap kelompok- kelompok pedatang dari luar Ketapang. Tapi sejauh ini mereka hanya bertani ,” pungkasnya.
Sementara itu, sejak kabar tersebut menggelegar, Polres Mempawah tak tinggal diam. Kapolres AKBP Suharjimantoro SIK langsung memerintahkan 12 Polsek wilayah hukumnya untuk turun mencari keberadaan Rica.
“Telah mengerahkan seluruh Babinkamtibmas untuk masuk ke desa-desa, mengetuk pintu warga satu persatu (DDS/door to door system) agar tak ada rumah yang terlewati,” ujar Paur Humas Polres Mempawah, Aiptu Imam Widhiatmoko, Senin (11/1).
Selain upaya DDS, pihaknya juga menyebar pamflet berisikan pencarian Rica. Sementara itu, Plt. Kesbangpol Kabupaten Mempawah, Rudi menuturkan, Secara Tupoksi pihaknya memang turut andil jika terjadi hal-hal yang bertentangan dengan aturan kenegaraan yang ada, namun yang berwenang di lapangan tetap lah aparat hukum yang menanganinya.“Data sementara yang kita miliki masih sebatas orang hilang,” ungkapnya.
Laporan: Ocsya Ade CP, Jaidi Chandra, Ary Shandy
Editor: Mohamad iQbaL