eQuator.co.id – Jakarta-RK. Kondisi jamaah haji reguler tahun ini tidak berbeda dengan tahun lalu. Hampir sebagian besar jamaah haji yang akan diberangkatkan merupakan kelompok risiko tinggi.
Yakni, mereka yang berusia di atas 60 tahun dan mengidap suatu penyakit. Berdasar data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), penyakit hipertensi dan diabetes masih mendominasi.
Sekjen Kemenkes, Untung Suseno menuturkan, pihaknya telah mengantisipasi kondisi tersebut. Kemenkes sudah membentuk tim promotif-preventif yang terdiri atas 18 petugas. Mereka berkedudukan di Jeddah. Kemudian, petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sudah dilatih untuk mobilisasi sesuai situasi dan kondisi dengan memperhatikan pola pergerakan jamaah haji.
Selain itu, untuk penguatan penyelenggaraan kesehatan di setiap daerah kerja (Daker) dan Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), Kemenkes membentuk tim gerak cepat. “Penguatan sistem komunikasi dan informasi antardaker serta integrasi kerja antara PPIH, tim asistensi, serta tim pendukung lainnya juga telah dilakukan,” ujarnya.
Mengenai cuaca ekstrem yang mengancam calon jamaah, Kemenkes telah meminta pihak Arab Saudi untuk menyediakan air zamzam yang lebih dingin dengan menambahkan es batu. PPIH pun ditugasi untuk terus mengingatkan jamaah agar terus minum air putih selama di sana. Untuk jamaah haji, Kemenkes berpesan agar selalu menjaga pola hidup sehat dan bersih. Jamaah diimbau rajin mencuci tangan. Itu dilakukan untuk menghindari terjangkitnya penyakit Middle East respiratory syndrome corona virus (MERS-CoV).
Sebagai informasi, petugas yang akan melayani jamaah haji terbagi menjadi dua, Yaitu, lima petugas yang menyertai jamaah di setiap kloter dan petugas PPIH Arab Saudi yang dimobilisasi untuk tugas pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jamaah haji.
Kondisi panas selama di Tanah Suci memang harus menjadi catatan penting bagi calon jamaah haji. Apalagi, cuaca ekstrem sedang melanda Madinah, kota pertama yang dikunjungi jamaah pada kloter pertama. Berdasar penelusuran, suhu di sana tercatat cukup ekstrem. Saat siang, suhu bisa mencapai 42 derajat Celsius. Beranjak sore, suhu turun menjadi 38 derajat Celsius. Kelembapan udara pun hanya mencapai 16 persen.
Kondisi tersebut tentu jauh berbeda dengan tanah air. Di Jakarta saja, suhu hanya mencapai 33 derajat Celsius dengan kelembapan rata-rata 49 persen.
Staf pengajar ilmu penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Fahrial Syam mengatakan, perbedaan suhu dan kelembapan, gangguan kesehatan yang paling sering terjadi adalah dehidrasi. Gangguan itu mungkin terlihat sederhana, tapi tak boleh disepelekan. Sebab, dehidrasi yang berlanjut dengan disertai paparan panas terus-menerus bisa menjadi heat stroke.
Yakni, kegagalan tubuh untuk melakukan pendinginan, baik dengan cara berkeringat maupun penguapan dari kulit, karena suhu panas sekitar. Kondisi heat stroke akan mengakibatkan suhu tubuh naik sampai di atas 40 derajat celsius disertai terjadinya penurunan kesadaran. “Bahkan, bisa mengakibatkan kematian,” tegas Fahrial.
Gejala awal penyakit tersebut bisa dikenali berupa kram otot, sakit kepala, rasa haus yang sangat dan lelah tidak bersemangat. Kemudian keringat yang berlebihan dan BAK (buang air kecil) yang berubah menjadi keruh dan kuning. “Gejala dan tanda awal ini harus dikenali para jamaah,” tuturnya.
Fahrial melanjutkan, jamaah berusia lanjut dan mempunyai penyakit kronis, antara lain, penyakit kencing manis, gangguan jantung, dan paru merupakan kelompok berisiko untuk mengalami heat stroke. Kondisi buruk itu harus diantisipasi para jamaah saat mulai berada di pesawat dan saat sampai di Tanah Suci. “Terus minum untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan heat stroke ini,” paparnya.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Muchtarudin Mansyur menambahkan, sebelum keberangkatan para Calhaj, akan dibagikan masker dan semprotan air. Masker digunakan untuk meminimalisir resiko penularan virus MERS CoV di Arab Saudi yang masih merebak di Arab Saudi. Sementara, semprotan air untuk antisipasi cuaca ekstrim yang mengakibatkan kelembaban rendah saat di sana. “Satu Calhaj menerima 50 masker dan satu semprotan air,” ungkapnya.
Terkait persiapan layanan kesehatan di Saudi, Muchtarudin memastikan, seluruhnya telah rampung. Sebanyak 1.500 tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter, dokter spesialis, perawat, farmasis, sanitarian dan tenaga kesehatan lainnya sudah siap di masing-masing pos. Obat-obatan pun telah distribusikan ke seluruh pos dan klinik dari Klinik di Mekkah.
“Tahun ini akan ada petugas yang bergerak mendampingi jemaah untuk memperkuat layanan tenaga kesehatan kloter. Sehingga diharapkan layanan lebih baik,” papar Muchtarudin. (Jawa Pos/JPG)