Heboh Rumor Ribuan TKA Tiongkok di Ketapang, Sampai-sampai Musyafak Ditelpon Tito

Humas PT WHW: Kita Punya Dua Direksi dan 43 Manajer Orang Indonesia

RILIS AKHIR TAHUN. Kapolda Kalbar Irjen Pol Musyafak tengah memaparkan apa yang sudah dilakukan kepolisian di Kalbar selama 2016 ini, di lantai dasar kantornya, Jumat (30/12). Ocsya Ade CP-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Polisi dibuat kelimpungan dengan beredarnya kabar ribuan tenaga kerja asing (TKA) dari China bekerja di PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (PT WHW AR), Kendawangan, Ketapang. Sampai-sampai Kapolda Kalbar Irjen Pol Musyafak ditelpon langsung Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

“Pak Kapolri menerima paparan itu dari anggota DPR pusat. Saya tiga hari lalu (Selasa, 27/12) meresmikan Polres Kayong Utara. Saya sempatkan ke Ketapang untuk mengecek hal itu,” ujar Musyafak, di kantornya, Jumat (30/12). Dalam percakapan dengannya, Tito menerima informasi bahwa TKA dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di PT WHW ada ribuan jiwa.

Hasil pemeriksaan, menurut Musyafak, diketahui operasional perusahaan tengah berhenti. Mandor maupun tenaga ahli asal Tiongkok sudah tak berada di sana lantaran pekerjaannya rampung. Namun, beberapa dari TKA itu masih tinggal di komplek perusahaan pertambangan tersebut. Mereka tengah menunggu bayaran.

Bisa saja benar, sebut Musyafak, jika dikatakan TKA Tiongkok di PT WHW lebih dari 500 jiwa. Tapi, ia memastikan saat ini jumlahnya sudah berkurang.

“Semua tenaga kerja yang masih tinggal di PT WHW diapelkan (oleh intelijen Polri dan TNI Ketapang), lalu dihitung. Ya jumlah TKA Tiongkok-nya hanya 234 orang. Saya sempat kesana, lihat gedungnya gede-gede. Lahannya 200 hektar lebih,” ujarnya.

Yang menarik, mantan Kapolda Jambi ini mengakui ada buruh Tiongkok yang terdata oleh intelijen Polri dan TNI. “Di sana hanya tinggal tenaga kerja kasar saja. Kontraktor-kontraktor di sana juga sudah ada yang pulang. Kemungkinan setelah tahun baru mereka kembali lagi atau tidak, kita tidak tahu,” beber Musyafak.

Sebagai informasi, sejumlah syarat harus dipenuhi oleh TKA yang berpengaruh pada kewajiban pemberi kerjanya seperti diatur dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk berupa Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Untuk mendapatkan IMTA, pemberi kerja harus melakukan permohonan dengan menyertakan beberapa dokumen, salah satunya keputusan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).Untuk mendapatkan RPTKA, harus jelas uraian mengenai jabatan yang akan diduduki oleh Si TKA.

Nah, jika jabatan TKA tersebut tidak sesuai dengan yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan, tentu tidak akan diterbitkan keputusan pengesahan RPTKA yang berarti pemberi kerja juga tidak bisa memiliki IMTA. Dan, kalau ternyata TKA diperkerjakan sebagai buruh, pemberi kerja dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda antara Rp100 juta hingga Rp400 juta.

Kapolda Musyafak melanjutkan, untuk lebih memastikan, dua hari belakangan tim dari Mabes Polri telah berada di Ketapang. “Atas perintah Pak Kapolri, ada tim dari Mabes Polri yang turun untuk mengecek kebenaran jumlah TKA Tiongkok di WHW tersebut,” ungkapnya.

Sebenarnya, lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1984 ini menyatakan, kontrol terhadap TKA harus sesuai fungsi dan proporsi. Artinya, pendataan semua TKA yang akan masuk ke Indonesia adalah tugas Imigrasi serta Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) setempat.

“Bukan polisi toh. Polisi hanya melakukan pengawasannya. Jika data dari Imigrasi dan Dinsosnaker tidak ada, kita mau dapat (jumlah) dari mana? Intel tidak bisa apa-apa. Kita harus kerja sama untuk ini. Ada penyimpangan, informasikan ke kami,” cetus Musyafak.

Dengan data yang lengkap nan transparan, jumlah TKA Tiongkok di PT WHW bisa dipastikan. “Harapan saya, isu yang simpang siur di masyarakat selama ini dapat diluruskan. Masyarakat jangan mengikuti informasi medsos (media sosial). Carilah informasi yang faktual, Imigrasi dan Dinsosnaker harus lebih proaktif,” pintanya.

Seperti diketahui, PT WHW adalah perusahaan pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina. Data dari intelijen, seluruh pekerjanya (WNI dan asing) mencapai 2.555 orang. Bahkan, dikabarkan PT WHW telah menyiapkan lokasi untuk pembangunan apartemen karyawan yang luasnya mencapai 200 hektar. Selain menggunakan papan petunjuk atau pengumuman bertulisan bahasa Inggris, di sana juga banyak tulisan mandarin.

“Semua posisi dan jabatan penting di jajaran manajemen PT WHW itu orang Cina. Warga negara Indonesia tidak boleh masuk di jajaran manajemen perusahaan termasuk di jajaran personalianya. Bahkan, orang Indonesia atau pribumi tidak boleh masuk ke kantor manajemen PT WHW serta tidak ada tulisan yang berbahasa Indonesia. Semuanya tulisan Cina,” beber Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Kalbar, Zulkarnaen Siregar, di Gedung DPRD Provinsi Kalbar, Kamis (22/12).

Ia pun telah mensinyalir indikasi kelalaian Kantor Imigrasi Kelas I Pontianak terkait keberadaan serta jumlah TKA asal Tiongkok yang bekerja di PT WHW. “Bahkan, jumlah TKA asal Tiongkok yang bekerja di perusahaan pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina tahap I itu jumlahnya sekitar 3.000 hingga 4.000 orang. Apakah keberadaan ribuan tenaga kerja asing itu sudah sesuai prosedur atau tidak? Apakah mereka itu legal atau ilegal di Kalbar?” tanya Zulkarnaen.

LIVING QUARTER BUKAN 200 HEKTAR

Sementara itu, Public Relations Executive PT WHW, Hen Roliya Helana menyebut jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di PT WHW per akhir November 2016 berjumlah 2.498 orang, sedangkan jumlah TKA per November 2016 berjumlah 243 orang.

“Saya pastikan mereka menggunakan visa kerja dan bukan visa turis. Dan jumlah karyawan kami (PT WHW) tidak mencapai tiga sampai empat ribu orang. Karena total jumlah karyawan kami tidak segitu,” ucapnya di Pontianak, Jumat (30/12).

Wanita yang karib disapa Liya ini menuturkan, PT WHW hanya memproduksi alumina dan di dalam alumina tersebut tidak terkandung bahan apapun selain bahan-bahan alumina.  “Hal itu bisa dibuktikan setiap kali kita terima barang, kita ada laporan survey. Dan setiap kali kita mau ekspor barang, kita ada sertifikat finalists dari Sucofindo. Dan kita pastikan tidak ada kandungan emas dan titanium,” tegasnya.

Ia menolak anggapan bahwa manajemen PT WHW terkesan menutup diri bagi masyarakat umum termasuk kepada awak media. “Mohon maaf, kami bukan tertutup. Tapi memang setiap orang yang akan berkunjung ke PT WHW harus sesuai dengan prosedur PT WHW. Kita harus ada surat resmi kedatangan serta tanggal berapa kedatangannya dan akan diterima oleh siapa. Ibaratnya saya punya rumah, tentu saya tidak bisa kasi tamu untuk sembarangan masuk ke rumah saya. Kira-kita begitu,” papar Liya.

Ia pun mengaku belum bisa memastikan sumbangsih perusahaannya terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Kalbar. “Saya mesti cek dulu datanya. Tapi, kita (PT WHW) merupakan investor terbesar di Kalimantan Barat,” ucapnya.

Yang pasti, ia menyebut bahwa karyawan PT WHW 81 persen berasal dari Kalbar, yaitu Ketapang dan Kendawangan. “Sebenarnya begini, yang namanya industri tentu kita (PT WHW) harus mempunyai standar serta sertifikasi tersendiri. Bahwa untuk bisa bekerja di bidang ini, dia harus memiliki kemampuan tertentu,” ungkap Liya.

Sambung dia, “Karena mohon maaf, ini industri berat. Jadi kita sangat mementingkan dari sisi K3. Keselamatan kerja itu sangat penting. Jadi tentu saja kita memiliki spesifikasi khusus untuk karyawan”.

Lantas, apakah kedepan PT WHW akan terus membutuhkan TKA untuk bekerja di sana? “Untuk saat ini belum ada. Karena kita lagi fokus di tahap I. Satu juta ton. Untuk tahap I, sebenarnya setiap bulan naik turun. Karena ada yang keluar dan ada yang masuk. Tapi naik turunnya tidak jauh,” jelas Liya.

Disinggung soal tak ada WNI yang duduk di jajaran manajemen PT WHW,  ia menyanggah. “Ada dong. Kita punya dua direksi dan 43 manajer orang Indonesia. Semua wakil kepala pabrik dan wakil kepala pabrik utama itu orang Indonesia. Kita bisa jamin dan pastikan itu,” tegasnya.

Bagaimana dengan kabar tidak ada petugas Imigrasi dan Bea Cukai saat proses pengangkutan alumina dari Pelabuhan PT WHW menuju kapal ponton serta MV yang berada di tengah laut? “Ada dong. Kalau mau keluar barang, kita harus melewati Bea Cukai dan Syahbandar,” lugasnya.

Ia kemudian menjelaskan proses pengangkutan alumina menuju kapal tongkang yang juga menggunakan TKBM lokal. “Jadi kita yang masukan ke tongkang dan dari tongkang yang mengirimkan ke MV yang berada di tengah laut. Dan setiap kali ekspor ada petugas Bea Cukai,” tuturnya.

Terkait lahan PT WHW yang kabarnya seluas 200 hektar untuk lahan pembangunan apartemen bagi karyawan, Liya menjawab itu diperuntukkan bagi seluruh karyawan. TKI maupun TKA.

“PT WHW hanya menyediakan areal living quarter seluas 22,98 hektar. Tentu saja, dengan perbandingan 2.498 dibandingkan 243, jelas untuk karyawan Indonesia lebih banyak. Jadi luas areal living quarter hanya 22,98 hektar dan bukan 200 hektar,” terangnya.

Kalau untuk pembangunan infrastruktur, lanjut dia, PT WHW menggunakan kontraktor lokal maupun asing. Kontraktor asing itu juga punya kontraktor lokal lagi di Ketapang.

“Jadi disub-kontrakan. Setiap kontraktor mempunyai tugasnya masing-masing. Ada yang membangun infrastruktur, membangun pabrik alumina serta membangun power plant. Jadi yang semua saya sebutkan itu adalah karyawan PT WHW. Kalau karyawan kontraktor, saya tidak tahu. Karena kita semua pelaporannya masing-masing. Karena dia kan punya PT masing-masing. Jadi sub-kontraktor itu lepas dari PT WHW,” papar Liya.

Imbuh dia, “Tentu saja ada perjanjian antara PT WHW dan kontraktor-kontraktor itu. Tapi saya tidak bisa menjawab hal itu. Saya hanya bisa menjawab jumlah TKI dan TKA yang resmi sebagai karyawan PT WHW. Kalau yang dipekerjakan oleh kontraktor maupun subkontraktor, saya tidak tahu. Karena itu bukan kewenangan saya”.

Di sisi lain, dikabarkan bahwa sejumlah warga Ketapang akan mendatangi PT WHW pada Sabtu, 7 Januari 2017. Mereka bermaksud mengecek kondisi sebenarnya alias membuktikan apakah info keberadaan ribuan TKA di sana benar atau tidak.

Gerakan ini dinamakan Aksi 1717 (bulan 1 tanggal 7 tahun 2017) yang rencananya dipimpin Isa Anshari selaku Ketua Fron Pembela Rakyat Ketapang (FRKP). Undangan kepada masyarakat telah disebar melalui surat terbuka yang diposting Isa di akun Facebooknya. Titik kumpul massa di Masjid Desa Sungai Nanjung Kecamatan Kendawangan.

Saat ditemui di Pontianak belum lama ini, Isa membenarkan surat terbuka yang dibuatnya itu. Dia mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan mengajukan izin ke kepolisian terkait aksi tersebut.

“Tiga hari sebelum aksi akan kita sampaikan kepada Polres Ketapang. Termasuk tujuan dan maksudnya,” terangnya. Isa memastikan sedikitnya seribu warga Ketapang akan mendatangi PT WHW.

Tujuan lain dari aksi ini, lanjut dia, juga untuk mendesak Imigrasi maupun Bea Cukai serta Dinsosnaker Ketapang membuka pos terpadu pengawasan orang asing di komplek PT WHW. “Barang maupun orang secara ilegal harus dikontrol, karena PT WHW itu memiliki pelabuhan sendiri,” bebernya.

Kemudian, Isa juga meminta pemerintah mengawasi ketat pengelolaan pabrik di sana. “Karena memang kami memandang keberadaan WHW hingga hari ini belum jelas, apa dan seperti apa yang mereka lakukan, terutama keuntungan buat Ketapang sendiri,” cecar dia.

Terkait hal ini, kemarin Kapolda Musyafak menyatakan telah mendengar informasi ini. Ia mempersilakan pergerakan massa dilakukan selama dalam batas kewajaran.

“Tapi katanya tak jadi. Kalau mereka mulai merusak, perintah saya ke Kapolres begitu juga ada Dandim, tangkap (pengrusak). Saya tidak akan memberikan izin kepada masyarakat berperilaku seenaknya, apalagi merusak. Contohnya (pengrusak) di Singkawang, sudah saya tahan,” paparnya.

 

Laporan: Ocsya Ade CP, Andry Soe, Achmad Mundzirin

Editor: Mohamad iQbaL