Halangi Kerja Pers, Herkulana Lecehkan UU

ERDI ABIDIN

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Aksi menghalangi kerja pers yang dilakukan Kepala Biro (Kabiro) Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Kalbar, Herkulana Mekarryani, pada Senin (15/2) saat memimpin rapat penanganan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), dinilai tidak wajar.

“Media massa tidak membutuhkan undangan untuk meliput sebuah berita karena kehadiran wartawan adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi seperti dimaksud UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),” tutur Dr. Erdi Abidin, ketika dimintai pendapatnya terkait pengusiran wartawan saat rapat itu berlangsung, di ruang kerjanya, Selasa (16/2).

Bunyi Undang-Undang tersebut, Erdi menjelaskan, menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik.

Lebih jauh, ia memaparkan, pada pasal 4 ayat (2) bagian b juga dinyatakan bahwa wartawan boleh menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik. ”Jadi pengusiran oleh pejabat publik, dalam konteks usaha wartawan berupaya memperoleh berita untuk publik, adalah tindakam yang tidak patut,” tegasnya.

Selain meremehkan UU No. 14 tahun 2008, Erdi melanjutkan, tindakan itu juga telah mengganggu kerja pers seperti dimaksud UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, seperti tertuang dalam pasal 2 yang berbunyi “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”.

“Agar dapat memberikan informasi yang akurat kepada publik, wartawan sangat berperan. Tidak saja mencari informasi yang benar, tetapi juga menyebarkan informasi melalui medianya kepada publik,” ungkap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura ini.

Nah, Erdi menerangkan, hadir dalam sebuah rapat yang digelar pemerintah untuk membicarakan masalah publik adalah wujud dari upaya wartawan memperoleh informasi yang benar tersebut. “Seperti tertera di pasal 4 ayat (2): Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,” paparnya.

Karena itu, Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kampus Kalbar ini mengatakan, ketika diumumkan pemerintah sebagai organisasi sesat, pemberitaan tentang Gafatar menjadi pusat perhatian publik dan wajar jika menjadi buruan awak media.

“Apa yang dilakukan oleh awak media untuk hadir dalam rapat yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Kalbar tentang nasib mantan anggota Gafatar mestinya didukung oleh panitia dan bahkan keberadaan mereka (wartawan,red) sangat diharapkan,” tutur dia.

Jadi, Erdi berkesimpulan tindakan pengusiran wartawan yang dilakukan oknum pejabat Pemprov Kalbar itu boleh dianggap telah meremehkan amanah UU Pers. “Semoga atasan dari birokrat tersebut dapat memanggil atau mempertimbangkan kepantasan dan kelayakan dari pejabat tersebut untuk menduduki jabatan sepenting itu, dengan tidak hanya melihat syarat dan tingkat pendidikan, tetapi juga aspek kepatutan dan etika penyelenggaraan pemerintahan,” tutupnya.

Herkulana sendiri telah melakukan klarifikasi terhadap salah satu pemberitaan media online melalui laman Facebook-nya, Herkulana Mekarryani Nieky, pada Senin (15/2) malam, yang berbunyi:

  1. Saya selaku Penyelenggara Rapat Tidak Pernah Mengundang Para Mass Media Ut Ikut Hadir Dalam Rapat Terbatas serta Tertutup dan Sebagai Pemimpin Rapat Tidak Pernah Mengizinkan Mass Media Ut Masuk Dlm Ruang Rapat;

2.Saya Tidak Bersikap Kasar Terhadap Siapapun….Tapi Tegas….Agar Siapapun Harus Memiliki Etika….

3.Saya Tidak Menunjuk Wartawan….tangan Saya Mempersilahkan Wartawan Ut Keluar Sesuai Cara Org Indonesia.

  1. Seharusnya Wartawan Apapun… Meskipun Merasa Dekat Dg Siapapun Dapat Menghormati Aturan ..dan Beretika…

Silahkan Ut Di-Share

Laporan: Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL