eQuator.co.id – Pontianak-RK. Penilaian Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD) dari Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) Kota Pontianak tahun 2014 berbuntut panjang.
Gara-gara mendapatkan nilai nol atas 44 item pelayanan publik yang diberikan Sekda Drs. M. Zeet Hamdi Assovie, MTM, Inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalbar, Walikota H. Sutarmidji, SH, M.Hum pun berang. Bahkan walikota dua periode itu mengatakan, tim pemberi nilai itu “orang saraf”. Membuktikan tidak semua kerjanya tidak ada hasil atau nol, Walikota memerintahkan PDAM Tirta Khatulistiwa Kota Pontianak memutuskan aliran air di rumah dinas Sekda M. Zeet, kantor Inspektorat dan BPKP Kalbar.
Dampak dari kebijakan Sutarmidji itu membuat Gubernur Drs. Cornelis, MH mengambil sikap dengan menegur Pemkot Pontianak. Gubernur Cornelis merasa aneh, kenapa harus melakukan pemutusan aliran air ledeng. “Walikota seharusnya jangan melakukan hal tersebut. Seharusnya cek dulu anak buahnya, sudah benar atau belum kerjanya. Jangan Asal Bapak Senang (ABS). Kalau memang data tidak lengkap mau ngomong apa?” tegas Cornelis kepada wartawan di kantornya, Jumat (20/5).
Gubernur mengatakan, Walikota Sutarmidji seharusnya tidak boleh bersikap egois, seperti memutuskan air ledeng. Dia harus tahu, kalau air merupakan kebutuhan umum. Air juga dikuasai oleh negara. “Kecuali kalau tidak bayar, barulah boleh diputus. Inikan selalu dibayar,” ungkap Cornelis. Cornelis akan mengambil tindakan, memberikan peringatan tertulis kepada yang memutuskan air ledeng. “Kita bayar terus kok ke PDAM jadi kenapa diputuskan,” ujarnya.
Sementara Sekda Kalbar, M Zeet Hamdy Assovie mengatakan, Walikota Sutarmidji jangan emosional menanggapi penilaian EKPPD dan LPPD. Apalagi dengan mengambil kebijakan memutuskan aliran PDAM ke rumah dinasnya, kantor Inspektorat dan BPKP Kalbar.
“Persoalan konsumen berlangganan dengan PDAM merupakan suatu yang berbeda dengan masalah penilaian. Tidak ada hubungannya sama sekali, antara tim evaluasi kinerja dari Kementerian Dalam Negeri dengan air ledeng,” ungkap M. Zeet.
Kalaupun walikota keberatan dengan hasil tim kerja Kemendagri, mestinya mengajukan keberatan kepada Gubernur Kalbar untuk ditindaklanjuti. M. Zeet menjelaskan, tim dari provinsi yaitu BPKP diajak Kemendagri. Sedangkan fungsi provinsi hanya sebagai fasilitator saja, bukan yang melakukan penilaian. Menerapkan fungsi administrasi, Provinsi selaku fasilitator ikut menandatangani. Namun tidak bertanggungjawab terhadap subtansi dari penilaian.
“Itu semuanya tim dari Kemendagri. Terus apa hubungan langganan konsumen PDAM diputus,” tegas Sekda M. Zeet.
Berdasarkan laporan dari Inspektorat, penilaian angka nol, karena kepala SKPD Pemkot Pontianak saat diminta data berkaitan dengan pembangunan dan pelayanan publik, hingga waktu yang telah ditetapkan, tidak pernah diserahkan.
“Angka yang dimintakan itu tidak ada. Makanya datanya nol, sehingga tidak bisa dinilai,” ujarnya.
Menurut Sekda M. Zeet, seharusnya Walikota Pontianak memanggil SKPD-nya, menanyakan mengapa mereka sampai tidak menyerahkan data tersebut. Selain itu, Sekda juga telah menanyakan kepada tim penilai, mengapa tidak konfirmasi ke walikota? “Katanya (Sutarmidji) mau ketemu dengan pimpinan PDAM, Selasa depan menghadap Sekda Kota Pontianak,” ujar M. Zeet.
Mengenai diputusnya aliran air PDAM di rumah dinasnya, M Zeet dengan santai mengatakan itu rumah jabatan provinsi. “Kalau memutuskan air ledeng, itu berarti memutuskan hubungan dengan Gubernur Kalbar,” tegasnya.
Laporan: Isfiansyah
Editor: Hamka Saptono