eQuator.co.id – Jakarta-RK. Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Ruben Hattari, berupaya menghindari kejaran awak media usai diperiksa Direktorat Siber Bareskrim Mabes Polri selama lima jam lebih, Rabu (18/4). Dia langsung berjalan dengan langkah cukup cepat menuju pintu keluar gedung sekitar pukul 18.30 WIB.
Namun, akhirnya Ruben tertahan tepat di pintu keluar Gedung Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta. Saat dicecar awak media, dia mengatakan bahwa pertanyaan yang diajukan penyidik tadi tidak jauh berbeda dengan anggota Komisi I DPR kemarin.
“Kurang lebih pertanyaannya sama seperti kemarin. Jadi untuk saat ini yang saya menekankan kita masih proses pencarian data yang lebih lanjut,” kata dia.
Ditanya soal ancaman moratorium yang diusulkan DPR jika Facebook tidak melaporkan perkembangan audit dalam waktu satu bulan, Ruben tidak bisa memastikan tenggat waktunya. Akan tetapi, pihaknya berjanji akan menyampaikan hasil audit yang lebih lengkap dan transparan kepada Kementerian Komikasi dan Informatika, DPR, dan Bareskrim Polri.
“Untuk tanggal pastinya saya juga nggak bisa menjanjikan,” imbuhnya.
Lantas apakah pihak Facebook siap dipidana jika ditemukan ada pelanggaran. “Ya liat nanti lah, nanti, itu masih jauh,” sebutnya terus berjalan menerobos barikade awak media.
Sementara itu, saat diwawancarai di tempat terpisah, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Setyo Wasisto mengatakan, pihaknya pasti memiliki sudut pandang berbeda dengan DPR untuk mengajukan pertanyaan ke Facebook.
Misalnya, pertanyaan terkait Facebook yang sering digunakan untuk menyebarluaskan konten-konten radikal. Selama ini, kata Setyo, Facebook kurang kooperatif ketika diminta untuk menangani persoalan ini.
“Selama ini Facebook juga kurang bekerja sama. Kalau kita minta untuk kerjasama dengan FB, lama. Sementara kontennya sudah menyebarluas kemana-mana. Itu salah satu yang perlu kita bicarakan dengan Facebook juga,” keluh anak buah Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu.
Setyo meminta Facebook menghargai dan menghormati situasi atau kultur yang ada di Indonesia. “Itu yang harus dipahami karena dia dapat keuntungan banyak di Indonesia. Jadi dia tidak boleh menafikan itu,” tukasnya. (Jawa Pos/JPG)