eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Pemerintah Kota Pontianak sepertinya serius menjadikan titik kulminasi matahari pada 21-23 Maret 2018 lebih seru dari sebelum-sebelumnya. Bagaimana tidak, berbagai rancangan spektakuler telah dipersiapan untuk dihadirkan di event dua kali setahun ini.
Salah satu yang akan dihadirkan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau pesawat tanpa awak berbahan bakar matahari pertama di Indonesia. Pesawat bernama OPIOR-1603 itu dikembangkan oleh Borneo SkyCam bersama Creative Robotic School dan diberi tajuk “Membelah Langit Khatulistiwa”. Nantinya pesawat ini akan diterbangkan pada Rabu (21/3) pukul 12.30 WIB di Komplek Monumen Tugu Khatulistiwa serta dapat disaksikan lewat live streaming di channel YouTube BorneoSkycam.
Pesawat tanpa awak tersebut memiliki bentang sayap 3,1 meter dan panjang badan 1,6 meter. Badan pesawat terbuat dari stirofoam dan fiber, sehingga mampu membawa solar cell dengan kapasitas daya 133 watt. Dengan konsumsi motor yang hanya 96 watt memungkinkan untuk mengisi ulang baterai yang dibawa pesawat saat terbang di siang hari.
“Rencana awal akan membelah langit Khatulistiwa selama 16 jam. Karena lokasi berada di area penerbangan Bandara Internasional Supadio izin terbang selama itu tak didapat,” kata CEO BorneoSkycam, Toni Eko Kurniawan, Senin (19/3).
Pesawat yang memiliki mode auto pilot itu diperkirakan hanya akan terbang 3-4 jam. Walau sebenarnya, dalam uji terbang pada Jumat (16/3) lalu di Lapangan Ampera, pesawat dapat terbang sampai 14 jam. Sedangkan terkait tayangan visual yang bisa disaksikan lewat YouTube secara langsung, kata dia pesawat tanpa awak ini dilengkapi kamera yang dapat dipantau pada groud controll station secara real time.
Roni menyebutkan, Borneo SkyCam sudah mengembangkan pesawat tanpa awak sejak tahun 2012. Dirinya berharap proyek ini bisa ditingkatkan lagi. Pasalnya, pesawat ini bisa untuk kepentingan militer. Misalnya untuk pemantauan batas negara atau digunakan untuk pengambilan data peta.
Tapi untuk sementara pesawat ini digunakan sendiri untuk kebutuhan pengambilan data peta yang bisa mengcover wilayah 1000-3000 hektare per terbang. “Jika ada investor yang mau memfasilitasi, kami juga siap memproduksi pesawat ini untuk dikomersilkan,” tutup Toni.
Terpisah, di Kantor Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Pontianak digelar press conference terkait pelaksanaan titik kulminasi matahari, Senin (19/3). Kepala Disporapar Kota Pontianak Syarif Saleh memastikan, titik kulminasi matahari kali ini berbeda dari sebelum-sebelumnya. Pihak panitia, juga akan mendatangkan Planetarium yang difasilitasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung. Dengan adanya Planetarium ini diharapkan dapat mengedukasi masyarakat.
“Hadirnya planetarium ini bisa menjadi media bagi masyarakat untuk menambah wawasan,” ujarnya.
Masyarakat kata dia, bisa mengetahui fenomena alam yang terjadi. Dalam kegiatan ini melibatkan pula banyak komunitas. Seremoni pembukaan kulminasi itu sendiri akan digelar tanggal 21 Maret diisi dengan berbagai acara. “Nanti akan ada peluncuran pesawat tanpa awak, pertunjukkan robot kuntilanak, band SMA, barongsai, skyboost, olahraga masyarakat serta kuliner,” paparnya.
Dalam rangka mempromosikan event yang digelar Maret dan September ini, pihaknya gencar menyebarluaskan informasi terkait Kulminasi Matahari. Sehingga diharapkan banyak menyedot pengunjung dari berbagai negara. “Kita share melalui dunia maya, event ini selalu diminati oleh wisatawan asing seperti Jepang, Korea, Rusia, Perancis dan lainnya,” ungkapnya.
Dia berharap, agenda Kulminasi Matahari ini bisa masuk dalam kalender pariwisata nasional, sehingga lebih dikenal luas oleh seluruh dunia. Oleh sebab itu, panitia juga mengundang pihak Kementerian Pariwisata RI untuk menyaksikan langsung event Kulminasi Matahari. Dengan harapan event Kulminasi Matahari bisa dipertimbangkan sebagai kalender pariwisata nasional. “Apalagi garis Khatulistiwa tepat berada di tengah Kota Pontianak dan mudah dijangkau untuk menyaksikannya. Tidak seperti di negara-negara lainnya yang berada jauh dari pusat kota seperti di tengah laut, di hutan yang sulit dijangkau,” pungkas Saleh.
Ketua Badan Promosi Pariwisata (BPP) Kota Pontianak, M. Rizal Razikan menyatakan, pihaknya terlibat langsung dalam event Kulminasi Matahari. Dengan menggandeng LAPAN, event kali ini akan terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Mini Planetarium didatangkan khusus dari Bandung ke Pontianak.
Mini planetarium yang didatangkan diharapkan bisa memberikan edukasi bagi masyarakat, terutama pelajar. Sehingga mereka mengetahui bagaimana kulminasi terjadi, baik sebelum maupun sesudah peristiwa fenomena alam itu. “Selain itu kami dan Disporapar juga mengundang pihak Kementerian Pariwisata dari Jakarta, dengan harapan ada verifikasi untuk mendorong event ini menjadi agenda tahunan nasional,” ucapnya.
Rizal menambahkan, kehadiran pihak kementerian juga untuk memverifikasi layak atau tidaknya event Kulminasi Matahari menjadi bagian dari agenda tahunan nasional. Sebab, di Kalbar saat ini hanya ada dua even yang masuk agenda nasional yakni Festival Capgome dan Festival Danau Sentarum. “Mudah-mudahan dengan dukungan semua pihak event ini akan mendatangkan wisatawan lebih banyak lagi. Ada dari Brunei 30 orang, Jakarta 20 dan tamu-tamu dari lain bisa lebih banyak lagi,” terangnya.
Demi suksesnya penyelenggaraan, BPP Kota Pontianak juga menggandeng partner pariwisata dalam mempromosikan Kulminasi Matahari. Diantaranya, lewat maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Event kulminasi sudah dipublikasikan dalam majalah milik maskapai terbesar itu sejak bulan lalu. “Untuk titik kulminasi berikutnya, kita sedang berkoordinasi dengan pihak terkait, kita berencana menggelar lomba karya ilmiah tentang peristiwa kulminasi, jadi mudah-mudahan September lebih meriah di tingkat nasional,” tutur Rizal.
Kepala LAPAN Pontianak, Muzirwan menerangkan, keterlibatan pihaknya dalam event ini adalah dengan menghadirkan planetarium mini dari Bandung. Tidak hanya itu, pihaknya juga akan memberikan edukasi kepada masyarakat yang hadir terkait apa itu kulminasi, pengaruh dan dampaknya. “Kami juga akan menyiapkan teleskop untu melihat detik-detik kulminasi,” sebutnya.
Dijelaskannya, mini planetarium yang akan didatangkan berkapasitas 15 hingga 20 orang. Mereka bisa masuk untuk melihat keindahan antariksa. Karena keterbatasan itu, bagi pengunjung yang hendak masuk ke mini planetarium harus secara bergantian dengan interval waktu 15-20 menit. “Pengunjung yang masuk dalam planetarium itu seolah-olah ikut terbang di antariksa. Planetarium ini didatangkan khusus hanya untuk kulminasi selama tiga hari,” jelas Muzirwan.
laporan: Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi