Sementara itu, dari Gedung DPRD Kota Pontianak, para wakil rakyat mendesak Kebugaran yang jadi kedok pelacuran segera dicabut izinnya. “Inilah akibatnya kalau pengawasan dari instansi lemah. Jangan hanya mikir PAD (pendapatan asli daerah), pikirkan itu dampak sosialnya. Saya minta tutup itu. Wajib hukumnya dicabut ijinnya, di-black list, biar ada efek jera bagi pengusaha-pengusaha yang lain,” geram Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak, Syarif Alwi Almuttahar, Selasa (31/1).
Menurut dia, persoalan ini tidaklah sederhana. Sebab, keberadaan tempat mesum yang dilegalkan alias mendapat izin jelas merusak moral masyarakat, utamanya anak-anak dan remaja Kota Pontianak sebagai generasi penerus. “Saya terkejut juga itu, rupanya ada juga di Parit Haji Husein (Paris). Namun, masih banyak tempat-tempat yang terindikasi saya kira, bukan tidak mungkin kan hotel-hotel bintang juga ada praktik semacam itu,” tudingnya.
Mencegah hal ini berulang, ia berpandangan tidak ada tawar menawar untuk sanksi yang diberikan. Dalam waktu dekat, pihaknya akan memanggil beberapa mitra kerja, seperti Sat Pol PP dan BP2T (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu). Khusus membahas soal ini.
“Kita akan mempertanyakan ke BP2T khususnya soal perijinan. Ini harus dicabut. Kalau tidak dicabut, ini jadi pertanyaan kita, ada apa?” tutur Alwi.
Selain pengawasan yang lemah, ia menganalisa, menjamurnya prostitusi berkedok panti pijat karena Pontianak merupakan kota metropolitan. “Dan lagi, Kota Pontianak inikan tempat persinggahan bagi kabupaten-kabupaten lain. Sehingga menjadi sasaran empuk untuk membuka tempat-tempat seperti ini. Saya tidak bilang kalau ini ada yang melindungi ya, saya tidak berani, karena saya tidak punya informasi soal itu,” terangnya.
Kedepan, ia berharap, semua elemen masyarakat berperan aktif melakukan pengawasan. Membantu kinerja perangkat RT/RW dan Kelurahan, sehingga ketika terdapat indikasi pelanggaran hukum semacam ini dapat segera ditindaklanjuti ke pihak berwajib.
“Kemudian, untuk instansi terkait, kami minta harus lebih selektif dalam memberikan ijin. Kalau mau buka usaha pijat refleksi dan sebagainya harus dicek betul penerapannya,” tandas Alwi.
Senada, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Pontianak, Yandi. “Kepolisian dan pemerintah harus mengambil tindakan sesuai kewenangan masing-masing. Dan memang permalasahan ini harus cepat diselesaikan,” pintanya.
Komisi D DPRD Kota Pontianak sendiri, dikatakannya, memastikan akan menginspeksi Kebugaran-Kebugaran yang terindikasi terjadi praktik prostitusi. “Kita juga akan turun untuk memastikan hal ini,” ujar Yandi.
Ia mendukung penuh kepolisian yang sedang menyelidiki dugaan eksploitasi orang dan trafficking di Kebugaran-Kebugaran. “Ya, memang harus dilakukan pemeriksaan dokumen mereka-mereka (terapis) itu. Mereka datang dari mana, sistem kerja mereka seperti apa, bagaimana sampai bisa ada praktek (prostitusi) itu. Kemudian, tentang ketenagakerjaan, sudah sesuai prosedur apa belum. Semuanya harus dicek, terdaftar atau tidak jika memang didatangkan dari luar Kalbar atau Pontianak,” paparnya.
Jika nantinya ditemukan pelanggaran, pengelola maupun pemilik usaha Kebugaran yang menyimpang itu harus dipidana. “Yang mempekerjakan mereka (terapis prostitusi) harus bertanggung jawab, kita kawal berkaitan dengan informasi ini,” tutur Yandi.
Laporan: Achmad Mundzirin, Ocsya Ade CP, Fikri Akbar
Editor: Mohamad iQbaL