Lagipula, menurut Junaidi, Kebugaran di Pontianak ada yang berizin, ada yang tidak. “Kami akan mencabut, kita tutup itu. Ada dua izin yang harus mereka pegang, yakni Izin gangguan dan TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata). Ketika kebugaran memegang izin ini, berarti harus mengikuti standar yang ada, bukan disalahgunakan dengan aktivitas prostitusi,” bebernya.
Standar yang dia maksud adalah aturan. Pemijat dan yang butuh layanan pijat harus berjenis kelamin sama.
“Selain itu, harus punya keahlian. Para pemijat yang bekerja di Kebugaran itu harus memiliki sertifikasi, baik itu dari dinas kesehatan atau dari tempat pelatihan di bidang itu,” ungkap Junaidi.
Dikatakannya, untuk penutupan akan dilakukan tim terpadu yang beranggotakan aparatur negara dari dinas yang dipimpinnya, dinas teknis, dan Sat Pol PP. “Indikasi yang ada, tempat-tempat seperti ini (Kebugaran,red) hanya dijadikan kedok saja. Bukan zamannya lagi untuk tutup mata mengenai hal-hal seperti ini,” tukas dia.
Ketika ditanya kemungkinan trafficking maupun eksploitasi orang seperti yang ditemukan investigasi koran ini, Junaidi menyatakan Polresta Pontianak sudah berkoordinasi dengan pihaknya. Ia pun tak menampik eksploitasi dari bos Kebugaran terhadap terapisnya bisa saja terjadi.
“Dari asal mereka hingga datang ke Pontianak itu apa yang dijanjikan? Sistem kerja mereka seperti apa, termasuk perekrutannya, harus jelas semuanya. Ini kita serahkan kepada pihak kepolisian, kita yang juga menangani bidang ketenagakerjaan siap mendukung kepolisian,” ucapnya.
Imbuh dia, “Penyelidikan dan penyidikan kepolisian yang akan menjawab nanti. Kita mendorong dan mendukung upaya kepolisian karena saya kira memang bisa sampai di sana (trafficking dan eksploitasi)”.