-ads-
Home Ekonomi Dollar Bikin Telur Mahal

Dollar Bikin Telur Mahal

Gelar Pasar Murah, Kemenpan Sebar 1,5 Ton

Ilustrasi.NET

eQuator.co.idPONTIANAK-RK. Harga telur masih tinggi. Kenaikan ini tidak hanya terjadi di Kalbar.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalbar, Abdul Manaf mengatakan, pihaknya telah mengkomunikasikan kepada Asosiasi Peternak yang ada terkait persoalan ini. “Memang tidak hanya di Pontianak, di kota besar lainnya seperti Jakarta juga naik,” ujarnya, Kamis (19/7).
Manaf menjelaskan, melalui pertemuan dengan Asosiasi Peternak di Kalbar diperoleh informasi bahwa harga telur mencapai Rp1.600 per butir. Mahalnya harga telur disebabkan beberapa faktor. “Tentu alasan pertama yakni efek dari Idul Fitri, sehingga harga masih belum stabil,” ucapnya.
Jika dilihat populasinya, sebanyak 3,2 juta produksi telur, Sebanyak 110-120 ton per harinya untuk mencukupi kebutuhan telur seluruh masyarakat Kalbar.
“Dari sisi harga saya sudah mengecek, dimana dari harga peternak sendiri dihargai Rp12 ribu-Rp23 ribu/kg dan di pasaran Rp26 ribu per kg. Jadi kurang lebih Rp1,600/butir, ada sedikit kenaikan harga,” terangnya.
Manaf menjelaskan, selain dari dampak pasca Idul Fitri, harga dollar turut mendongkrak harga telur. Sehingga mempengaruhi harga pakan ternak unggas yang dibeli peternak. Karena hampir 55 persen pakan unggas didatangkan dari luar negeri.
“Seperti jagung dari 100 persen setengahnya di pasok dari luar negeri,” ujarnya.

Begitu juga dengan pakan kedelai, 100 persen diambil dari luar. Sama halnya vitamin serta obat-obatan yang digunakan untuk ternak juga diambil dari luar. “Belum lagi pengeluaran dari segi ongkos produksi,” pungkas Manaf.

Dikutip dari Jawa Pos, merespon naiknya harga telur di pasaran, Kementerian Pertanian (Kementan) lewat Toko Tani Indonesia Center (TTIC) dibawah Badan Ketahanan Pangan (BKP) menggelar operasi pasar telur ayam murah kemarin (19/7).

-ads-

Total 1,5 ton telur ayam diangkut dengan puluhan truk dan pikap dari TTIC Pasar Minggu. Menuju 50 titik yang terdiri dari 43 titik pasar tradisional, dan 7 titik kawasan pemukiman. Harga telur dalam operasi pasar ini dipatok Rp. 19.500 per kilogram. Rombongan dilepas sendiri oleh Mentan Andi Amran Sulaiman.

Dibandingkan pekan lalu, harga telur sudah mulai berangsur-angsur turun. Sebelumnya, di beberapa pasar di Jabodetabek, ada yang sampai menembus Rp. 30 ribu per kilogram dari harga normal Rp. 23 hingga 25 ribu rupiah. Meskipun sudah turun, harga masih relatif tinggi yaknirata-rata Rp. 28 ribu per kilogram.

Amran mengungkapkan, bahwa pihaknya akan terus menggerojok pasar sampai harga bisa ditekan ke angka Rp. 21 hingga 22 ribu per kilogram. “Tapi kalau sudah turun saya stop, agar tidak dimarahi para peternak,” kata Amran kemarin (19/7).

Memang saat ini, Amran mengakui ada disparitas harga telur yang mencapai 60 persen. Disparitas ini sebut Amran berada di tingkata middle man atau rantai distribusi. Menurutnya ini adalah problem yang harus dibenahi. Namun tidak bisa serta merta. “Untuk itu saya minta kawang-kawan pedagang, jangan banyak-banyak ambil untungnya. Biar rejeki terbagi,” katanya.

Sesuai dengan rapat koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Amran menargetkan paling lama 1 minggu kedepan, harga sudah turun dan stabil di angka normal. “Akan kita guyur terus. Target kami jangan sampai  lebih dari Rp. 25 ribu. Antara Rp. 22 hingga 24 ribu saja.” katanya.

Pria asal Makassar ini menjamin bahwa tidak ada masalah dengan suplai telur ayam nasional. Harga naik murni karena kenaikan permintaan (demand) di dalam negeri. Suplai sudah cukup kuat hingga ekspor. Jika perlu, Amran akan mengurangi ekspor dan fokus pada kebutuhan dalam negeri.

Kementan juga membantah bahwa penurunan produksi nasional disebabkan oleh virus H5N2 Low Pathogenic Avian Influeza (LPAI) yang tengah menyerang ayam-ayam petelur di indonesia.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan  Ketut Diarmita mengatakan, bahwa pengaruh H5N2 tidak terlalu signifikan terhadap penurunan produksi telur. “Hanya sekitar 1 sampai 5 persen. Itu sudah tertinggi,” katanya.

Ketut berkeyakinan, bahwa naiknya harga bukan karena suplai berkurang. Melainkan demand yang terus bertambah sehingga harga naik.

 

Laporan: Nova Sari, Jawa Pos/JPG

Editor: Arman Hairiadi

 

Exit mobile version