eQuator.co.id – Aksi damai 4 November 2016 yang berujung ricuh membuat banyak orang kecewa. Sebab, hingga pukul 18.30, aksi tersebut berjalan lancar, aman. Tanpa gas air mata dan lempar-lempar batu. Sayangnya, setelah pukul 18.30 kondisinya berbalik, sangat rusuh dan tidak terkendali.
Calon Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidajat sangat menyangkan kejadian itu. Dia mengaku mengamati aksi tersebut hingga dini hari. “Kita kan berharap aksi itu damai dan alhamdulilah bisa damai sampe jam 6 sore, tapi setelahnya ricuh. Makanya kita minta hati-hati dengan penumpang gelap,” katanya. Maksudnya penumpang gelap itu adalah pihak-pihak yang memanfaatkan aksi damai untuk kepentingan pribadi dan politiknya.
Mantan Wali Kota Blitar itu juga menyanyangkan statement elite politik yang arahnya bukan hanya menjatuhkan Ahok (Basuki T. Purnama, Ted), tapi justru untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah. Yang artinya, ingin menjatuhkan Presiden Joko Widodo. “Saya juga dengar pidato Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Red). Itu patut disayangkan,” tambahnya.
Djarot menyebutkan, kalau aksi demo itu juga bukan hanya menyangkut masalah Ahok. Tapi sebagai salah satu usaha agar Ahok jangan sampai maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 mendatang.
“Saya sampaikan, marilah, ayolah kalau mau bertanding, bersaing yang fair. Katanya kita mau adu gagasan, adu ide, ya adu program, mari yang fair, sudahlah,” tambahnya. Djarot meminta agar semua pihak membiarkan para calon bersaing sehat. Tidak mengorbankan ambisi politik jangka pendek dengan mengorbankan masyarakat. Apalagi sampai ada upaya untuk membuat parlmen jatuh ataupun mengulang kejadian Tahun 1998. ’’Masa begitu. Jangan hanya gara-gara masalah kasus Pak Ahok mengorbankan masyarakat. Untuk Pak Ahok, silahkan diproses hukum. Terbuka kalau perlu, kita percayakan sistem hukum kita biar berjalan dengan baik,’’ tambahnya.
Djarot juga mengaku sangat prihatin atas kericuhan yang terjadi di Penjaringan, Jakarta Utara. Bukan hanya membuat warga khawatir, ada juga beberapa toko dan bank yang dijarah karena adanya aksi tersebut. ’’Sekali lagi, demo itu bukan hanya terkait kasusnya Ahok, tapi ini upaya menjegal Ahok supaya jadi tersangka dan kalau perlu dipenjarakan supaya tidak maju. Terus terang itu membuat saya prihatin,’’ tambahnya. Sebab, belum ada aturan yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait calon yang menjadi tersangka. Apakah berujung penguguran calon atau ada opsi lainnya. ’’Bagaimana prosesnya,apakah digugurkan calon nomor dua, coba ditanya kepada KPU dan Kemendagri,’’ himbaunya.
Saat ditanyakan ada tidaknya keterlibatan salah satu pasangan calon dalam pelaksanaan aksi itu, Djarot mengaku tidak tahu. Dia hanya menekankan kalau pihaknya akan terus berkampanye dengan cara yang sehat. Mendekati warga dengan cara yang baik. Dengan begitu, masyarakat bisa tahu siapa calon yang dewasa dalam berdemokrasi.
Sementara itu, Basuki T. Purnama menuturkan kalau dia merasa empati terhadap orang-orang yang menjadi korban aksi demo tersebut. Baik orang yang kena jarah maupun yang kena gas air mata. Belum lagi, karena ada aksi itu, sampah berserak di mana-mana dan setelah dikumpulkan jumlahnya mencapai 71 ton.
’’Kita sangat sayangkan itu. Presiden sudah sampaikan kalau ada aktor politik di belakang ini,’’ ujarnya usai menghadiri acara Jakarta Ahok Social Media Volunteer (Jasmev) di Jalan Ki Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat kemarin (5/11). Sebab, sebelum aksi itu terjadi, para ulama sudah mendorong agar tidak terjadi keributan. Siapa aktor yang dimaksud presiden, Ahok—sapaan Basuki—mengaku belum tahu siapa orangnya. Dia hanya mengetahui adanya aktor berdasarkan press conference yang dilakukan presiden.
Mantan Bupati Belitung Timur itu juga sangat menyangkan aksi di Penjaring juga di sekitar rumahnya. ’’Sudah penuh juga ke arah Waduk Pluit, mulai mau masuk rumah kita. Saya kira itu melanggar,’’ ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, dia sama sekali tidak keberatan jika harus diproses hukum ataupun dipenjarakan. ’’Saya katakan, saya tidak mungkin mundur. Saya lebih ikhlas, rela kalau salah proses hukum. Ya tangkap saya, penjarakan saya saja. Daripada saya harus mundur, ini jelas posisinya,’’ terangnya. Menurutnya, jika mundur menjadi calon gubernur, diapun akan tetap dipenjarakan. ’’Kalau negara ini begitu kacau karena seorang Ahok, saya rela ditangkap, dipenjara, kenapa enggak. Tapi bukan (dipenjara, Red) karena difitnah menghilangkan kata pakai,’’ katanya.
Mantan Politisi Gerindra itu juga menyatakan sudah menyampaikan permintaan maaf dari hati terdalam kepada semua umat muslim. Diapun membatah kalau memiliki niatan menghina agama islam sebab, dia juga mempunyai saudara dan ibu angkat yang agama islam.
’’Pengakuan sudah ada, tapi mereka (umat muslim, Red) tidak mau dengar. Yang dituntut apa? Saya sudah diperiksa, Senin dipanggil lagi,’’ katanya. Semua panggilan, lanjut Ahok, akan didatanginya. Dia berjanji tidak akan mangkir dari proses hukum. Apalagi, sudah ada perintah kalau kasusnya akan dituntaskan selama dua pekan ke depan. Namun, dia juga meminta pengungah video yang sudah mengedit pidatonya di Kepulauan Seribu juga harus segera diproses.
’’ Si Buni Yani sudah ngaku kalau hilangkan kata pakai. Itu kan jelas. Nanti saya kira Bareskrim akan panggil dia untuk jelaskan. Apakah seorang sarjana, peneliti, lulusan amerika bisa dengan gampang saja menghilangkan kata pakai,’’ tambahnya.
Terkait ada dugaan Djarot ada yang ingin menyingkirkan Presiden Jokowi, dia mengelak. ’’Saya tidak tahu, kalau sejauh itu. Tapi yang jelas bagi saya ini nggak sesuai,’’ tambahnya.(rya)