eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi bisa saja diterima, namun bukan berarti dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Penilaian itu disampaikan mantan Ketua MK Republik Indonesia, Prof Dr Mahfud MD mengenai gugatan ke MK yang dilayangkan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi yang diketuai Bambang Widjojanto. “Diterima dan ditolak itu beda, ya. Kalau diterima itu artinya perkaranya diperiksa, karena memang wewenangnya MK. Tapi, diterima itu belum tentu dikabulkan. Permohonan paslon 02 dapat diterima itu dalam pemeriksaan. Adapun pokok perkaranya bisa dikabulkan bisa tidak,” ujarnya kepada wartwaan, usai menyampaikan Tausiyah Kebangsaan dalam acara Halalbihalal IKBM Kalbar, Minggu (16/6) di Rumah Adat Madura Kalbar.
Dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut, kata Mahfud, bergantung pada pembuktian pada saat persidangan. Ia juga mengaku belum bisa memprediksi nasib gugatan yang diajukan oleh kubu 02, karena saat ini baru dalam proses penyampaian pokok-pokok gugatan.
“Tergantung pada pembuktiannya di persidangan nanti. Siginifikansinya terhadap perolehan suara atau urutan kemenangan itu bagaimana. Kita tidak bisa melihatnya sekarang, karena MK juga belum memeriksa pembuktiannya. Baru pendahuluan kan. Baru penyampaian pokok-pokok gugatan, pokok-pokok permohonan, kemudian baru akan ditanggapi hari Selasa (hari ini, red),” tuturnya.
“Dari situ, kita selama seminggu kemudian bisa melihat bagaimana perkara itu bergulir, dan kira-kira keputusannya bagaimana. Tidak usah terburu-buru, karena sudah ada jadwalnya. Nanti tanggal 28 Juni sudah diucapkan,” lanjutnya.
Menyangkut kuasa hukum Prabowo-Sandi yang mengutip pendapat pakar hukum Australia, untuk memperkuat gugatan yang menyatakan bahwa pemerintahan Jokowi saat ini otoriter dan orde baru, Mahfud menilai tindakan tersebut sebagai tindakan yang tidak nyambung. Lebih dari itu, guru besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia ini bahkan berani memastikan, bahwa hakim MK tidak akan mempertimbangkan dalil tersebut. “Tidak ada relevansinya. Itu tidak akan dipertimbangkan oleh hakim. Mengutip pendapat-pendapat pakar seperti Tim Lindsey dan Tom Power itu berguna untuk naskah akademik, kalau membuat produk legislasi,” ungkapnya.
Kalau situasi umum, kata Midji, lalu dikaitkan dengan sistem pemerintahan yang dikatakan otoriter dan Neo Orde Baru. Lalu dikaitkan dengan pemilu sebagai kasus konkret, itu tidak ada relevansinya. Oleh sebab itu, MK tidak akan mempertimbangkan dalil itu. Yang dipertimbangkan nanti, tegas Mahfud, adalah pokok gugatannya apa. “Kcurangannya dimana, apa benar-benar curang atau tidak? Buktinya apa, siapa yang melakukan dan di mana,” pungkasnya.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Yuni Kurniyanto