eQuator.co.id – Pontianak–RK. Otoritas distribusi elpiji buka suara terkait sengkarut penyaluran bahan bakar gas itu. Bahwa Pertamina hanya berperan sebagai operator dalam penyaluran gas, terutama yang bersubsidi.
“Artinya, kami hanya mendistribusikan dan mengawasi,” jelas Executive LPG PT Pertamina Pontianak, Sandy Rahadian, ditemui Rakyat Kalbar, Jumat (21/12).
Dikatakannya, pencabutan izin operasi dilakukan bila pangkalan penyaluran gas berada dalam lingkup perjanjian dengan Pertamina. Sedangkan bagi warung-warung atau penyalur-penyalur kecil, yang menjual lagi gas yang dibeli dari pangkalan, Pertamina tidak bisa menindaknya.
“Kami menindak pangkalan dengan cara menegur hingga pencabutan izin operasi, sedangkan yang di luar itu (warung sembako dan lain-lain) menjadi ranah aparat untuk menindak,” ungkap Sandy.
Imbuh dia, “Seperti yang kasus kemarin itu, dimana ditemukan pangkalan liar yang menimbun gas elpiji, itu sudah ranah polisi”.
Disinggung mengenai distribusi gas yang terkesan tidak tepat sasaran, Sandy mengatakan, aturan yang mengatur distribusi gas menyatakan bahwa distribusi bersifat terbuka. “Jadi seandainya satu orang yang harusnya boleh mengambil maksimal 2 tabung di satu pangkalan, dia bisa mengambil tabung gas di pangkalan lain,” ucap Sandy.
Sebenarnya, ia menerangkan, pembatasan satu orang maksimal dua tabung juga bertujuan untuk menghindari penimbunan. “Karena orang tersebut akan dimasukkan dalam data,” tuturnya.
Ketika ditanya apakah Pertamina pernah melakukan survey untuk menentukan bahwa penduduk tersebut layak atau tidak untuk mendapat gas bersubsidi, ia menjawab saat ini pihaknya sedang berusaha untuk melakukan hal tersebut. Karena saat ini Pertamina hanya memberi arahan kepada masyarakat mana gas yang seharusnya dipakai oleh mereka.
“Jadi kembali kepada moralitas masyarakat, kami hanya bisa mengarahkan saja, hasil akhir kami kembalikan kepada warga yang bersangkutan, jadi dari situlah ada kabar bahwa Pertamina tidak tepat sasaran dalam distribusi gas bersubsidi,” aku Sandy.
Kalau pun ada survey, ia menegaskan, pihaknya jamak berkoordinasi dengan camat. Untuk mendapatkan data jumlah warga di wilayah yang disurvey.
“Namun untuk detail apakah warga tersebut miskin atau tidak, kami belum sampai ke ranah itu, kami juga tidak bisa memaksa warga harus menggunakan gas bersubsidi atau yang tidak bersubsidi, ” tukasnya.
Ditegaskannya, Pertamina tidak pernah mengurangi pasokan gas elpiji bersubsidi. Setiap hari bahkan mendistribusikan kurang lebih 22.500 tabung gas bersubsidi itu.
“Baik gas bersubsidi mau pun tidak bersubsidi, hasil dari penjualan itu akan memberi keuntungan bagi perusahaan. Mengurangi gas bersubsidi sama saja kami mencari rugi,” ujar Sandy.
Setakat ini, Pertamina Pontianak tengah mengevaluasi apa saja yang perlu dibenahi. Sandy menyebut, pertanyaan Rakyat Kalbar terkait survey warga kurang mampu, yang berhak mendapat gas bersubsidi, pun akan menjadi bahan untuk ditinjau.
“Dari apa yang disampaikan gubernur, wali kota, dan semua pihak, akan menjadi bahan evaluasi kami untuk bisa optimal dalam menyelesaikan permasalahan gas elpiji bersubsidi tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V agresif menggenjot penjualan elpiji nonsubsidi Bright Gas. Saat ini kontribusi penjualan di sektor tersebut sekitar 18 persen. Sisanya diisi elpiji subsidi 3 kg.
General Manager Pertamina MOR V Ibnu Chouldum mengungkapkan, salah satu cara meningkatkan penggunaan Bright Gas di masyarakat melalui kerja sama dengan pusat perbelanjaan, restoran, hingga perhotelan. ’’Kami akan terus dorong pelaku usaha untuk memakai Bright Gas,’’ kata lbnu setelah peresmian kerja sama dengan Darmo Trade Center (DTC) dan Bank Mandiri Wilayah Surabaya dalam penggunaan Bright Gas 5,5 kg, di Surabaya, Jumat (21/12).
’’Selain bisa meringankan beban subsidi pemerintah, hal seperti itu mengajarkan kepada masyarakat umum untuk beralih menggunakan (elpiji) nonsubsidi,’’ tambahnya.
Dalam kerja sama tersebut, semua stan kuliner di DTC yang berjumlah 32 tenant wajib menggunakan produk Bright Gas. Perincian yang telah disalurkan ke DTC, yaitu 20 tabung Bright Gas 5,5 kg; 20 tabung refill Bright Gas 5,5 kg; dan 12 tabung refill Bright Gas 12 kg.
’’Ini pertama kalinya kami kolaborasi dengan pusat perbelanjaan dan akan dijadikan percontohan,’’ jelasnya.
Ibnu menegaskan, tahun depan Pertamina MOR V lebih agresif membidik kerja sama dengan berbagai mal. Dengan begitu, kontribusi penjualan elpiji nonsubsidi diharapkan bisa meningkat.
’’Target kami komposisi Bright Gas dapat meningkat menjadi 20–25 persen dari yang sekarang masih 18 persen. Untuk konsumen Bright Gas, antara komersial dan rumah tangga saat ini sudah fifty-fifty,’’ paparnya.
Produk Bright Gas memiliki beberapa keunggulan. Salah satunya ada fitur double spindle valve system atau teknologi katup ganda yang jauh lebih aman dalam mencegah kebocoran tabung. Ada juga layanan delivery tabung isi ulang yang memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk tersebut.
Dari data yang didapat, konsumsi Bright Gas 5,5 kg dan 12 kg di wilayah Jatim berada di angka 6.310 MT setiap bulan. Penggunaan elpiji bersubsidi 3 kg di Jatim 94.680 MT per bulan. Pertamina memprediksi konsumsi Bright Gas pada momen Natal dan tahun baru bisa mencapai 6.860 MT. Naik 9 persen jika dibandingkan dengan bulan biasa.
Laporan: Bangun Subekti, JPG
Editor: Mohamad iQbaL