eQuator.co.id – Putussibau– RK. Kelestarian hutan hujan tropis di Kapuas Hulu, khususnya kawasan hutan lindung, semestinya dilindungi. Namun, masyarakat sekitar dan dalam kawasan paru-paru dunia itu butuh melanjutkan kehidupannya.
Sekretaris Bappeda Kapuas Hulu, Anthonius Rawing, melihat ada gap antara pelestarian hutan dihadapkan kebutuhan hidup masyarakat yang bergantung pada alam, hutan, dan sumber dayanya. Maksudnya, kanopi hutan boleh hijau namun perut rakyat tak boleh kosong.
“Karena status hutan lindung di Kapuas Hulu ternyata dari satu sisi sangat mengungkung kebebasan hidup masyarakat pedalaman. Banyak dusun, desa, yang sulit berbuat karena masuk kawasan hutan lindung,” ujar Anthonius dalam pertemuan bersama SKPD teknis dan Camat di Aula Bappeda, Jumat (19/8) pagi.
Walaupun upaya ini bukan kali pertama diajukan ke pemerintah pusat, Anthonius mengatakan, Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu akan mengusulkan ke Jakarta terkait alihfungsi lahan yang selama ini masuk dalam kawasan hutan lindung.
Menurutnya, niat baik pemerintah pusat membangun daerah dari pinggiran sulit terlaksana jika kondisi ini tidak segera disesuaikan. Bahkan kedepan akan menjadi persoalan serius.
“Manakala desa, dusun hendak membangun infrastruktur, karena pembangunan infrastruktur tentu melewati lahan,” tuturnya.
Menurut Anthonius, di Kapuas Hulu hanya tiga kecamatan yang bersih dari kawasan hutan lindung. Ketiganya adalah Kecamatan Embaloh Hilir, Bika, dan Silat Hilir. Sementara, 20 kecamatan lainnya di atas kertas masuk kawasan lindung.
“Kita tidak mau melanggar Undang-Undang, namun masyarakat perlu hidup, maka perlu keselarasan. Sekarang masyarakat semakin bingung,” ucapnya.
Ia meminta SKPD terkait mengusulkan data spasial yang valid, kemudian harus disepakati apakah perlu tim untuk validasi lapangan yang akurat. Tentunya sesuai fakta di lapangan atas daerah yang masuk kawasan lindung, untuk selanjutnya diusulkan ke pemerintah pusat agar dibebaskan.
Hanya saja, Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun-Danau Sentarum (TNBK-DS), Arief Mahmud mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang kewenangannya dikembalikan ke provinsi, maka pihaknya tetap mengikuti prosedur yang berlaku.
“Kami tidak bisa berkomentar terkait hal ini. Sebelum keluar Undang-Undang Nomor 23 tersebut, memang kewenangan pengelolaannya ada di Pemkab,” katanya.
Di sisi lain, berdasarkan SK Menteri Kehutanan nomor 936/MENHUT-II/2013, luas jaringan jalan dalam kawasan hutan di TNBK-DS diantaranya kawasan hutan lindung seluas 4.495,26 hektar, hutan produksi biasa 6,657,26 hektar, hutan produksi konversi 1.663, 94 hektar, hutan produksi terbatas 6.759,74 hektar dan taman nasional 76,53 hektar dengan total 19.652,73 hektar.
Sedangkan permukiman dalam kawasan hutan berdasarkan SK Menhut tersebut totalnya 1.354,33 hektar. Dengan rincian masuk kawasan hutan lindung 232,08 hektar, taman nasional 108, 91 hektar, hutan produksi terbatas 426,17 hektar, hutan produksi konversi 79,17 hektar, hutan produksi biasa sebanyak 498,00 hektar, yang tersebar di 20 kecamatan dari 23 kecamatan se-kabupaten Kapuas Hulu.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kapuas Hulu, Muhammad Sukri menjelaskan, berdasarkan SK tersebut, banyak desa di Kapuas Hulu masuk kawasan lindung. Selain mencakup pemukiman 1.354, 33 hektar, ruas jalan kabupaten juga masuk kawasan lindung sekitar 19.62 hektar. Tentu hal ini menghambat rencana pengembangan desa.
“Maka banyak rencana pengembangan desa menjadi tidak optimal. Hampir semua desa di 20 kecamatan masuk kawasan hutan lindung,” ungkapnya.
Sekda meminta instansi teknis segera mendata, karena Kapuas Hulu diberi peluang untuk mengusulkan ke pemerintah pusat supaya kawasan dan kampung yang statusnya masuk hutan lindung dikeluarkan.
“Pemda juga tidak serta-merta bisa membangun, harus izin dulu ke pemerintah pusat. Kita diminta membuat usulan oleh provinsi, kita akan bentuk tim kecil yang mendata,” tutur Sukri.
Sekda meminta SKPD teknis lebih proaktif, seperti Dinas Bina Marga, Cipta Karya, Dispertanak karena lokasi persawahan masuk lindung. Dishubkominfo, Disnakertransos, Distamben, Disbunhut, Disperindagkop, Perikanan, Kantor Lingkungan Hidup, Bagian Pertanahan, serta BPMPD.
“Kita sinkronkan semua data-data yang sudah dibuat. Itu akan menjadi usulan status perubahan kawasan lindung menjadi kawasan APL (Areal Penggunaan Lain). Saya minta data ini bisa disampaikan langsung ke Bappeda secepat mungkin, Bappeda akan bentuk tim,” tegasnya.
Laporan: Andreas
Editor: Mohamad iQbaL