eQuator.co.id – JAKARTA–RK. Kementerian Kesehatan menegaskan kembali aturan bagi tenaga kesehatan terkait peningkatan pemberian ASI. Rumah sakit maupun tenaga kesehatan dilarang memberikan saran penggunaan susu formula bagi ibu yang baru melahirkan. Sayangnya, aturan tersebut belum dibarengi sanksi dengan efek jera yang kuat.
Regulasi tersebut sudah tertuang dalam PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif. Pembahasan itu kembali muncul dalam dialog Pekan ASI 2019 yang diselenggarakan Kemenkes kemarin (2/8). ”Ada kebijakan sepuluh langkah menyusui di setiap rumah sakit. Tapi kita akui masih ada yang mempromosikan,” jelas Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes dr Kirana Pritasari M QIH kemarin.
Larangan dikhususkan bagi ibu melahirkan hingga ibu dengan bayi berusia setahun. Bagi yang bayinya sudah melebihi masa tersebut, bisa mendapat informasi mengenai susu formula. Namun, promosi pun dibatasi. Karena idealnya pemberian ASI menurut pemerintah harus dilakukan hingga bayi berusia 24 bulan.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), permasalahan yang kerap muncul adalah promosi terselubung antara susu formula untuk bayi di bawah dan di atas satu tahun. ”Susu formula di atas satu tahun pun ada aturannya. Tidak boleh cross promotion dengan kemasan yang mirip produk untuk bayi 0-1 tahun,” terang anggota Satgas ASI IDAI dr Wiyarni Pambudi.
Peningkatan kesadaran ibu untuk menyusui termasuk program prioritas dalam upaya menanggulangi stunting oleh pemerintah. Dalam Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2018, hanya 15,9 persen ibu yang menjalankan inisiasi menyusui dini (IMD). Jumlahnya bisa semakin menurun bila ibu terpapar informasi yang salah tentang penggunaan susu formula untuk bayi. ”Karena jumlah tenaga kesehatan puluhan ribu, kita minta bantuan asosiasi profesinya untuk memberikan pembinaan,” lanjut Kirana.
Sanksi administratif telah diatur dalam PP tersebut. Namun, pelaksananya bukan dari Kemenkes langsung. Jenis sanksi pun tidak dirinci, misalnya denda berapa banyak atau masa percobaan berapa lama. ”Pemberian sanksi dilakukan dinas kesehatan, bisa dikenakan sanksi pidana menurut UU Kesehatan dan PP,” jelasnya. Untuk pengambilan tindakan pun, dibutuhkan pelaporan lebih dulu dari orang tua. (Jawa Pos/JPG)