eQuator.co.id – Aksi Damai 4 November berbuntut panjangan untuk Calon wakil Bupati Bekasi Ahmad Dhani. Pasalnya, Pemuda Hanura melaporkan Dhani ke Bareskrim Polri karena dugaan menghina Presiden Jokowi saat berorasi dalam Aksi Damai beberapa waktu lalu.
Ketua Umum Pemuda Hanura Wisnu Dewanto mengatakan bahwa Dhani dilaporkan karena dalam berorasi itu tidak memenuhi etika dan kesopanan. Bahkan, dia menghina presiden di depan umum. ”Maka, kami melaporkannya agar mempertanggngjawabkan perbuatannya,” ujarnya.
Apakah penghinaan yang dilakukan? Wisnu mengaku sangat tidak etis kalau penghinaan itu disebutkan kembali. Yang pasti, seharusnya kepolisian tidak ragu untuk menindak terlapor. ”Kami mendukung agar segera diproses,” tuturnya.
Dalam laporan itu, pelapor membawa dua barang bukti berupa dua rekaman video orasi yang dilakukan Dhani di depan ratusan ribu orang. ”Kalau mau mengetahui isinya, tanya ke penyidik,”paparnya.
Upaya untuk menuntut Ahmad Dhani ke polisi dengan menggunakan tuduhan penghinaan terhadap presiden dinilai tidak lagi relevan dengan sistem hukum saat ini. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus pasal penghinaan terhadap presiden dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Saya rasa Ahmad Dhani sudah tidak bisa dituntut pakai tuduhan itu. Kecuali Jokowi sendiri yang melaporkan,” kata Manajer Program Indeks Negara Hukum Indonesia Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar saat dihubungi Jawa Pos, kemarin.
Erwin menjelaskan bahwa salah satu alasan MK menghapus pasal tersebut dari KUHP adalah, karena pasal tersebut mengancam kebebasan berdemokrasi warga negara dalam hal mengutarakan pendapatnya. “Di negara mana saja kritik warga negara kepada presidennya itu adalah wajar. Nah, jika kalau pun ada yang merasa tersinggung itu bukan presiden atau kelompok pendukungnya, namun hanya sebagian orang saja,” ujarnya.
Meski mengatakan demikian, Erwin bukannya setuju dengan cara salah satu Cawagub Bekasi tersebut dalam menyampaikan kritikannya kepada kepala negara saat demonstrasi Jumat (4/11) kemarin. Dhani, menurutnya, juga kebablasan dalam menyampaikan unek-uneknya.
“Mungkin laporan itu hanya menjadi gertakan saja kepada Dhani karena dia belum mawas diri dengan kebebasan demokrasi yang sudah ada sekarang,” tuturnya.
Karena itu, dia mengingatkan masyarakat bahwa tanpa ada lagi larangan untuk mengkritik kepala negara, bukan berarti seseorang diperbolehkan untuk menanggalkan sopan-santun dalam menyampaikan kritikannya. Kritik harus tetap disampaikan menggunakan norma-norma kesantunan.
“Menurut saya, Dhani cukup diberi sanksi sosial. Apalagi dia nyalon, jadi orang kan bisa menilai sendiri bagaimana dia,” imbuhnya. (dod/idr)