Dewan Pers Protes Kekerasan TNI AU

Ilustrasi-Pixabay

eQuator.co.id – JAKARTA – Tragedi jatuhnya pesawat tempur Super Tocano di pemukiman padat penduduk di Blimbing, Malang, diwarnai aksi pelanggaran hukum yang dilakukan oknum TNI Angkatan Udara terhadap insan pers. Seorang fotografer Jawa Pos Radar Malang dihalang-halangi dan dirampas hasil karyanya.

“Aparat TNI AU tidak belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya. Kejadian seperti itu sudah pernah terjadi. Menghalang-halangi wartawan dalam melaksanakan tugasnya jelas melanggar hukum, Undang-Undang Pers,” ujar Anggota Dewan Pers, Stanley Adi Prasetyo kemarin (10/2).

Stanley menegaskan, lokasi kejadian merupakan area publik. Siapapun boleh mengambil foto atau meminta informasi. Oleh karena itu, tidak dibenarkan aparat TNI AU memaki-maki dan merampas hasil karya pers.”Setiap orang punya hak mengambil foto di area publik, TNI jangan arogan,” tambahnya.

Dia menyesalkan oknum TNI AU yang membawa fotografer Radar Malang untuk diinterograsi di Lanud Abdurahman Saleh. Apalagi, drone yang digunakan untuk mengambil gambar lewat udara kabarnya juga dirampas dan fotonya dihapus.”Dalilnya apa?area itu kan tidak perlu izin khusus,” tegasnya.

Oleh karena itu, Stanley meminta korban untuk melaporkan kejadian itu ke Dewan Pers untuk dilakukan protes resmi ke TNI AU.”Dalam Undang-Undang Pers jelas disebutkan, tindakan itu bisa dikenai sanksi penjara maksimal dua tahun penjara dan denda sebesar-besarnya Rp 500 juta rupiah,” katanya.

Selain menuntut secara hukum, Dewan Pers juga akan meminta TNI AU untuk memberikan sanksi tegas secara militer kepada oknum tersebut. Misalkan dengan menurunkan pangkatnya atau dimutasi.”TNI AU wajib menindak oknum seperti itu. Atasannya harus beri sanksi tegas,” sebutnya.

Dewan Pers juga akan meminta TNI AU untuk memberikan sosialisasi tentang UU Pers kepada seluruh anggotanya supaya kejadian seperti itu tidak terulang lagi. Selama ini kekerasan TNI AU terhadap insan pers selalu diselesaikan secara kekeluargaan.”Sekali-kali kita harus tunjukkan kalau TNI tidak kebal hukum,” jelasnya.

Sementara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo cukup kaget mengetahui adanya perampasan dan penghapusan foto yang dilakukan oknum TNI pada wartawan Radar Malang. Dia menegaskan akan menegur pada anak buahnya yang memerintahkan pemrampasan atau pun yang telah melakukan perampasa. ”Saya pasti akan tegur, terima kasih,” paparnya singkat.

Komandan Lanud Abdurahman Saleh, Marsekal Pertama Djoko Senoputro menambahkan, pihaknya memang sengaja membatasi akses Media untuk mengambil gambar di ring satu lokasi jatuhnya pesawat. Dia berdalih, pesawat tempur merupakan alutsista yang menjadi kehormatan dan rahasia negara.

“Jadi mohon dimaklumi kalau kami membatasi,” ujarnya. Selain itu, Djoko khawatir, jika hal tersebut bisa menimbulkan kesimpangsiuran berita. “Meskipun itu foto. Kan nanti kami juga kasih informasi,” kata Djoko (wir/idr/far)