Debat Pasal Pembantuan pada Sofyan

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – JAKARTA-RK. Mantan Dirut PLN Sofyan Basir kembali menjalani sidang terkait kasus suap PLTU Riau-1 yang menjerat dirinya. Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Sofyan menegaskan tentang penjatuhan pasal soal pembantuan.

Sofyan dikenai Pasal 12 a jo Pasal 15 UU 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP. Berdasar pasal-pasal tersebut, Sofyan didakwa telah membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham menerima suap dari pengusaha Blackgold Natural Resources Johannes B Kotjo dalam proyek PLTU Riau-1.

Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor menghadirkan saksi ahli Abdul Fikar Hajar, yang merupakan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Abdul menerangkan tentang penafsiran pembantuan dalam pasal yang dikenakan pada Sofyan. Menurut dia, pasal 15 pada UU Pemberantasan Korupsi mau tidak mau harus dicantolkan dengan pasal 56 KUHP.

“Untuk kepastian mestinya memang dijuntokan. Pasal 15 ini untuk penegasan ancaman pidananya,” jelas Abdul.

Ia menerangkan bahwa penetapan junto itu berlaku karena Sofyan memiliki kewenangan sebagai dirut PLN saat kasus terjadi. Meski tidak menerima suap, pejabat berwenang bisa dikenai hukum pidana karena secara tidak langsung memfasilitasi suap tersebut.

Namun, menurut Soesilo Aribowo, kuasa hukum Sofyan, belum terungkap apakah memang kliennya mengetahui dan niat membantu suap tersebut. Sebelumnya, pihaknya juga sudah mendengar kesaksian dari Eni dan Kotjo di sidang terdahulu.

“Dari beberapa kesaksian fakta, tidak ada satu pun yang mengatakan bahwa Sofyan mengetahui pemberian Kotjo kepada Eni,” tutur Soesilo.

Dengan pasal itu, kemungkinan Sofyan akan menerima hukuman pidana sama berat dengan tiga orang lain yang sebelumnya sudah ditetapkan tersangka. Kuasa hukum pun mendebat bahwa terdakwa sudah dikenai pasal 12 a UU Korupsi, sehingga tidak perlu dikenai junto Pasal 15.

Selain itu, mereka juga mempertanyakan adanya pasal 57 KUHP. Dalam pasal tersebut, hukuman bisa lebih ringan dibandingkan pasal 15 UU Korupsi.

Sementara itu, Idrus Marham sebagai salah satu saksi awalnya juga direncanakan hadir dalam sidang di Pengadilan Tipikor kemarin. Namun, menurut keterangan jaksa KPK dalam persidangan, Idrus kini tengah dalam proses kasasi ke Mahkamah Agung. Soesilo pun berharap Idrus bisa segera dihadirkan sebagai saksi fakta.

“Keterangan Pak Idrus sangat penting karena beliau mengetahui pertemuan, adanya uang dan sebagainya,” lanjut Soesilo.

Selain itu, pihak Sofyan juga akan menghadirkan dua saksi lagi. Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (2/9). “Saksi ahli mungkin salah seorang guru besar Universitas Airlangga dan saksi adecharge mungkin pengamat energi dan kelistrikan. Sedang kita pilah,” pungkasnya. (Jawa Pos/JPG)