eQuator.co.id – Dunia maya memang sedang heboh-hebohnya game anyar mencari pocket monster (Pokemon). Banyak yang keranjingan bermain Pokemon Go yang berbasis augmented-reality besutan Pokemon Company bekerja sama dengan Nintendo dan Niantic itu. Termasuk Orang Pontianak.
Di berbagai belahan dunia, permainan berteknologi geolocation (Global Positioning System/GPS) yang ‘menyempilkan’ karakter Pokemon di dunia maya ke dunia nyata ini luar biasa digandrungi. Walhasil, para pemain yang kerap disebut trainer (pelatih/pemain Pokemon Go) berlomba-lomba bepergian ke lokasi tertentu. Mulai dari taman, pantai, kuburan, hingga ke pasar ikan, hanya untuk memburu dan menangkap beragam monster lucu.
Sejumlah pengalaman unik dialami para trainer. Salah satunya dijalani Sri Wening, perempuan cantik asal Sanggau yang berdomisili di Pontianak dan saat ini menempuh pendidikan di Sydney, Australia.
Baru setahun dia tinggal di Burwood. Sejak pekan lalu, ia gandrung main Pokemon Go.
Di Australia (Ausie), game ini sudah resmi sehingga bisa didowload begitu saja di App Store. “Menarik gamenya, hampir semua orang di sini main. Bahkan sampai lupa waktu mainnya, sampai tengah malam. Di jalan jadi tidak terasa (waktu,red),” ungkap Wening kepada Rakyat Kalbar melalui Path Messengernya, Kamis (14/7).
Alumnus Fisip Untan jurusan Ilmu Politik ini mengatakan, sempat bermain empat jam lamanya di Opera House. “Main di Taman Burwood sampai jam satu dini hari,” ujar mahasiswi Advanced Diploma Of Business (SIBN) College Sidney ini.
Sama dengan kebanyakan trainer, Wening sedang mengincar Pikachu yang merupakan Pokemon kesayangan karakter utama di filmnya,Ash Ketchum. Kata dia, di Sydney bahkan ada sebuah bar yang menggratiskan tiket masuknya apabila pengunjungnya bermain Pokemon Go dan mempunyai Pikachu.
Saat ini, Wening berada di level 15. Ia mengakui trainer harus punya kewaspadaan tinggi dalam bermain.
“Saya pernah hampir tercebur masuk ke kolam dan juga pernah saat berjalan menyeberang tidak sadar kalau banyak kendaraan. Hampir terjatuh,” ungkapnya.
Namun, bagi dia, sisi positif game yang dimainkannya tersebut ada. “Kita jadi rajin jalan kaki. Itung-itung olahraga, karena di sini memang orang kebanyakan jalan kaki. Kalau sisi negatifnya, ya itu, lupa waktu,” beber Wening.
Bagaimana di Pontianak? Seperti diberitakan sebelumnya, meski belum resmi rilis di Indonesia, banyak pemain game yang menguduh aplikasi Pokemon Go melalui Android Application Package (APK) yang disebar di situs-situs teknologi.
Belum ada rilis resmi saja sejumlah pecandu game sudah mulai keranjingan. Jadi perbincangan harian kawula muda Pontianak. Ditemui di warung kopi kawasan Jalan Hijas, seorang warga Siantan bernama Taufan baru sepekan ini memainkan game tersebut.
“Sebelum ada Pokemon Go, ada game sejenisnya. Jadi sudah ada grup sosial medianya. Kita bisa tukar informasi di situ,” tuturnya.
Imbuh dia, “Sepertinya baru ada di Pontianak. Waktu saya ke Singkawang, map (peta) masih kosong”. Di pusat kota, kata dia, banyak Pokestops (tempat beristirahat trainer)-nya sehingga Kota Pontianak memang banyak Pokemonnya.
Taufan baru trainer level 8 namun sudah mengalami pengalaman unik. Dia pernah ke Pasar Flamboyan untuk mencari Pokemon Raticate (berbentuk tikus). “Dikira orang mau beli ikan atau sayur, rupanya mau cari Pokemon,” ujarnya, terbahak-bahak.
Yuni Anggraini, mahasiswi jebolan Universitas Muhammadiyah Pontianak, juga penasaran dengan game ini. Ia sampai meninggalkan ponsel nonandroidnya demi Pokemon Go. “Saya sebenarnya anti dengan android, tapi karena ingin coba main Pokemon Go, saya beli android. Ini saya barusan download,” ucap perempuan 23 tahun itu.
Setakat ini, tren memang bergeser luar biasa cepat. Ibu rumah tangga bisa jadi mulai melupakan nonton Bollywood untuk mengisi waktu luang mereka ketika anaknya sedang tidur.
“Menurut saya, game ini baik untuk kesehatan. Karena, kita dituntun GPS untuk kesana kemari mencari Pokemon,” tutur seorang ibu rumah tangga, Sesthya Wara Winnia.
Terlebih saat Pokemon yang dikumpulkan itu harus ditetaskan. “Nah ini yang lebih baik lagi untuk kesehatan. Karena untuk menetaskan Pokemon yang kita dapat, kita harus berjalan sejauh 2 kilometer. Dan, itupun harus berjalan kaki,” ungkapnya.
Ibu satu anak ini rela menempuh 2 kilometer dengan kecepatan seperti langkah pejalan kaki pada umumnya. “Bisa sih sebenarnya disiasati dengan naik sepeda, motor, atau mobil, tapi ya itu harus pelan-pelan. Kalau tidak, gagal deh menetasnya,” terangnya.
Dia mengatakan, game ini memang menyehatkan fisik namun juga membuat kantong kering. “Ya pastinya kita harus ada kuota internet terus, jaringan harus bagus. Belum lagi kalau tadi itu, mau menetaskan. Harus jalan jauh, bahkan ada yang naik ojek loh,” ucapnya.
Sesthya sendiri baru saja mendownload Pokemon Go. Meski awalnya sempat mengeluh karena prosesor intel smartphone-nya tidak mensupport game candu baru ini. Namun, belakangan, ada rilis bahwa pengguna prosesor intel bisa mengunduhnya.
“Wah senang sekali. Kebetulan, sesudah saya download, saya liburan ke luar kota. Jadi, sepanjang jalan, banyak saya temukan Pokemon,” ujar warga Pontianak Selatan ini.
Di hari pertama main, Sesthya sudah mendapatkan 7 Pokemon dalam perjalanan liburannya. Meski ada beberapa tingkatan kesulitan yang dilewati.
“Apalagi pas saya ke pantai di Singkawang, di sana banyak ditemukan Pokemon jenis air,” bebernya.
Intinya, lanjut Sesthya, selagi ada sinyal untuk mensupport GPS, maka sepanjang jalan yang dilewati itu ada Pokemon. “Di jalan Ahmad Yani dan Gajah Mada juga banyak, kata teman-teman. Tapi ingat, ini hanya game, jangan sampai lupa segalanya,” seloroh dia. (*)
Isfiansyah, Ocsya Ade CP, Pontianak