eQuator.co.id – Julukan negara kepulauan memang cocok disandang Indonesia. Hampir di semua daerah terdapat pulau. Dari yang tak bergerak hingga bisa bergeser.
Dua pulau kecil dinamai Begansar di kawasan Danau Siawan yang masuk wilayah Dusun Kuala Buin, Desa Siawan, Kecamatan Bunut Hilir, Kapuas Hulu. Penamaan yang diberikan masyarakat setempat ini tak sembarangan. Dua daratan yang dikelilingi air tersebut memang bergerak. Mengapung di danau.
“Dari dulu pulau itu selalu bergerak mengelilingi danau dan sudah turun temurun masyarakat menyebut nama pulau itu Pulau Begansar,” tutur warga Kuala Buin, Boy Hamdan, kepada Rakyat Kalbar, di Bunut Hilir, Minggu (17/7).
Boy merupakan saksi hidup pulau selalu berpindah-pindah. Menurut dia, fakta autentik yang meyakinkan warga setempat bahwa pulau memang bergerak yakni sering rusaknya alat tangkap ikan berupa pukat yang dipasang di sekitar danau dan pulau tersebut.
Beberapa kisah aneh membayangi pulau itu dan terus diceritakan dari mulut ke mulut hingga kini. Suatu hari sekitar dua puluh tahun lalu, masih dikisahkan Boy, seorang nelayan tradisional berinisiatif mengikat dua pulau itu menggunakan tali. Ia menganggap pergerakan pulau memicu rusaknya pukat yang dipasang. Hanya saja, ikatan terhadap pulau selalu lepas dengan sendirinya.
“Sampai nelayan yang mengikat pulau itu bermimpi, jika ingin mengikat agar pulau itu tidak bisa bergerak lagi harus diikat dengan Bagot (akar kayu). Namun, dengan syarat nyawa yang mengikat pulau itu harus mati,” cerita pria paruh baya ini.
Sayangnya, ia lupa nama Sang Pengikat Pulau Begansar. Yang pasti, setelah mendapat mimpi, nelayan itupun mengikat kedua pulau tersebut dengan Bagot hingga pulau tidak aktif dan menyatu dengan daratan. Selang beberapa lama, nelayan yang mengikat pulau langsung sakit-sakitan hingga meninggal dunia. Namun, seiring waktu, Pulau Begansar kembali bergerak.
Legenda masyarakat setempat menyebut, tujuh pulau itu dihuni makhluk halus. Ada juga yang mengatakan, di bawah pulau hidup ikan Biawan berukuran besar yang menggerakkan pulau tersebut.
Dulu, pulau yang bisa bergeser ada tujuh. Dua sudah diikat dengan Bagot, dua lagi terbakar. “Sekarang Pulau Begansar yang masih aktif ada dua, ditambah satu pulau kecil di dekatnya. Biasanya kalau musim air pasang, pulau itu sangat sering bergerak. Bila musim kemarau, sangat jarang bergeraknya” papar Boy.
Masing-masing pulau seluas lebih kurang 20 x 40 meter. Diatasnya terdapat pepohonan rendah dan tinggi, tentu saja ada rerumputan liar khas danau.
“Pernah ada profesor dan insinyur dari Jakarta meneliti pulau itu, namun sampai sekarang belum diberitahukan hasilnya mengapa pulau itu bisa bergerak,” terangnya.
Ia dan masyarakat dusun pernah menyelam ke bawah pulau untuk memastikan apakah pulau itu menyatu dengan dasar danau. “Ternyata tidak, posisinya memang benar mengapung,” jelas Boy.
Yang menarik, meski dinaiki banyak orang, pulau tidak pernah tenggelam. Keunikan ini belakangan menjadi daya tarik untuk dikunjungi orang dari mana saja. Kini Pulau Begansar jadi tempat wisata, setiap hari libur dan akhir pekan masyarakat ramai mengunjunginya.
“Yang paling ramai jumlah pengunjungnya itu pada lebaran. Seperti pekan lalu,” ungkap Syafari, warga Bunut Hilir. Bagi dia, keindahan panorama alam sangat terasa di Danau Siawan selain daya tarik pulau yang bergerak. “Pada perayaan hari besar nasional, biasanya juga ada hiburan rakyat,” tuturnya.
Menuju ke Pulau Begansar pun tidak begitu ribet. Bisa menggunakan jalur transportasi sungai dan darat —melewati jalan Simpang Nanga Boyan-Nanga Bunut. Ketika hendak masuk ke kawasan pulau, pengunjung harus membayar biaya masuk sebesar Rp20 ribu perorang. Jika ingin menaiki pulau, menambah biaya sebesar Rp20 ribu. Biaya lainnya adalah parkir sepeda motor sebesar Rp5000. (*)
Bunut Hilir, Andreas