eQuator.co.id – Pontianak-RK. Dari sekitar 20-an orangtua murid SD Mujahidin yang diteror telepon anaknya jatuh dari lantai 3 sekolah, ada yang sudah tertipu dengan menyetor Rp12 juta ke rekening penelepon.
“Kemarin saya dapat infonya, katanya ada yang sudah transfer uang Rp12 juta. tapi saya belum ketemu langsung sama orangtua siswa ini,” ungkap Sutaji, Kepala SD Mujahidin Pontianak kepada Rakyat Kalbar, Jumat (3/6).
Sutaji membenarkan kalau sejumlah orangtua mengaku ada yang diminta untuk mentransfer sejumlah uang yang diperlukan untuk tindakan operasi di salah satu rumah sakit di Pontianak.
Seperti diberitakan, puluhan orangtua murid SD Mujahidin ditelepon yang mengabarkan anaknya jatuh dari lantai 3 sekolah sehinga harus dirawat di rumah sakit, Kamis (2/6) antara pukul 08.00-10.00. Karna telepon sekolah diputus, puluhan orangtua panik menghambur ke sekolah di Jalan MT Haryono itu. Ternyata kondisinya tenang lantaran murid-murid sedang menghadapi ulangan umum.
Dijelaskan Sutaji, kasus terror telepon serupa tak hanya menimpa sekolahnya. Pola serupa sudah menimpa sejumlah sekolah di Kota Pontianak dan kota-kota besar di Indonesia. Namun polisi tak mampu mengusutnya hingga terror berlanjut.
“Beberapa sekolah lain juga ada yang kena. Hari ini informasinya di sekolah lain juga ada, tapi jumlahnya tidak banyak,” ujarnya.
Sebelum teror telepon menyerang SD Mujahidin, Sutadi pernah ditelepon orang yang mengaku dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan meminta data mengenai siswa. Nomor yang digunakan pun, nomor dari Kemendikbud yang diterimanya pada 23 Mei 2016.
“Orang itu menelepon, menanyakan betulkah ini SD Mujahidin. Saya jawab betul, kemudian dia bilang bisa tidak ketemu sama operatornya,” ungkap Sutaji.
Dalam pembicaraan telepon dengan orang yang mengaku bernama Indra itu mengatakan jika Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang dimiliki oleh SD Mujahidin masih kurang dan harus segera dilengkapi.
Karena percaya, Sutaji pun menghubungi staf operator yang mengurus data siswa yaitu Syarifah Heli, untuk memenuhi apa yang diminta si penelepon. “Namanya data sekolah bagi saya, kalau kurang lengkap ya harus dilengkapi, memang harus begitu,” kata Sutaji.
Tanpa curiga sedikitpun, Syarifah melengkapi data dimaksud dan mengirimkan kepada si penelepon. Dalam data Dapodik tersebut informasi tentang siswa disajikan secara lengkap dan detil, termasuk riwayat penyakit yang pernah dideritanya.
“Saya heran, darimana dia bisa dapat nomor telepon sekolah. Bagaimana dia bisa tahu data kita belum sinkron, katanya ada data yang belum lengkap,” ujar Sutaji.
Sedangkan Syarifah Heli mengakui, usai membenahi data dan mengirimkannya kepada si penelepon, ia kemudian melakukan konfirmasi kepada Dinas Pendidikan Kota Pontianak.
Ternyata, dari Dinas Pendidikan Kota Pontianak mengatakan telepon itu bukan dari kementerian dan data pun sudah terlanjur dikirimkan. “Karena panik, langsung kirim, apalagi bawa nama kementerian,” ujar Syarifah.
Ia menjelaskan, data Dapodik tersebut dikirim melalui sistem yang hanya bisa dibuka oleh operator sekolah yang ditunjuk. Data tersebut, seharusnya tidak bisa dilihat atau dibuka secara online jika tidak memiliki akses atau kata sandi untuk masuk ke dalam sistem.
Data terkoneksi dengan Kementerian dan bisa diakses oleh orang yang memiliki kata sandi (password). Seluruh data siswa mulai dari kelas 1 hingga kelas 6 bisa dilihat secara lengkap dan terinci dalam Dapodik.
Jebolnya Dapodik yang diminta penelepon misterius, belum jelas siapa yang bertanggung jawab. Sutaji membantah adanya kesengajaan yang dilakukan oleh staf atau bawahannya.
“Bagaimana si penelepon itu bisa tahu kalau data kita belum lengkap. Jumlah siswa dia tau, jumlah guru dia tau. Sebelum kita diminta untuk melengkapi dan konfirmasi ke kita, data itu juga memang sepertinya sudah ditembus sama si penelepon,” tegas Sutaji.
Untuk itu Sutaji berharap orangtua tidak mudah percaya begitu saja kepada penelepon yang mengatasnamakan pihak sekolah. Orangtua diminta untuk mengkonfirmasi ulang kepada walikelas siswa masing-masing.
“Nomor wali kelas sudah disimpan sama orangtua. Begitu juga sebaliknya, nomor telepon orangtua siswa disimpan sama wali kelas, untuk mempermudah komunikasi perserta didik dengan guru wali kelas masing-masing,” ujar Sutaji.
Lapor Polisi
Kepala Sub Bidang Humas Polda Kalbar, AKP Cucu Safiudin, yang dihubungi Rakyat Kalbar menyarankan kepada masyarakat untuk melaporkan jika ada yang mengalami kerugian.
Cucu mengatakan kepolisian sedang melakukan penyelidikan terkait peristiwa tersebut meskipun kepolisian belum menerima laporan yang menimpa puluhan orangtua Siswa SD Mujahidin.
“Perlu ditindaklanjuti secara serius baik itu oleh Polri, Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan, dan orangtua siswa,” ujar Cucu, yang minta masyarakat jangan mudah percaya dan panik. Segera lapor ke sekolah, polisi dan lakukan crosscheck.
“Sebagai langkah antisipasi, pihak sekolah harus lebih ketat menjaga arsip dokumen siswa dan mengantisipasi kebocoran database tersebut,” imbau Cucu.
Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Andi Yul Lapawesean mengingatkan kasus terror ortu siswa SD Mujahidin Pontianak bisa jadi tindak pidana penipuan jika ada orangtua siswa yang menjadi korban mentransfer sejumlah uang.
“Yang menimpa orangtua siswa di SD Mujahidin masuk dalam kategori teror,” kata Andi Yul, Jumat (3/6) sore.
Namun, lanjutnya, selama belum ada kerugian materil, hal tersebut masih masuk dalam kategori terror. Pihaknya juga belum mendapat laporan dari orangtua siswa. Namun demikian, setelah mendapat kabar tersebut pihaknya langsung melakukan penyelidikan. “Sudah kita lakukan langkah. Kita tetap lakukan penyelidikan,” katanya.
“Orangtua pasti panik mendengar kabar seperti itu. Siapa tidak pusing (anak mendapat musibah). Kita imbau jika mendapat telepon seperti itu, hubungi wali kelas atau guru untuk mengecek apakah ada peristiwa demikian atau tidak,” katanya.
Laporan : Isfiansyah dan Ocsya Ade CP
Editor: Hamka Saptono