eQuator – Pontianak-RK. Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar membuat pernyataan sikap, menyatakan menolak keras Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
DAD Kalbar juga menolak para pentolan dan “bekas” pengikutnya yang kini sudah dipulangkan ke daerahnya masing-masing untuk direlokasi ke Kalbar. Polisi didesak membekuk dedengkot Gafatar Kalbar.
“Jika Gafatar kembali ke Kalbar, dikhawatirkan akan menjadi bom waktu yang dapat memicu konflik,” kata Yakobus Kumis, Ketua DAD Kalbar di rumah Betang, Jalan Sutoyo, Pontianak Selatan, Kamis (28/1) sore.
Pernyataan sikap DAD itu sebagai reaksi keras terhadap Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Menteri Sosial dan Menteri Transmigrasi, yang berencana akan merelokasi Gafatar di pulau Kalimantan dalam program transmigrasi.
“Kami sangat menolak dan tidak bertanggungjawab, jika mereka Gafatar dikembalikan ke Kalbar. Meski organisasinya sudah dibubarkan, akan tetapi ajaran organisasi terlarang itu masih tetap hidup. Jika dibiarkan, tentunya akan memicu konflik dan kerusuhan di Kalbar,” ungkap Yakobus Kumis.
Yakobus menjelaskan, setiap Ormas atau organisasi apapun namanya yang hidup dan berkembang di Indonesia, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Dia menyimpulkan, Gafatar adalah Ormas yang dilarang dan telah dibubarkan, karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta memiliki ajaran dan rencana-rencana yang dapat menganggu stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, Gafatar organisasi yang ada kaitannya dengan gerakan radikalisme beberapa tahun lalu, menyebut dirinya Al Qaiyadah Al Islamiyah yang dipimpin oleh Ahmad Mussadeq. Musadeq tak lain adalah Ahmad Musadeq alias Abdussalam, yang pada tahun 2006 lalu, mengaku dirinya sebagai nabi setelah Nabi Muhammad SAW, setelah dirinya bertapa di Gunung Hede.
Pada 2008, Musaddeq pernah dipenjara selama 4 tahun, dipotong masa tahanan atas pasal penodaan atau penistaan agama. Musadeq diyakini sebagai Masih Al’Mau’ud, Mesias yang dijanjikan untuk ummat penganut ajaran Ibrahim atau Abraham meliputi Islam (bani Ismail) dan Kristen (bani Ishaq), menggantikan Muhammad. Semua para pengikut Gafatar pun harus bersumpah mendudukkan Musadeq, sebagai Mesias. Aliran ini juga belum mewajibkan pengikutnya untuk menjalankan salat lima waktu, dengan alasan kewajiban tersebut belum perlu dilaksanakan kecuali menjelang hijrah dan setelahnya. Setelah ditahan, Musadeq pernah menyatakan bertobat dan bersyahadat.
Di Kalbar sendiri, kata Yakobus, berbagai dokumen yang ditemukan jelas-jelas Gafatar adalah organisasi yang akan menyiapkan diri membentuk negara baru atau cikal bakal organisasi yang nantinya akan mengganti ideologi bangsa dan negara. Pembentukan negara itu lanjut dia, ada beberapa tahap atau fase. Mulai dari Sirron atau sembunyi-sembunyi, kemudian Jahron atau terang-terangan, dilanjutkan dengan Hijrah atau pindah, termasuk perang. “Langkah selanjutnya adalah Futuh atau kemenangan, lalu membentuk negara yang dicita-citakan dengan sebutan negara “Madinah Munawwaraj,” jelas Yakobus.
Terkait somasi yang dilontarkan oleh KontraS dan Komnas Ham, terhadap Gubernur Kalbar, Yakobus menegaskan, pihaknya mendukung kebijakan Gubernur Kalbar yang secara tegas menolak kehadiran Gafatar dan eks Gafatar, serta mengembalikannya ke daerah mereka masing-masing. Karena jelas-jelas telah melakukan pelanggaran terhadap UU Kependudukan. “Kami siap mengawal setiap kebijakan Bapak Gubernur Kalbar dan pemerintah kabupaten maupun kota, termasuk siap melakukan pengawalan terhadap gugatan dan ancaman dari pihak manapun juga, meskipun nyawa taruhannya,” tegas Yakobus.
Dia juga meminta pemerintah pusat, kepolisian dan TNI untuk segera mengusut tuntas otak-otak di balik eksodusnya anggota dan eks Gafatar ke Kalbar. Selain itu juga meminta hukum terhadap paham radikalisme atau ormas yang menyimpang dari pancasila dan UUD 1945, serta peraturan perundangan yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), ditegakkan setegak-tegaknya.
Yakobus juga mengajak seluruh masyarakat lintas etnis dan agama, bergandengan tangan, bersatu padu melakukan tindakan pencegahan terhadap setiap usaha yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, tidak bertanggungjawab dan berbau radikalisme. “Termasuk menolak Ormas terlarang yang ingin memecahbelah persatuan dan kesatuan kita di bumi Kalimantan Barat ini. Maka dari itu, masyarakat agar segera melapor ke aparat berwajib, baik TNI/Polri maupun pemerintah daerah, apabila melihat dan mendengar setiap gerakan yang mencurigakan,” imbaunya.
Sementara Ketua Aliansi Masyarakat Akar Rumput (AMAR) Kalbar, Frans Asok juga mendukung upaya DAD Kalbar dalam penolakan relokasi eks Gafatar ke Kalbar. Ini semua demi menjaga keutuhan NKRI. “Kami sebagai anak bangsa dan Negara, tentu tidak menerima jika adanya indikasi penyebab kerusuhan yang ada di Kalbar,” katanya.
Kalbar kini sudah kian lama aman dari kerusuhan maupun konflik. “Kepada seluruh entis di Kalbar, mari kita bersatu. Kita tidak mau ada satu orang yang menghancurkan Kalbar. Kami juga mendukung kebijakan pemerintah daerah, TNI/Polri yang memperhatikan hal ini,” tegas Frans Asok.
Laporan: Ocsya Ade CP dan Isfiansyah
Editor: Hamka Saptono