Cornelis Dorong Revisi UU Wilayah Negara

SERAHKAN DOKUMEN. Gubernur Cornelis menyerahkan dokumen rekomendasi usulan daerah Kalbar mengenai daerah perbatasan, pada rapat dengar pendapat dengan Komite I RI di Jakarta , Rabu (10/2). JOHAN HUMAS PEMPROV FOR RAKYAT KALBAR

Jakarta-RK. Gubernur Kalbar, Drs. Cornelis, MH mendorong Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggunakan haknya merevisi Undang-Undang (UU) No 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Undang-Undang itu kurang mangakomodir wilayah perbatasan yang mempunyai kompleksitas tumpang tindih dalam hal kewenangan. Kalau dibiarkan, jangan heran apabila wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di perbatasan “dicuri” negara lain.

“Kalau mengharapkan hanya pada gubernur atau bupati, tidak selesai permasalahan perbatasan ini. Tangannya gubernur dan bupati tidak sampai. Pemerintah daerah sebenarnya tidak terlalu terlibat, karena di pusat sudah ada badan yang mengelolanya,” tegas Cornelis saat rapat dengar pendapat dengan Komite I RI, di Jakarta, Rabu (10/2).

Cornelis mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat dalam mengelola daerah perbatasan. Pemerintah telah membentuk badan bernama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), bertugas mengelola daerah perbatasan. Namun sayangnya kewenangan lembaga itu hanya sebatas koordinasi lintas instansi.

“Wilayah Kalbar berbatasan langsung dengan Malaysia, baik daratan, lautan maupun udara. Negara harus ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan di perbatasan. Karena selama ini belum terkoordinasi dengan baik antardepartemen dan lembaga teknis,” jelas Gubernur Cornelis.

Gubernur didampingi Pj Bupati Sintang Dr. Aleksius Akim dan Wakil Bupati Sanggau Drs. Y. Ontot mengatakan, setidaknya ada tiga permasalahan di perbatasan Kalbar. Diantaranya kaburnya garis perbatasan wilayah negara akibat rusak, hilang dan bergesernya patok-patok batas yang dapat menjadi ancaman hilangnya sebagian wilayah NKRI.

Tingginya potensi kerawanan di perbatasan, kata Cornelis, juga menyebabkan perlunya perhatian khusus terhadap wilayah itu. Khususnya dalam hal peningkatan kesadaran akan pertahanan, keamanan serta penegakkan hukum.

“Kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan juga memerlukan sistem kelembagaan yang baik. Mengingat kompleksnya permasalahan, serta realita ancaman global yang saat ini terus terjadi,” tegasnya.

Menurut Cornelis, rendahnya akses informasi dan komunikasi, berpotensi terjadinya penurunan wawasan kebangsaan dan kesadaran politik berbangsa, sehingga berpotensi terhadap disintegrasi bangsa.

“Ketergantungan masyarakat perbatasan yang tinggi terhadap negara tetangga Malaysia, seperti dalam pemenuhan kebutuhan pokok, lapangan kerja, pendidikan bahkan kesehatan, secara tidak langsung merupakan ancaman terhadap wawasan kebangsaan,” ungkap Cornelis.

Rapat Dengar Pendapat Komite I DPD RI, dipimpin Ketua Komite I, Ahmad Muqowam. Rapat membahas pentingnya pengaturan tentang pengelolaan perbatasan yang belum secara jelas diatur dalam Undang-Undang tentang Wilayah Negara.

Senator asal Jawa Tengah (Jateng) ini menilai, pengelolaan perbatasan perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Karena permasalahan di daerah perbatasan begitu kompleks.

“Perbatasan perlu menjadi Undang-Undang tersendiri, tidak seperti sekarang ini, hanya menjadi sub bagian dari Undang-Undang Wilayah Negara. Peraturan itu hanya mengatur tentang batas wilayah negara saja, tapi mengabaikan pengelolaannya,” kata Muqowam.

Dalam rapat dengar pendapat tersebut, juga dihadiri oleh Gubernur NTT Frans Lebu Raya, para bupati daerah perbatasan seperti Sintang, Sanggau, Alor, Nunukan, Malinau dan Bintan.

Laporan: Isfiansyah/Humas Pemprov

Editor: Hamka Saptono