
eQuator – Jakarta-RK. Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu tengah menyiapkan laporan ke Kedutaan Besar Amerika Serikat terkait skandal perpanjangan kontra karya Freeport yang menyeret nama sejumlah pejabat negara dan petinggi perusahaan tambang asal Negeri Paman Sam tersebut sebagaimana isi transkip yang tersebar di publik.
Sekretaris Jendral FFSP BUMN Bersatu, Tri Sasono menyebutkan, nama-nama yang akan dilaporkan pihaknya yakni Ketua DPR Setya Novanto, Menko Polhukam Luhut Panjaitan, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“FSP BUMN akan melaporkan dugaan suap ini ke Deputy Chief (FCPA Unit) Fraud Section, Criminal Division Bond Building 1400 New York Ave, N.W. Washington, DC 20005 lewat Kedutaan Besar Amerika di Jakarta,” terangnya melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (21/11).
Bagi FSP BUMN, lanjut Tri, laporan ini penting untuk memastikan kepatuhan Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. (FCX) dan afiliasinya, PT Freeport Mcmoran Indonesia pada UU anti-korupsi Amerika, Foreign Corrupt Practices Act (FCPA or the Act) yang melarang suap kepada pejabat pemerintah setempat.
“Undang-undang tersebut di antaranya adalah undang-undang Amerika Serikat tentang Praktik Korupsi di Luar Negeri tahun 1977, sebagaimana yang telah ditambahkan dan hukum lokal yang terkait di negara-negara di mana Freeport Mc Moran beroperasi,” paparnya.
FSP BUMN berharap Fraud Section, Criminal Departemen Hukum Amerika Serikat bisa menurunkan FBI untuk melakukan penyidikan terhadap petinggi Freeport di Indonesia dan AS.
Tri menekankan, usaha menyuap pejabat negara dengan saham Freeport bisa masuk katagori tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang sudah masuk dalam peraturan PBB untuk bisnis global.
KPK Didesak
Indonesia Mining Dan Energy Studi (IMES) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki sandiwara sindikat mafia tambang antara Ketua DPR Setya Novanto, Menteri ESDM Sudirman Said dan Menko Polhukam Luhut Panjaitan.
Ketiganya dinilai sedang berjuang memuluskan kontrak dengan mencatut nama presiden dan wakil presiden untuk mendapat rente ekonomi kontrak tambang dan melawan hukum.
“Sejak awal kami menolak perpanjangan kotrak Freeport, karena kehadiran Freeport selama ini tidak ada manfaanya bagi negeri. Jika semula kehadirannya diharapkan menciptakan kesejahteraan masyarakat di Papua, faktanya malah menciptakan ketidakadilan, kerusakan lingkunga, pelanggaran HAM dan konflik,” jelas Direktur Eksekutif IMES Harli Muin kepada redaksi, Sabtu (21/11).
Dia menjelaskan, perebutan kekuasaan antar sindikat tambang sudah mencapai tahap memprihatinkan, dan jauh dari semangat revolusi mental yang menjadi motto Presiden Joko Widodo ketika kampanye Pilpres 2014.
Apalagi, perbuatan para sindikat ini sudah masuk dalam ranah korupsi, maka KPK perlu menyeldiki dan memeriksa Ketua DPR Setya Novanto dan kelompoknya dalam kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam meminta saham PT Freeport.
“KPK perlu menyelidiki motivasi di balik pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam meminta saham kepada Freeport, karena ada indikasi korupsi,” beber Harli.
Dia juga meminta KPK memeriksa Menko Polhukam Luhut Panjaitan dalam kasus serupa.
“Mereka inilah yang menjadi biang berpotensi merugikan negara dengan menggunakan dan mencatut kekuasaan ke dalam perpanjangan kontrak sektor tambang,” jelas Harli.
Selain itu, KPK juga perlu memeriksa Sudirman Said selaku Menteri ESDM dalam kasus pembacaan dokumen persetujuan perpanjangan kontrak Freeport baru-baru ini. Padahal dalam aturan hukum, perpanjangan kontrak baru dapat dilakukan dua tahun sebelum berakhir kontrak karya pada 2021.
“Perpanjangan kontrak Freeport tidak bisa diurus oleh periode pemerintahan sekarang,” kata Harli.
Ditambahkannya, IMES meminta KPK untuk bekerja secara serius untuk menghapuskan pencari rente ekonomi dengan memanfaatkan kekuasaan saat ini. (rmol)