Ceria dalam Lara di Ujung Sayonara

KRI TELUK GILIMANUK. Inilah kapal yang akan mengevakuasi 375 warga eks Gafatar ke Semarang. Kapal ini telah bersandar di dermaga Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) XII Pontianak, Kamis (21/1) pagi. Sorenya, Pangdam XII Tanjungpura, Mayjen TNI Agung Risdhianto MDA meninjau kesiapan kapal itu. OCSYA ADE CP

eQuator – Pontianak-RK. Tempat tinggal mereka dibakar sampai rata dengan tanah, pergi pun dengan terpaksa. Tidak hanya dewasa yang tersiksa, anak-anak tak berdosa juga menelan rasa duka.

Rabu (20/1) sekitar pukul 15.00 WIB, mereka menjalani hari baru di Markas Perbengkalan Angkutan Kodam (Bekangdam) XII/Tanjungpura, Kabupaten Kubu Raya. Nuansa kepedihan terlihat jelas di sana.

Biasanya, anak-anak mantan Gafatar tersebut bermain dengan ceria di pekarangan rumah maupun lahan garapan orangtuanya. Kini, mereka harus bermain di penampungan yang penuh sesak. Tidur pun di ruang tebuka, dinginnya angin tentu menusuk ke tulang belulang anak-anak itu.

Lazimnya bocah seusia mereka, saat makan jamak disuapi orangtua. Kini, hanya bisa makan beberapa suap nasi saja, itupun berbagi bersama 3.121 pengungsi eks Gafatar lainnya.

Prames dan adiknya Sofi, misalnya. Di usia sedini itu, buah hati pasangan Mustofa dan Tini tersebut sudah harus menelan pahitnya rasa diusir kesana-kemari.

“Ini namanya Prames usianya lima tahun, dan ini anak perempuan kami Sofi usianya tiga tahun,” begitu Tini memperkenalkan anaknya yang sedang tertidur di lantai.

Tini masih dapat tersenyum. Keluarga itu benar-benar tabah. “Kata suami saya, Life is beautiful (hidup itu indah,red). Sudah, nikmati saja,” tuturnya.

Walaupun, ia terpaksa berbohong kepada dua anaknya itu. “Saya bilang kepada anak saya, kita sedang jalan-jalan, liburan, travelling. Mereka masih terus bertanya, kapan bisa pulang ke rumah?” ungkapnya lirih.

Bahkan, ketika tempat tinggal mereka di Desa Moton, Mempawah, dibakar, Prames dan Sofi dengan polosnya bertanya, “Kenapa ramai orang, kenapa ada senjata dan polisi?”.

Untuk menenangkan anaknya, ia terus berbohong. Keramaian itu disebutnya syuting film. “Mau diapakan lagi, mereka tidak perlu tahu apa yang terjadi. Mereka tidak bersalah, dan apa juga yang salah dengan kami?” terangnya.

Tini mengaku seorang guru SD di Yogyakarta, resign (berhenti) pada tahun 2015. Dia memilih mengikuti suaminya di Kabupaten Mempawah. Menurut dia, Gafatar merupakan organisasi sosial. “Tidak ada kaitannya dengan agama,” jelasnya.

Sebenarnya, Tini masih meminta Kalbar bisa menerima mereka. “Apa yang salah dengan kami? Kami warga Indonesia, memiliki hak yang sama. Berat untuk kembali pulang, di sana (kampung halaman,red) sudah kami jual semua,” papar dia.

Hanya saja, keinginan itu tinggal harapan kosong. Hari ini, selepas Jumatan, sedikitnya 375 warga eks Gafatar itu akan dipulangkan melalui Semarang, Jawa Tengah, menggunakan KRI Teluk Gilimanuk-531. Mereka yang dilayarkan ini merupakan kloter pertama dari total sementara 3.121 jiwa.

“Hanya satu kapal. Pemberangkatan pertama ini sesuai kemampuan maksimum muat kapal ini, 375 orang,” kata Mayjen TNI Agung Risdhianto MDA, Pangdam XII Tanjungpura, usai meninjau KRI Teluk Gilimanuk-531 di Dermaga Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) XII Pontianak, Kamis (21/1) sore.

Dalam pemberangkatan itu, posisi warga eks Gafatar sudah diplot. Laki-laki dewasa akan diletakkan di geladak kapal yang sudah dipasangi tenda. Sementara, ibu-ibu maupun yang tengah mengandung, anak-anak, serta bayi, ditempatkan di bagian dalam kapal.

Sejumlah pihak terkait pun, dikatakan Agung, sudah rapat koordinasi di Kantor BPBD Kalbar untuk membahas bekal bagi warga eks Gafatar itu menuju Semarang. “Kita pikirkan BBM (bahan bakar minyak,red)-nya. Makan warga-warga inikan perlu dipikirkan, semuanya kan uang,” ujarnya.

Ia mengatakan, keberangkatan warga eks Gafatar selanjutnya akan dilakukan di hari Sabtu hingga Minggu. Selain KRI Gilimanuk, TNI AL menyiapkan KRI Teluk Bone dan KRI Teluk Banten yang kapasitasnya lebih besar. “Semuanya tujuan Semarang. Sesuai rapat koordinasi Pemda Kalbar,” ungkap Agung.

Awalnya, hanya dua kapal yang disiapkan. Namun, seiring bertambahnya jumlah warga eks Gafatar yang dievakuasi dari sejumlah kabupaten, TNI AL pun harus menambah jumlah armada kapal. “Bertambah dua kali lipat. Awalnya hanya seribu jiwa, kini sudah mencapai 3.121 jiwa. Otomatis ada penambahan kapal,” bebernya.

Ia meminta keberangkatan pertama ini harus terkordinir. “Setiap satu keluarga harus berada dalam satu kapal, jangan pisah kapal,” demikian Agung Risdhianto.

Komandan KRI Teluk Gilimanuk, Mayor Laut (P) Antonius telah merapat dan bersandar di Dermaga Lantamal XII Pontianak sejak kemarin (21/1) pukul 08.30 WIB. “Sebenarnya kami tengah tugas patroli rutin di perairan laut Indonesia. Begitu dapat tugas, kami merapat ke Dermaga Lantamal ini dan siap memberangkatkan warga eks Gafatar,” tukas Antonius.

CERIA DALAM LARA. Sejumlah anak-anak yang berada di penampungan Bekangdam XII Tanjungpura tampak terhibur oleh badut yang dihadirkan di sana, Kamis (21/1). Isfiansyah/Rakyat Kalbar
CERIA DALAM LARA. Sejumlah anak-anak yang berada di penampungan Bekangdam XII Tanjungpura tampak terhibur oleh badut yang dihadirkan di sana, Kamis (21/1). Isfiansyah/Rakyat Kalbar

Dalam kondisi lara jelang eks Gafatar itu mengucapkan ‘Sayonara (selamat tinggal) Kalbar’, masih ada keceriaan dari 347 bocah yang ikut dengan orangtuanya mengungsi ke penampungan Bekangdam Tanjungpura. Mereka sedikit terhibur dengan kehadiran dua badut.

Badut-badut tersebut dihadirkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) bersama Dinas Sosial Provinsi Kalbar bekerja sama dengan sejumlah relawan di sana.

Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Data dan Informasi KPAID Kalbar, Alik Rosyad mengatakan, pemberian hiburan tersebut bertujuan mengurangi efek traumatik yang dihadapi anak-anak paskainsiden penolakan di Mempawah beberapa hari lalu.

“Ada juga pertunjukan sulap, badut, dan cosplay,” ungkap Alik, Kamis (21/1), seraya berharap ada penyediaan susu formula hingga makanan tambahan untuk bocah-bocah itu.

Laporan: Achmad Mundzirin,

Ocsya Ade CP, dan Isfiansyah

Editor: Mohamad iQbaL