eQuator.co.id – BEREDAR sebuah video yang mempertontonkan kericuhan terjadi di sebuah ruangan dengan penuh kotak suara berlabelkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam video berdurasi 30 detik tersebut, terdengar suara tembakan yang kemudian orang-orang berlarian.
Dalam postingan video itupun diberi narasi yang menyebutkan telah terjadi penembakan oleh polisi kepada saksi saat rekap pleno KPU. Pada narasi, tidak disebutkan di mana lokasi rekapitulasi pleno KPU yang ada dalam video tersebut. Seperti yang dibagikan akun facebook May Sania Novales.
Dalam video yang diupload sejak 10 Mei dan sudah dibagikan lebih dari 9.000 kali, May Sania juga menambahkan narasi sebagai berikut: “Polisi menembak saksi yang tidak trima rekap pleno KPU”.
Setelah dilakukan penelusuran oleh Muhammad Khairil, salah satu anggota Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), ternyata video itu merupakan peristiwa kericuhan saat rapat pleno rekapitulasi suara di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan (Sumsel), pada 7 Mei 2109.
Sebagaimana keterangan resmi anggota KPU Sumsel, Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan SDM, Amrah Muslimin yang dimuat sejumlah media online kredibel. Yang mana Amrah mengatakan, video kericuhan itu terjadi saat rapat pleno di Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Kericuhan terjadi lantaran salah seorang saksi dari salah satu partai melakukan protes terkait adanya DA 1 yang ditemukan dalam kondisi banyak coretan tipe-x. Karena kejadian tersebut, saksi dari parpol itu mengamuk dan meminta untuk dilakukan penghitungan dengan membuka kotak suara.
Bawaslu pun menyarankan agar penghitungan untuk caleg di Kabupaten Empat Lawang dilakukan di kantor KPU Sumsel.
Namun, kata Amrah, sebenarnya tidak masalah untuk penghapusan dengan tipe-x sepanjang itu diketahui para saksi.
Selain Amrah, Kapolres Empat Lawang AKBP Eko Yudi Karyanto pun memberikan kronologis kejadian kericuhan tersebut. Ia menyatakan, situasi mulai tidak kondusif saat ada dua orang caleg, yakni Raka Warsih dari Partai Golkar dan Suprianto dari Partai NasDem tidak terima dengan perbedaan hasil pada DA 1 hologram untuk surat suara pileg DPRD Kabupaten.
Hujan interupsi pun mewarnai rapat pleno, dan saksi Partai Golkar dan NasDem mendesak KPU untuk membuka C1 plano, namun pihak KPU dan Bawaslu malah memperdebatkan aturan. KPU hanya bersedia membuka DA 1 dan enggan membuka C1 plano dengan alasan ada tahapan selanjutnya. Selain itu DA 1 pleno untuk PAN dan Hanura penuh coretan putih sehingga massa pun semakin memanas.
Keributan tak terelakkan saat caleg yang bersangkutan menggebrak meja. Keributan di dalam ruangan akhirnya berdampak pada mulai parahnya massa pendukung di luar ruangan. Mereka mendobrak pagar tapi dihalau petugas dan melepaskan tembakan peringatan. Massa mulai melempar batu ke arah petugas.
Situasi semakin tidak terkendali, lanjut Kapolres, pihak kepolisian kemudian mengamankan para komisioner KPU untuk meninggalkan lokasi rapat ke tempat yang aman. Sementara kepolisian berupaya menenangkan amukan massa.
Kerusuhan itu berlangsung sekitar 20 menit. Setelah kepolisian berkoordinasi dengan caleg dan perwakilan partai, massa pun tenang dan membubarkan diri hingga situasi kondusif.
“Jadi, berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pada kericuhan rapat pleno rekapitulasi suara Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan tidak terjadi penembakan pihak kepolisian kepada saksi,” tegas Khairil dalam debunk-nya, Senin (13/5).
Khairil melanjutkan, berdasarkan pernyataan di atas, hal yang terjadi sebenarnya ialah hanya tembakan peringatan di dalam ruangan agar menenangkan para saksi dan caleg dari Partai Golkar dan Partai NasDem yang tengah memanas.
Adapun, tembakan gas air mata dilakukan di luar ruangan pasca massa simpatisan caleg merangsek masuk ke dalam Gedung DPRD Kabupaten Empat Lawang. Dari peristiwa itu, tidak ada korban luka dari pihak petugas maupun massa yang merangsek masuk ke Gedung DPRD Kabupaten Empat Lawang.
“Atas dasar itulah, narasi pada postingan facebook May Sania tidak sesuai dengan peristiwa sebenarnya dalam video. Oleh sebab itu, postingan May Sania masuk kategori misleading content atau konten yang menyesatkan. Hal itu dikarenakan terjadi framing seolah-olah pihak kepolisian melakukan penembakan kepada saksi secara langsung,” ujarnya. (oxa)