eQuator – Pontianak-RK. Paskateror di Sarinah Jakarta, Polisi Kalbar yang masih melakoni status siaga satu instruksi Kapolda Brigjen Pol Arief Sulistyanto terus melakukan antisipasi di sejumlah objek vital, Sabtu (16/1). Alih-alih membekuk teroris, di Pelabuhan Dwikora Pontianak, Polresta setempat mencokok anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Penyergapan dipimpin Wakil Kepala (Waka) Polresta Pontianak, AKBP Veris Septiansyah. Diback-up Sat Brimob Polda Kalbar, puluhan anggota Sat Reskrim Polresta menangkap dua orang mencurigakan dari Pulau Jawa yang baru turun dari KM Bukit Raya tujuan Surabaya-Pontianak, bernama Zainuddin dari Jombang dan Slamet Mulyo dari Surabaya.
Mereka digeledah, barang bawaannya pun diperiksa di tempat. Meski tidak ditemukan barang-barang berbahaya (baca: bom rakitan, senjata api, atau semacamnya), kepolisian menemukan sejumlah buku-buku yang diduga identik dengan penganut paham Gafatar.
Juga ditemukan visi dan misi organisasi terlarang tersebut berlatar warna merah yang tertulis di dalamnya berazaskan Pancasila. Selain itu, didapati primbon Pudja-Mantra dan buku Pamboekaning Nalar.
Pun ada buku Teologi Abraham, Membangun Kesatuan Iman Yahudi, Kristen, dan Islam. Serta sejumlah buku lain yang berisi ayat-ayat Alquran berikut amalan sehari-hari berbahasa Jawa dari kelompok Gafatar.
Saat hendak digiring ke Kantor Polsek Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3L) Pontianak di Jalan Rahadi Usman, Slamet Mulyo sempat pingsan. Ketika sadar, dia dipisahkan dari Zainuddin. Interogasi kepada mereka dilakukan terpisah, langsung dilakukan Waka Polres Pontianak.
Slamet mengaku anggota Gafatar yang bergabung sejak tahun 2006. Menepikan buku-buku yang mereka bawa, bagi Slamet, Gafatar hanya merupakan kelompok yang bergerak di bidang bakti sosial.
“Setahu saya kegiatan Baksos dan kegiatan sosial lainnya,” ujarnya saat diinterogasi Veris.
Penjelasan warga Desa Indro, Kecamatan Kebomas, Provinsi Jawa Timur, ini rada berbelit-belit dan membingungkan polisi. Ia tertutup ketika ditanyai lebih dalam tentang Gafatar. “Ya seperti itu saja. Saya datang ke Kalbar nekat mengadu nasib. Tujuan saya ke Sintang,” tuturnya santai, juga mengakui tidak memiliki pekerjaan di Sintang.
Kendati demikian, Slamet sempat mengatakan Gafatar pun melakukan aktivitas layaknya orang beragama Islam, ada pengajian dan juga ceramah. “Jadi saya tertarik untuk bergabung. Namun saya sempat mau keluar,” timpal dia.
Interogasi kepada Zainuddin juga tidak mengungkap banyak hal. Dia mengakui sebagai anggota Gafatar dan masuk Pontianak bertiga. “Saya, Slamet Mulyo, dan Parno. Tapi saya tidak tahu Parno sekarang di mana,” ungkapnya.
Usai interogasi, Waka Polresta Veris Setiansyah menyatakan, pihaknya perlu melakukan pemeriksaan lebih dalam untuk mengetahui tujuan sebenarnya kedatangan dua orang itu ke Kalbar.
“Kita akan lebih intens, agar keduanya terbuka. Tentu mereka kita amankan terlebih dahulu,” tegasnya.
Dugaan awal dari Veris, menilik buku-buku yang ditemukan pihaknya, Slamet dan Zainuddin datang untuk menyebarkan paham Gafatar di Kalbar. “Mudah-mudahan mereka terbuka saat dilakukan pemeriksaan lanjutan,” ujarnya.
Hingga saat ini, Veris menyatakan, kepolisian belum dapat menjerat kelompok-kelompok Gafatar dengan pasal-pasal yang ada di KUHP maupun UU lainnya. “Pimpinan kita (Kapolri) maupun Presiden belum ada mengeluarkan instruksi bahwa Gafatar adalah teroris. Jadi langkah yang diambil sementara ini adalah mencegah kedatangan mereka saja ke Kota Pontianak yang merupakan wilayah hukum kami,” papar mantan Kapolres Sintang itu, seraya menambahkan belum ada temuan terkait terorisme.
Mendapat kabar temuan anak buahnya di Kota Pontianak, Kapolda Brigjen Pol Arief Sulystianto melalui Kabid Humas AKBP Arianto meminta kepada masyarakat untuk tidak takut. “Apabila ada hal-hal yang mencurigakan untuk segera menginformasikan kepada kami (polisi,red),” pinta Arianto.
Arianto menambahkan, Polda Kalbar telah menambah satu pleton anggota kepolisian di Perbatasan Entikong-Malaysia. ”Juga masih mengawasi ketat semua alur transportasi, baik itu di Pelabuhan Dwikora dan Bandara Supadio Pontianak, Bandara Susilo Sintang, Bandara Pangsuma Putussibau, dan Bandara Rahadi Oesman Ketapang,” tutupnya.
CUBIT GURUNYE
Terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Dzikir Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) Kalbar, Muhammad Sabilal Muhtadin meminta masyarakat tidak main hakim sendiri kepada kelompok atau terduga Gafatar. “Soal mantan anggota mereka yang taubat berilah kesempatan sambil dimonitoring. Karena manusia ini tidak lepas dari khilaf, tugas kita meluruskan,” ujarnya.
Menurut dia, jika semua orang yang khilaf ini tidak diberi kesempatan, maka akan semakin banyak orang yang takut untuk memperbaiki diri dan bertaubat. Yang ada nantinya, orang-orang khilaf ini akan menjadi semakin “liar” atau bahkan menjadi kelompok yang lebih besar.
“Pikir mereka, mending lajakkan sekali (teruskan). Karena bagaimana dia mau menjadi baik, kalau belum apa-apa sudah ditolak, dibenci, dan lainnya. Akhirnye, dia tak respect lagi dan memilih tetap percaya aliran dia,” tutur pria yang karib disapa Bilal ini.
Dalam posisi itu, lanjut dia, peran masyarakat sangat penting untuk memulihkan, meluruskan, dan mengayomi mereka. “Kecuali mereka ini pura-pura taubat, ya harus ditindak. Tapi semua tentu didukung oleh bukti kuat, intinya kalau mereka mengulangi ya dijewer,” tegasnya.
Bilal mengingatkan, tidak ada murid yang salah, yang ada gurunya yang salah. “Gurunye boleh kite cubit, muridnye kasihan, awam. Saat ini banyak oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” terang dia.
Mengantisipasi masuknya paham-paham yang menyimpang ini, dia berharap masyarakat Muslim jeli dan kritis terhadap Ormas atau kelompok pengajian manapun. “Intinya syariat. Kalau sudah menyimpang dari syariat, jangan diikuti. Belajar itu harus merata, antara syariat dengan hakikat. Mari kuatkan tauhid, Insya Allah jauh dari penyimpangan,” tutup Bilal.
Laporan: Achmad Mundzirin dan Fikri Akbar
Editor: Mohamad iQbaL