eQuator.co.id – Pontianak. Hikmah datangnya bulan paling dinanti, Ramadan, tidak sekedar untuk meningkatkan ibadah. Di kota Pontianak, bulan puasa bisa jadi bulan yang tepat untuk berburu kuliner.
Seperti diungkapkan Fitriany. Perempuan 25 tahun ini menyebut salah satu yang paling dirindukannya dari kedatangan Ramadan adalah berbagai menu kuliner yang susah dijumpai di bulan lainnya.
“Ada kue-kue tradisional yang kalau hari biasa itu nggak bisa ketemu,” ujar alumni Fakultas Ekonomi Untan ini, Sabtu (27/5). Ia menyebut kerinduannya akan penganan seperti kue jorong-jorong, kue talam ebi, hingga kolak pisang.
Di bulan Ramadan, makanan tersebut nongol dengan massifnya di sejumlah pasar juadah. Di beberapa kantin juadah, menu-menu sejenis untuk pelengkap buka puasa juga bisa didapat.
“Pokoknya sedaplah, cuma lapar mata jak kadang-kadang,” selorohnya.
Pasar juadah di Masjid Raya Mujahidin Pontianak merupakan tempat favorit perempuan berhijab ini untuk hunting kuliner. Juga sejumlah kantin juadah di sepanjang jalan Tanjung Raya 2, Pontianak Timur.
“Kalau sore sekitar jam lima jalannya (Tanjung Raya 2) macet karena orang banyak belanja kue,” imbuh Fitriany.
Lain lagi Mariana Sari. Tenaga honorer di salah satu sekolah di Pontianak ini senang dengan keberadaan pasar juadah karena alasan kepraktisan.
“Kalau bikin sendiri repot ya, apalagi di bulan puasa,” tuturnya, dihampiri saat sedang berbelanja bukaan di pasar juadah Mujahidin Pontianak, Sabtu (27/5).
Mariana bercerita, orang rumahnya biasa berbuka dengan makanan seperti kue dan minuman manis terlebih dahulu. Sebelum berlanjut ke makanan berat. Alhasil, kehadiran kue ataupun makanan seperti kolak, es kelapa, atau es buah, tidak pernah terlewat.
“Sekarang sih sudah banyak juga yang jual lauk dan makanan jadi, jadinya lebih enak sih sekarang,” tuturnya.
Ia menilai ini lebih memudahkan kaum ibu karena umumnya konsumsi makanan di bulan Ramadan cenderung lebih sedikit. “Kalau buat sendiri, cuma sedikit sayang kan. Udah capek, tapi buat banyak tak dimakan. Mubazir nanti,” ungkap Mariana.
Keberadaan pasar juadah memang ciri khas Ramadan di Pontianak. Deretan pedagang berbagai jenis menu kuliner berjejer di sejumlah jalan kota Khatulistiwa ini. Dan asiknya, tidak sulit menemukan berbagai menu tradisional yang sehari-hari bisa jadi sulit untuk diperoleh.
Kalau dulu, pasar juadah di Bundaran Digulis Untan atau di Taman Alun-alun Kapuas sempat jadi pilihan utama. Kini pasar Ramadan di Masjid Mujahidin Pontianak bisa jadi yang terbesar. Di tahun keempatnya menyelenggarakan pasar Ramadan, panitia menyediakan 80 stand.
“Kalau dibanding tahun lalu memang lebih sedikit. Tahun ini stand juadah, makanan, minuman, kuliner, itu ada 60 stand. Kemudian ada stand pakaian serta asesoris yang sifatnya kering-kering 20 stand,” ungkap ketua Panita Pasar Ramadan Mujahidin Pontianak, Lis Indah Permanasari, ditemui di ruang kerjanya, di Sekretariat Baitul Mal Wattamwil (BMT) Mujahidin Pontianak, Jumat (27/5).
Berbekal lahan yang luas, memberikan keleluasaan kepada pembeli untuk bertransaksi di lapak-lapak yang disediakan panitia. Kelebihan lain, pasar juadah di Mujahidin aman dari persoalan parkir dan kemacetan. Tak seperti kebanyakan pasar juadah lainnya yang rata-rata berada di pinggir jalan.
Panitia mematok harga Rp750.000-Rp1.000.000 untuk lapak kuliner berukuran 1 x 1,5 meter. Sedangkan lapak pakaian berukuran 3×3 meter dibanderol Rp2.500.000-Rp3.500.000. Ada pula sejumlah lapak di luar tenda utama yang dikhususkan kepada perusahaan-perusahaan besar.
“Itu space khusus yang kita berikan. Biasanya perusahaan-perusahaan yang membawa brand tersendiri kayak Nestle, Telkom, es krim Walsh. Nah mereka itu kita kasih di luar tenda. Pakai tenda sendiri, ada brand sendiri, itu 3 x 3 (meter) juga,” imbuh perempuan yang karib disapa Icha itu.
Ia mengaku, menjelang Ramadan saja semua lapak tersebut telah penuh terisi. Sampai-sampai ada yang masuk daftar antri.
“Biasanya mereka ini yang sudah ikut tahun-tahun lalu, jadi belum sempat kita ekspos pake media yang ada di Mujahidin. Ada videotron, ada tv, ada radio, mereka sudah otomatis datang,” terangnya. Kebanyakan pedagang, kata Icha, memang berasal dari kota Pontianak dan sekitarnya.
Soal pengurangan jumlah stand tahun ini, menurut dia, merupakan masukan dari para pedagang tahun-tahun sebelumnya yang mendaftar kembali. “Tahun lalu itu kan sampai seratus lebih, karena kemarin banyaknya yang jualan, yang belinya berkurang. Sebab banyak pilihan. Nah sekarang kita kerucutkan jumlahnya,” jelas Icha.
Manajer di BMT Mujahidin ini tidak tahu mengapa permintaan stand juadah di pasar Ramadan Mujahidin sedemikian besar. Ia menduga hal tersebut tidak lepas dari lokasinya yang tak jauh dari Masjid Mujahidin dan terletak di pusat kota Pontianak.
“Sebenarnya pasar juadah itu sama saja ya, tapi mungkin orang melihatnya itu dekat masjid. Jadi pedagang mau buka puasa, mau salat, dan juga mereka kalau mau berinfak bisa langsung. Biasanya ada sebagian pedagang jika dilihatnya dagangannya masih agak banyak, mereka langsung sumbangkan untuk takjil di Mujahidin,” paparnya.
Bagi pihaknya dan para pedagang, tantangan yang dihadapi selama ini adalah cuaca yang tidak bersahabat. Cuaca yang buruk berakibat menurunnya pendapatan para pedangang.
“Kayak tahun lalu itu hujan angin, sampai bertumbangan. Dan secara finansial beberapa peserta jadi rugi. Itu yang kita tidak siap dari cuaca,” aku Icha.
Pasar Ramadan sendiri buka hingga jam 9 malam. Meski begitu, khusus pedagang juadah, selepas Magrib biasanya telah berkemas untuk pulang. Panitia pun, kata dia, akan menyuguhkan berbagai acara untuk memeriahkan pasar Ramadan ini.
“Nanti kita ada panggung, teman-teman dari remaja atau tv yang nanti akan isi, entah lomba atau acara apa, nanti juga kita akan promokan pedagang lewat videotron Mujahidin,” tukasnya.
Ketua Panitia Pasar Juadah dan Bazar, Sulaiman, menyebut hal serupa. Ia menambahkan, antusiasme pedagang di Pasar Ramadan Mujahidin sangat tinggi. Bahkan sebagian ada yang meminta penambahan stand kepada panitia.
“Kita kasih solusi, jika punya produksi kue tolong dititipkan di stand yang ada di sini. Keuntungannya juga sama sehingga semua kue yang diinginkan oleh masyarakat Kalbar yang berkunjung ke sini semuanya ada,” tuturnya.
Keberadaan pasar juadah ini juga tak lepas dari dukungan Pemkot Pontianak yang telah memberi izin tempat selama empat tahun berturut-turut. “Dulu kan ada di Korem (Taman Alun-alun Kapuas), sekarang sudah tidak boleh lagi oleh walikota. Tapi dengan izin dari walikota, di Mujahidin ini masih boleh. Itu sangat membantu sekali sehingga terpenuhi lah kebutuhan dari pelaku UKM untuk Idul Fitri nanti,” papar Sulaiman.
Kuliner juadah tak hanya ada di Mujahidin. Di Masjid Al-Jumaah, Jalan Johan Idrus, juga ada.
Latif, seorang penjual di sana, menyebut inilah berkah Ramadan. Bukan kali pertama ia membuka lapak di kantin juadah tersebut.
“Kebetulan keluarga saya ini pandai membuat kue dan biase ambil pesanan (kue),” tutur pria yang tinggal di Kota Baru ini.
Meski membuat kue, sebagian besar kue yang didagangkannya berasal dari titipan orang lain. Sistem bagi hasil dari tiap kue yang terjual.
“Kadang kalau lebih, kita yang jual ini dikasih juga sisa dagangan yang tak laku,” ujarnya. Karenanya ia tidak pernah kekurangan makanan untuk berbuka puasa.
Meski bagi hasil yang didapat perkue tidak seberapa, jika ditotal Latif bisa memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp2-Rp2,5 juta selama Ramadan. “Memang ndak selalu tinggi (pendapatannya), biasanya yang ramai itu di awal Ramadan, sama di awal bulan,” ujarnya.
Di akhir Ramadan, pendapatan juga bisa meningkat karena banyak pedagang juadah sudah sibuk menerima pesanan kuliner Idul Fitri. “Saya juga di akhir Ramadan sudah banyak sibuk mengurus pesanan kue,” pungkas Latif.
Laporan: Iman Santosa, Rizka Nanda
Editor: Mohamad iQbaL