eQuator – RAKYAT KALBAR. Kendati harga karet terus melorot, bahkan penjualan perkilogramnya tidak lagi bisa untuk membeli perkilogram beras, rakyat di wilayah timur Kalimantan Barat masih menggantungkan hidup kepada komoditi tersebut.
Meski kondisi pasar karet rakyat anjlok, masih ada harapan dari petani karet agar pabrik pengolahan dibangun di Kabupaten Kapuas Hulu. Petani karet di pesisir Putussibau, Bendi mengatakan, perkebunan karet milik rakyat saat ini hanya dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Padahal, turun temurun hasil sadapan getahnya merupakan mata pencaharian utama masyarakat.
“Berbicara masalah karet rasanya tak mau lagi, sudah berkali-kali kita minta agar pemerintah dapat membangun pabrik karet,” ujar Bendi ditemui saat hendak menyadap karet, Selasa (5/1).
Apalagi, sekarang Indonesia mulai memasuki pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). “Kami selaku masyarakat inikan disuruh pemerintah mempersiapkan diri menghadapi yang namanya MEA, sementara Pemerintah juga tidak mau peduli dengan kita, petani-petani karet,” kecamnya.
Menurut dia, potensi karet di Kapuas Hulu sangat menjanjikan. Selain itu, Kapuas Hulu merupakan satu dari beberapa kabupaten di Kalbar yang berbatas langsung dengan Malaysia.
“Bisa saja kan, kalau ada pabrik hasil olahan setengah jadi diekspor ke Malaysia. Tapi percuma juga kami masyarakat ini berkoar-koar minta diperhatikan. Padahal, bukan minta uang sama pemerintah, hanya minta agar pabrik karet dibangun,” cetus Bendi.
Di benaknya hanya ada satu anggapan, jika Kapuas Hulu ingin maju secara merata, maka pemerintah mesti bangun pabrik karet. Sebab, hampir setiap di desa, masyarakatnya mengepulkan asap dapur dengan menyadap karet.
“Selain itu, saya prediksi dengan adanya pabrik karet dapat menstabilkan harga di tingkat petani dan kita tidak lagi dipermainkan oleh para pengepul dan tengkulak,” tutupnya.
Anggota Komisi A DPRD Kapuas Hulu, Wan Taufikorrahman, sependapat dengan rakyat yang ia wakili itu. Ia mendesak pengambil kebijakan merealisasikan industri hilirnya.
“Sudah seharusnya pemerintah merealisasikan rencana pembangunan pabrik karet mini yang sering diwacanakan,” pinta Wan Taufik, karib dia disapa.
Sehingga, lanjut Legislator Partai Golkar ini, bahan mentah berupa getah karet dari Kapuas Hulu tidak lagi dijual ke luar. Wan Taufik juga meminta petani tidak goyah meski harga komoditi karet tak stabil.
“Untuk menopang perekonomian masyarakat sekarang, karet tetap bisa diandalkan. Inikan memang komoditi perkebunan tradisional masyarakat sejak jaman dulu,” tuturnya.
Ia mengingatkan, komoditi perkebunan karet tersebut tetap dicari pasar, baik dalam dan luar negeri. “Saya imbau petani tetap mempertahankan usahanya di bidang perkebunan karet. Karet tetap dibutuhkan, hanya regulasi harga yang belum jelas,” ujar mantan karyawan Bank BRI ini.
Tak hanya di Kapuas Hulu, rakyat di Kabupaten Sintang pun masih mengandalkan karet sebagai penopang hidupnya. “Karet tidak ditoreh, susah mau makan. Kalau ditoreh, hasilnya tidak sebanding dengan harga barang,” kata H. Arifin, salah seorang tokoh masyarakat Desa Tebing Raya, Kecamatan Sintang ditemui di kediamannya.
Arifin mengaku sangat merasakan anjloknya harga karet akhir-akhir ini. Lantaran tidak bisa lagi membeli satu kilogram beras dengan menjual satu kilogram karet.
“Beli beras saja tidak cukup, apalagi untuk beli gula dan kopi,” ungkapnya.
Menurutnya, hal serupa juga dirasakan masyarakat lainnya di Desa Tebing Raya, lantaran memang hampir seluruhnya merupakan petani karet. “Semua warga jadi kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya, karena hanya bisa mengandalkan karet,” ujar Arifin.
Sebelum harga karet anjlok, masyarakat bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Bisa mendanai pendidikan anak bahkan membayar solar untuk Generator Set (Genset), dan lainnya. “Sekarang semuanya terasa berat. Tetapi mau bagaimana lagi, memang keadaannya sudah demikian,” pasrah dia.
Arifin dan masyarakat lainnya hanya bisa berharap pemerintah bisa membantu untuk mendongkrak harga jual karet di tingkat petani. “Patokan harga idealnya itu, satu kilogram karet bisa membeli satu kilogram beras,” pugkasnya.
Laporan: Andreas dan Achmad Munandar
Editor: Mohamad iQbaL