Tak dipungkiri, Sungai Kapuas masih urat nadi kehidupan sebagian besar warga Kalbar. Meski arus globalisasi membawa kemajuan teknologi menghantam dari berbagai sisi. Hendri, salah seorang masyarakat Pontianak, yang menggantungkan hidupnya ke sungai terpanjang di Indonesia tersebut.
Rizka Nanda, Pontianak
eQuator.co.id – Tiga tahun sudah Hendri dan keluarganya berjualan di tepian Sungai Kapuas. Pria 21 tahun itu melakoninya setelah Pemerintah Kota Pontianak merehabilitasi Taman Alun-alun Kapuas dan melarang pedagang asongan berdagang di sana. Salah satu efek pembangunan kawasan urban yang mengguncang kehidupan orang kecil seperti Hendri.
Sebelum larangan itu dikeluarkan, Hendri selalu membantu ibunya berjualan di Taman Alun-alun Kapuas. “Dulu orangtue yang jualan di atas (di Taman Alun-alun). Cuma, pas udah ade larangan, akhirnye kamek berinisiatif untok memanfaatkan sungai sebagai lapak baru kite. Mamak saye suruh istirahat, saye same bini yang lanjotkan,” cerita dia kepada Rakyat Kalbar, Kamis (23/2).
Uniknya, Hendri berjualan di tepian sungai dengan memanfaatkan bodi speedboat bekas. Setakat ini, telah ada sekitar lima sampai enam pedagang yang menyandarkan speedboad mereka di tepi Taman Alun-alun Kapuas.
“Ini ni keluarge semue yang jualan di sini nih,” ungkapnya.
Bukan tak ada kendala berjualan di atas sungai, apalagi di atas speedboat berukuran seiprit. Ya, panjangnya hanya lebih kurang dua meter, dengan lebar tak sampai semeter. Hendri mengaku sempat pusing alias mabuk laut ketika awal berjualan. Belum lagi cuaca buruk seperti hujan disertai angin kencang yang kadang kala menghambatnya.
Setiap hari, Hendri beserta istri menyeberangi sungai dari Kampung Beting, Pontianak Timur, menuju tepian Taman Alun-alun Kapuas. Ia menarik lapak jualannya yang berisi berbagai jajanan menggunakan sampan kecil bermesin. Kalau cuaca mendukung, bakda Asar ia berangkat. Jika cuaca tak bersahabat, mau tak mau menunggu sampai keadaan oke.
“Waktu dulu tu sempat tebalek kapal nih dihantam gelombang kapal yang lewat. Kalau kapal tu ngerti kite sih enak, kalau yang endak ni yang bikin susah,” terangnya.
Sampai di lokasi ia biasa berjualan, tak bisa langsung membuka lapak. Dibantu adik iparnya yang baru berusia 9 tahun, mereka harus mengikat erat tali tambang ke pagar pembatas taman alun-alun agar tak hanyut diterjang gelombang dari kapal-kapal yang hilir-mudik di Sungai Kapuas.
Soal harga dagangan, tentu saja berbeda. Ia memanfaatkan Sungai Kapuas sebagai ikon wisata untuk mendongkrak nilai barang yang dijualnya.
“Kalau harge ye bede lah dari harge pasaran biase, di sinikan tempat wisata. Setau saye, tempat wisata barang-barang ndak ade yang murah. Udah gitu risiko (tenggelam,red) kite cukup tinggi,” seloroh Hendri.
Sebenarnya, berdagang di tepian sungai tak memberikan keuntungan besar. Hendri mengakui kalau penjualannya turun drastis dibanding ketika masih berjualan di dalam lokasi Taman Alun-alun Kapuas. Terkadang dirinya hanya mendapat Rp30 ribu pada hari-hari reguler. Baru pada weekend lah terjadi peningkatan pendapatan, bisa mencapai ratusan ribu rupiah.
“Kalau ngomongkan omzet sih dah pasti turun, karne pengunjung sekarang banyaknye cuma duduk-duduk, terus pacaran tapi ndak jajan. Paling hari Minggu lah baru ramai,” beber dia.
Lantas, kenapa terus bertahan? Jawabnya satu: saat ini istri tercintanya sedang mengandung buah hati mereka. Saat itu, ketika disambangi Rakyat Kalbar, mereka memang tengah mempersiapkan dagangannya.
Istrinya yang ayu tampak telaten memanggang sosis yang merupakan menu paling diminati. Hendri menata air dalam kemasan botol. Juga merapikan aneka jajanan sesuai tempatnya. Di atas rak snack, terpampang spanduk bertuliskan menu yang dijual.
Meski omzet tak seperti dulu, semangat calon ayah ini tak retak. Yap, istrinya sedang mengandung tujuh bulan.
“Semangat saye untuk teros jualan dan mengumpulkan biaya persalinan makin tinggi dari hari ke hari, tak sabar nak jadi bapak dah, Alhamdulillah. Saye pesan ke istri saye, bahwe hidup tak boleh banyak ngeluh, yang penting hasil kite halal dan bise ngasi makan calon anak di dalam perut dengan aman,” papar Hendri.
Di sela-sela berjualan, sempat-sempatnya dia memungut sampah bekas pengunjung. yang datang. “Biar same-same enak lah same petugas (kebersihan taman,red), jadi kite yang jualan pun enak dan tetap dikasih izin,” tandasnya.
Begitulah potret kecil kehidupan di Sungai Kapuas di Kota Pontianak dengan taman alun-alunnya yang merupakan destinasi wisata. Terletak di Jalan Rahadi Usman, tepat di depan kantor Wali Kota Pontianak, taman itu salah satu open public space yang cukup populer. Jika Anda mengunjungi taman tersebut pada sore menjelang magrib, lembutnya hembusan angin plus sunset dapat dinikmati. Tentu saja, jangan lupa sempatkan mencicipi jajanan di atas air olahan Hendri dan kawan-kawan. (*)