Ia mencontohkan, sebuah akun sosial media yang rutin mempost tentang kesehatan, bisa menjadi rujukan orang-orang tentang kesehatan. Akun tersebut tentu layak untuk jadi buzzer bagi penyedia produk-produk kesehatan. Keberadaan buzzer tentu tidak melanggar hukum.
“Hanya saja karena mereka berbayar ini, orang-orang kadang menganggap negatif sebagai tukang iklan atau alat propaganda. Ya itu balik lagi sih kepandaian buzzer mengemas pesan yang ingin disampaikan,” jelasnya.
Membangun Viral
Tak cuma punya banyak follower di sosial media. Keberhasilan membuat sebuah pesan yang ingin disampaikan pengguna jasa diterima oleh sabanyak-banyaknya sasaran adalah indikator kualitas seorang buzzer.
Seorang buzzer yang baik bisa mensugesti para followernya, sehingga mereka dengan sukarela menyebarkan pesan yang ingin disampaikan oleh buzzer. Karenanya keterikatan atau engagement antara influencer dan follower harus kuat. Selain itu kejelian seorang buzzer untuk membangun konten yang berpotensi menjadi viral sangat dibutuhkan.
“Kalau kita lihat masyarakat kita di Indonesia punya beberapa kecenderungan. Mereka hobi menshare sesuatu yang tidak dibaca secara utuh. Bahkan terkadang hanya melihat gambar dan judul saja,” ujar Dony Prayudi, praktisi ilmu komunikasi dan digital marketing saat dihubungi baru-baru ini.
Karenanya Dony menyebut ada beberapa cara untuk membuat konten unik yang berpotensi menjadi viral. “Salah satunya yang paling sering dipakai adalah judul yang unik dan provokatif,” ungkap pemilik blog www.tukangjalanjajan.com itu. “Atau pasang gambar atau video baru yang unik dan lucu,” tambahnya.