eQuator.co.id – Melawi-RK. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Melawi patut bersyukur mendapatkan bantuan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Yang sebelumnya berstatus open dumping menjadi controlled landfill yang dibangun dengan dana APBN sebesar Rp13 miliar lebih.
Ironisnya pembangunan tersebut tak didukung sarana lainnya. Seperti alat berat berupa traktor mini sebagai alat yang menggeser serta memadatkan sampah di kolam pembuangan.
Kepala Bidang (Kabid) Kebersihan DLH Melawi, Y Pandi mengungkapkan, meskipun belum ada penyerahan secara resmi oleh pihak pelaksana maupun pemerintah pusat. Namun lokasi penampungan sampah controlled landfill tersebut sudah dipergunakan sejak pembangunan selesai akhir Desember lalu.
“Tapi, pembuangan hanya kita lakukan di pinggiran depan saja. Sebab belum ada alat untuk menggeser dan memadatkan sampah tersebut. Kami sudah mengusulkan agar adanya bantuan traktor mini untuk mendukung operasional TPA ini. Namun sampai saat ini belum ada jawaban,” ujar Pandi di ruangan kerjanya, Rabu (30/1).
Lebih lanjut, Pandi mengharapkan, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat memberikan bantuan alat berat. Sebab jika mengharapkan dari kabupaten anggarannya terbatas.
“Untuk sewa saja anggaran kita tidak ada, makanya kita mengharapkan hibah dari provinsi maupun pusat,” harapnya.
Apabila memasuki TPA maka terlihat perubahan dari tahun sebelumnya. Namun sayang penumpukan sampah hanya terjadi dibibir lokasi penampungan saja. Bahkan anehnya, di lokasi tersebut yang seharusnya tidak boleh untuk pembuangan sampah kayu, namun terdapat potongan pohon serta ranting yang dibuang tanpa sepengetahuan petugas.
“Kita sudah memberikan imbauan melalui spanduk di lokasi TPA agar tidak membuang sampah kaca maupun kayu ke lokasi kolam pembuangan. Lokasi itu hanya untuk pembuangan sampah rumah tangga,” ulasnya.
Sekadar diketahui bahwa controlled landfill adalah sistem pembuangan yang lebih berkembang dibanding open dumping. Melalui metode ini sampah yang datang setiap hari diratakan dan dipadatkan dengan alat berat. Sampah dipadatkan menjadi sebuah sel. Kemudian, sampah yang sudah dipadatkan tersebut dilapisi dengan tanah setiap lima atau seminggu sekali. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bau, mengurangi perkembangbiakan lalat serta mengurangi keluarnya gas metan.
“Selain itu juga dibuat saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan, saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya, pos pengendalian operasional maupun fasilitas pengendalian gas metan,” jelasnya.
Reporter: Dedi Irawan
Redaktur: Andry Soe