Berkas Camat Diduga Cabul Segera Dilimpahkan

Tak Ditahan, BB Kooperatif

Ilustrasi NET

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Hukum percabulan di Kalbar kerap abu-abu soal tersangka ditahan atau senyum melenggang di dunia bebas. Walaupun Polres Sambas sudah menetapkan Camat Selakau, Kabupaten Sambas, bernisial BB, sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan anak bawah umur, ia tak ditahan.

“Karena ancamannya di atas lima tahun, minimal tiga tahun, kita harapkan tersangka BB bisa dilakukan penahanan, karena lazimnya seperti itu,” desak Alik Rosyad, Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, ditemui Rakyat Kalbar, di Kantor KPPAD Kalbar, Kamis (15/8) pagi.

Terlebih, menurut Kasat Reskrim Polres Sambas AKP Prayitno, pencabulan itu dilakukan tak hanya sekali. Dua kali. Dua-duanya di fasilitas negara. Karena itu, lanjut Alik, sebagai pengayom masyarakat, seharusnya BB tidak boleh ditolerir oleh aparat hukum.

Menurutnya, pertama kali BB, camat berusia 56 tahun itu, mencabuli siswi magang bernama Melas (bukan nama sebenarnya), pada 22 Juli, di Kantor Kecamatan. Berlanjut kedua kali dengan sengaja memesumi si gadis di rumah dinas pada 25 Juli lalu.

KPPAD baru mengetahui perbuatan asusila pejabat itu, pekan lalu. Alik bersama staf langsung mendatangi rumah korban di Selakau, untuk mencari kebenaran cerita dan kronologis kejadian dari korban. Kemudian, Alik kembali ke Kabupaten Sambas, Rabu (14/8), untuk kordinasi dengan Polres Sambas terkait penanganan kasus.

“Saat itu kita diterima langsung oleh Kasat Reskrim. Pak Kasat Reskrim menyampaikan bahwa pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Tetapi dengan pertimbangan, atau kewenangan penyidik, subjektivitas penyidik, memang pelaku tidak ditahan,” ungkapnya.

Alik enggan membeberkan alasan Polres Sambas tidak menahan tersangka BB. “Nanti silakan itu dikonfirmasi. Biarkan polisi menjelaskan apa dan kenapanya. Biarkan dari mereka, jangan kami,” tuturnya.

KPPAD berusaha keras. Mereka juga mendatangi Pemkab Sambas yang diterima langsung oleh Bupati Atbah Romin Suhaili guna mengkomunikasikan kasus ini. “Memang Pak Bupati akan melakukan investigasi untuk mencari kebenaran cerita seutuhnya. Tentunya Beliau sudah punya perangkat untuk menggali detil informasi. Beliau juga punya kewenangan sendiri apapun yang akan di putuskan,” paparnya.

Terakhir, Alik dan kawan-kawan mendatangi Komisi IV DPRD Sambas. Diterima langsung oleh Ketua Komisi dan beberapa anggota DPRD, untuk kordinasi penanganan kasus ini.

Langkah yang dilakukan KPPAD adalah memindahkan tempat magang Melas, sejak tragedi itu terungkap 25 Juli 2019. “Yang sebelumnya korban magang di Kantor Camat itu, sekarang sudah dipindahkan magangnya tidak di sana lagi,” ungkapnya.

Selain memindahkan tempat magang, KPPAD Kalbar juga akan melakukan pendampingan korban guna menghilangkan trauma. Bekerja sama dengan Himpsi (Himpunan Psikolog Seluruh Indonesia).

“KPPAD melakukan pendampingan psikologi, mengingat di Sambas belum ada Psikolog. Kami akan kordinasi dengan Himpsi yang bisa jadi nanti akan membantu menurunkan tim Psikolognya yang terdekat mungkin di Singkawang,” terangnya.

Karena korban pelajar, dan dikhawatirkan mengganggu aktivitas belajarnya, maka tidak ditempatkan di Shelter, atau rumah aman. “Kita ingin memastikan proses belajar tetap berjalan dan nanti akan dilakukan pendampingan,” tambah Alik.

Ia memastikan ada pengaruh kejiwaan terhadap Melas, namun yang lebih paham adalah psikolog. Agar tak traumatis dan paranoid tak berlanjut, Alik berharap pelaku segara ditahan.

Harus Tuntas

Pakar Hukum dari Universitas Tarumanagara, Jakarta, Heri Firmansyah, mengingatkan semua pihak. Bahwa hakikatnya semua korban harus dan wajib hukumnya dilindungi. Bukan hanya terkait perkara anak di bawah umur. Dalam penegakan hukum ada proses yang harus dihormati setiap warga negara.

“Jika memang harus melakukan penahanan, terdapat dua syarat yaitu subjektif dan objektif sebagaimana diatur dalam pasal 21 Kuhap. Dengan memperhatikan bukti yang dimiliki, pihak kepolisian tentunya pertimbangan untuk tidak menahan dapat dipertanggungjawabkan,” terangnya menjawab Rakyat Kalbar, saat dihubungi via WhatsApp, Kamis (15/8) sore.

Kendati demikian, jangan sampai persepsi publik memahami itu sebagai suatu tindakan yang tidak tuntas dari pihak kepolisian. Karena tentu akan dapat merugikan institusi kepolisian itu sendiri sebagai lembaga penegakan hukum.

“Dengan tidak menahan tentu diharapkan proses hukum terus berjalan sampai dengan pelimpahan berkas ke Pengadilan,” pungkas Heri.

Kooperatif, Belum Ditahan

Mendengar desakan tersebut, Kasatreskrim Polres Sambas AKP Prayitno menjelaskan, tersangka Camat BB, diduga pencabul anak bawah umur belum ditahan karena kooperatif. Saat dipanggil dan dimintai keterangan.

“Banyak yang menanyakan mengapa tersangka belum ditahan. Seolah-olah ditahan itu harus dilakukan. Tapi apabila belum diperiksa maka harus diperiksa. Kenapa belum ditahan karena kami menilai tersangka kooperatif saat dipanggil atau ditelepon yang bersangkutan langsung hadir,” jelas Prayitno.

Beralasan penahanan sebagai sikap subjektif, mengapa tidak ditahan karena tidak mengkhawatirkan pelaku akan lari atau menghilangkan barang bukti, Kasatreskrim tidak menutup kemungkinan untuk membui tersangka pencabulan anak bawah umur itu. “Tidak menutup kemungkinan besok, lusa, untuk proses selanjutnya kami menahan. Tetapi saat sekarang saya katakan tersangka belum ditahan,” ungkapnya.

Semua proses telah dijalankan, pihaknya sudah meminta keterangan dari saksi-saksi dan tersangka dalam pemeriksaan. Tinggal pemberkasan dan berkoordinasi dengan Kejaksaan untuk mengirimkan berkasnya.

“Untuk saksi-saksi semuanya sudah kita periksa termasuk saksi teman korban yang bersama-sama menjadi siswa PSG, orang tuanya juga kita periksa. Termasuk gurunya yang membenarkan korban sedang menjalani tugas dari sekolah untuk PSG di Kantor Camat Selakau,” kata Prayitno.

Ia mengaku tinggal penyempurnaan bekas keterangan baik dari saksi-saksi, tersangka dan barang bukti yang disita. “Kita menyita HP tersangka karena di situ ada percakapan komunikasi sebelum kejadian yang kedua yaitu di rumah dinas, ada komunikasi disuruh datang ke rumah diberikan alamatnya, itu sebagai petunjuk awal, ancaman hukumannya lima tahun penjara,” pungkasnya.

 

Laporan: Andy Ridwansyah,  Sairi

Editor: Mohamad iQbaL