eQuator – Nanga Pinoh-RK. Pembantu Rektor III, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Dr Zeanuddin Hudi Prasojo didaulat untuk membedah buku Potret Hutan Adat Rasau Sebaju dan Kitab Undang-Undang Hukum Adat dan Istiadat Dayak Muslim Katab Kebahan, di Nanga Pinoh, awal pekan ini. Yang masing-masing dibuat oleh Suar Institute dan M. Yulis yang didukung oleh WWF Indonesia program Kalbar.
Diawal paparannya, Zeanuddin mengaku, bangga dengan kehadiran kedua buku tersebut. Dia menganggap, munculnya kedua buku itu sebagai langkah awal perubahan tradisi masyarakat Melawi. “Saya sangat gembira sekali, karena pada hari ini lahir dua buah buku yang dikeluarkan oleh Pak Yusli dan kawan-kawan Suar Institute. Ini adalah cikal bakal perubahan tradisi lisan menjadi tradisi menulis,” paparnya.
Bahkan, dia kagum dengan kehadiran peserta dari berbagai unsur terkait. Mulai dari Pemerintah Desa Nanga Kebebu, Pemerintah Desa Poring, Pemerintah Desa Semadin Lengkong serta Pemerintah Tebing Karangan.
Hadir pula dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Melawi, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Melawi serta lembaga pengelola Rasau Sebaju, Lembaga Pasak Sebaju.
“Saya sangat senang sekali atas kehadiran bapak dan ibu sekalian. Nah ini menandakan keseriusan untuk mencurahkan sebuah perasaan yang ada dalam pemikiran sebuah momentum,” salutnya.
Sebab, ungkap Zeanuddin, acara akademik yang membenah buku ini sangat jarang dilakukan di daerah. 14 kabupaten/kota yang ada di Kabupaten Melawi juga jarang menggelar kegiatan keilmuan, seperti bedah buku ini.
Kekaguman terhadap acara bedah buku memunculkan ide di benak Zeanuddin untuk melakukan pelatihan terkait penulisan. Bahkan, dia siap diundang untuk memberi andil dalam mendorong budaya menulis di Melawi.
“Kita bisa mendorong penulis-penulis muda Melawi. Saya siap membantu untuk workshop menulis. Nanti bisa diadakan perlombaan menulis antardesa. Saya ada kelompok penulis di Pontianak. Saya bisa mengantar mereka ke sini untuk menulis bersama-sama masyarakat Melawi,” ulasnya.
Mengenai buku, Kitab Undang-Undang Hukum Adat dan Istiadat Dayak Muslim Katab Kebahan, Zeanuddin menyampaikan, buku tersebut mengungkapkan sebuah identitas.
“Pertama adalah identitas dari buku terungkap identitas Kebahan. Kebahan ini merupakan identitas. Kedua adalah sebagai penunjuk siapa diri kita. Kita mempersiapkan sekarang untuk masa depan serta generasi berikutnya,” ulasnya.
Kalau Buku Potret Hutan Adat Sebaju, Zeanuddin, ada cerita-cerita yang terkait dengan kawasan ini memiliki nilai. Nilai ini mestinya diungkap dalam buku. Namun, Zeanuddin menilai keterlibatan masyarakat dalam mengungkap kisah merupakan suatu kekuatan dalam buku tersebut.
“Seperti cerita ikan bersisik emas, itu sebuah cerita yang ada di Sebaju. Meskipun sebenarnya tidak ada ikan bersisik emas. Tapi itulah menariknya tinggal dimasukkan lagi nilai-nilainya. Itu akan menjadi cacatan yang penting,” paparnya.
Dia menilai, buku Potret Hutan Adat Sebaju ini bagian dari kearifan lokal lawan globalisasi. Zeanuddin menegaskan, poin penting atau nilai positifnya yang sudah dipaparkan dibagian akhir buku ini bahwa Rasau Sebaju adalah warisan dunia. Sebagaimana warisan Romawi kuno dengan bangunan-bangunannya.
“Ini akan dibaca banyak orang, warisan siapa ini. Warisan Katab Kebahan dong. Kan kita sebagai orang Kebahan kan bangga,” ulasnya.
Reporter: Sukartaji
Redaktur: Andry Soe